Saham PPRO, Pernah Jadi Primadona Kini Nyaman di Gocap

Saham PPRO pernah menjadi salah satu primadona karena dari harga IPO Rp185 per saham, saham ini sempat melejit ke Rp1.464 per saham. Namun, semua itu tinggal kenangan, kok bisa?

Saham PPRO, Pernah Jadi Primadona Kini Nyaman di Gocap

Mikirduit – Saham PT PP (Persero) Tbk. atau PTPP mencatatkan kenaikan 27 persen dalam sebulan terakhir. Di sini, kami jadi teringat terhadap salah satu anak usahanya yang sudah listing di BEI, yakni PT PP Properti Tbk. (PPRO) yang kini terbenam di level gocap. Kira-kira, kenapa saham PPRO yang sempat jadi fenomena kini tertidur menjadi saham gocap ya?

PPRO IPO pada Mei 2015 dengan harga penawaran Rp185 per saham. Anak usaha PTPP ini melepas 34,98 persen sahamnya ke publik dan mendapatkan dana segar senilai Rp908 miliar.

Saat hari pertama listing, saham PPRO sempat auto rejection atas (ARA) di level 35 persen. Namun, ARA-nya hanya bertahan beberapa saat saja. Saham PPRO ditutup hanya naik sebesar 12 persen menjadi Rp208 per saham.

Bahkan, di hari ke-19 diperdagangkan di bursa, harga saham PPRO sudah turun 15 persen dibandingkan dengan harga IPO-nya.

Setelah setahun melantai di BEI dan sahamnya cenderung bergerak sideways, tiba-tiba saham PPRO masuk fase bullish. Dalam 6 bulan perdagangan sejak 12 April 2016 hingga 10 Oktober 2016, saham PPRO sudah melejit 527 persen menjadi Rp1.464 per saham. Apa penyebabnya?

BACA JUGA Deretan Seri Notasi Lainnya:

  1. Kisah Saham FREN yang Rugi Terus Tapi Masih Bisa Bertahan Hidup
  2. Mimpi Besar MNC di BABP dan Nasib Merger dengan NOBU
  3. Saham AISA yang Menjadi Pesakitan di ICBP
  4. KIJA yang Tiba-tiba Terancam Bangkrut Pada 2019
  5. Saham TPIA, Proyek Petrokimia Soeharto yang Diambil Alih Prajogo

Kisah Tahap Awal Saham PPRO Melejit Hingga ke Rp1.000

Jika melihat aksi korporasi PPRO, sepanjang periode April hingga Oktober 2016, perseroan mencatatkan banyak aksi akuisisi, membuat perusahaan patungan, dan penyelesaian apartemen.

Seperti, PPRO mengakuisisi 55 persen saham PT Wisma Seratus Sejahtera, yang memiliki proyek apartemen Evencio di Margonda, Depok. Jadi, Evencio Margonda ini menjadi proyek yang mengejar segmen mahasiswa di kawasan depok seperti, Universitas Indonesia, Universitas Gunadarma, Universitas Pancasila, dan Institut IISIP.

Lalu, PPRO juga membuat perusahaan patungan dengan PT Sentul City Tbk. (BKSL), yakni PT Sentul PP Properti. Porsi kepemilikan PPRO di perusahaan itu sebesar 49 persen, sedangkan sisanya dimiliki oleh BKSL.

Dalam informasi pada Maret 2016, perusahaan patungan itu akan menggarap proyek Verdura Apartement di kawasan Sentul City.

Lalu, PPRO juga melakukan topping off menara Venetian, Grand Sungkono Lagoon pada April 2016. Proyek apartemen di kawasan Surabaya itu disebut sudah laris sebanyak 518 unit dalam waktu kurang dari satu tahun.

Ditambah, PPRO sempat disebut menjajaki kerja sama pengembangan hunian murah dengan beberapa BUMN seperti, Perum Perumnas dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk mendukung program sejuta rumah.

Rencana itu muncul seiring dengan induk usahanya yang mendapatkan PMN dari negara senilai Rp2,25 triliun. Nantinya, Rp500 miliar akan digunakan untuk membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Dalam proses penyuntikkan dana itu, PPRO melakukan rights issue pada 2017 dan mendapatkan dana sekitar Rp1,52 triliun. Di mana, Rp1 triliun dananya akan digunakan untuk investasi land bank sekitar 20 hektar.

Namun, kami tidak mendapatkan update terkini terkait pembangunan hunian murah tersebut.

Sementara itu, kinerja PPRO sepanjang 2016 masih cukup oke. Perseroan mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 42 persen menjadi Rp2,15 triliun. Lalu, laba bersihnya tumbuh 21,66 persen menjadi Rp365 miliar.

Namun, dari segi arus kas operasional malah negatif Rp185 miliar. Lalu, free cashflow-nya pada 2016 negatif Rp1,12 triliun. Ini sebenarnya agak redflag jika dilihat dari kinerja saat itu, soalnya dia punya utang berbunga jangka pendek senilai Rp584 miliar.

Rights Issue hingga Stock Split

Setelah mencatatkan pergerakan harga saham yang fenomenal, PPRO pun melakukan dua aksi korporasi di 2017, yakni right issue dan stock split.

Pertama, PPRO melakukan stock split 1:4 pada 16 Februari 2017. Hal itu dilakukan dengan alasan harga sahamnya bisa menjadi lebih likuid lagi. Pasalnya, setelah mencapai harga saham di level tertinggi pada Oktober 2016, pergerakan saham PPRO cenderung sideways.

Jadi, harga saham PPRO yang pada 15 Februari 2017 senilai Rp1.288 per saham, per 16 Februari dibuka dengan harga Rp324 per saham.

Setelah melakukan stock split, PPRO pun langsung melakukan aksi right issue yang di mana mereka mendapatkan dana sekitar Rp1,52 triliun saat itu. PPRO melakukan rights issue dengan harga penawaran Rp280 per saham. Harga yang cenderung di bawah pasar jika dibandingkan dengan rata-rata tiga bulan sebelumnya.

Namun, jelang periode eksekusi right issue, harga saham PPRO terus jatuh, hingga sempat menyentuh Rp270 per saham. Ya, tapi banyak yang bilang itu wajar, beberapa saham memang turun mendekati harga pelaksanaan right issue karena posisi harga pelaksanaan cenderung lebih rendah dibandingkan harga pasar. Namun, jarang sih yang sampai sempat turun di bawah harga right issue.

Setelah right issue, harga saham PPRO sepanjang 2018 cenderung terus koreksi. Total, saham PPRO mencatatkan koreksi hingga 44 persen sepanjang tahun tersebut. Banyak yang menyalahkan semua gara-gara stock split, tapi tampaknya bukan itu masalahnya.

Di tengah penurunan harga saham PPRO yang cukup drastis, perseroan tetap meluncurkan banyak proyek baru di tahun tersebut.

Ada sekitar 7 bangunan baru yang terdiri dari 5 apartemen dan dua hotel yang mulai groundbreaking pada akhir 2017. Beberapa proyek PPRO antara lain Grandbreaking Grand Kamala Lagoon di Bekasi, The Louvin di Jatinangor, Grand Shamaya di Surabaya, dan dua hotel yang dibangun kelas bintang 3 dan bintang 4 di Surabaya dan Lombok.

Di sisi lain, sepanjang 2017, tingkat utang berbunga PPRO melejit drastis sebesar 71 persen menjadi Rp3,56 triliun. Meski, jika dilihat dari debt to equity rationya masih stabil di 0,7 kali. Soalnya, dari segi ekuitas juga naik menjadi Rp5 triliun, terutama setelah melakukan aksi right issue di 2017.

Dari sisi kinerja laba/rugi, peforma PPRO mulai menunjukkan perlambatan. Hal itu terlihat dari pertumbuhan pendapatan yang sebesar 25,99 persen menjadi Rp2,7 triliun. Ditambah, kenaikan beban pokok pendapatan sebesar 31,63 persen menjadi Rp1,9 triliun. Kenaikan beban pokok pendapatan yang lebih tinggi dari pendapatan itu membuat laba kotor tergerus 10,86 persen.

Meskipun, laba bersih PPRO tetap tumbuh 21 persen. Hal itu disebabkan beberapa hal seperti, adanya tambahan pendapatan lainnya yang naik 175 persen menjadi Rp33 miliar. Ditambah, ada penurunan PPH final sebesar 18 persen menjadi Rp75 miliar.

Di sisi lain, arus kas operasional perseroan sudah positif Rp67 miliar. Namun, dari sisi free cashflow masih negatif hingga Rp2,14 triliun. Hal ini mungkin juga yang jadi penekan utama harga saham PPRO hingga koreksi cukup dalam sepanjang 2017.

PPRO dari Rp1.000 jadi Gocap hingga Jadi Sahamnya Jiwasraya dan Asabri

Harga saham PPRO pun terus melanjutkan tren penurunnya hingga periode awal pandemi Covid-19 pada April 2020 jatuh ke level Rp50 per saham. Menurut kami, ada beberapa faktor yang membuat harga saham PPRO turun hingga ke level gocap.

Pertama, Setelah periode 2017, tren pendapatan PPRO cenderung turun tipis secara perlahan. Laba bersih PPRO sempat naik tipis pada 2018 sebesar 5 persen menjadi Rp471 miliar. Namun, setelah itu turun cukup dalam 27 persen menjadi Rp343 miliar.

Kedua, dengan tren penurunan itu, tingkat utang PPRO justru terus bertambah. Pada 2018, utang PPRO naik 102 persen menjadi Rp7,23 triliun. Lalu, pada 2019 sempat turun 24 persen menjadi Rp5,43 triliun.

Ketiga, dengan tren kinerja yang melambat dan utang yang cukup tinggi, free cashflow PPRO juga negatif dengan nilai sekitar Rp1 triliun.

Keempat, puncaknya terjadi pandemi Covid-19 yang mempengaruhi mobilitas dan risiko permintaan properti. Kondisi seperti menjadi sangat berbahaya untuk perusahaan dengan free cashflow negatif. Soalnya, jika ada kejadian tidak terduga, bisa berisiko susah bayar utang berbunga. Untungnya, PPRO dari yang kami cari tidak mengalami PKPU.

Kelima, PPRO menjadi saham yang dipegang oleh Jiwasraya dan Asabri, di mana keduanya ada masalah pengelolaan portofolio dan dikaitkan dengan kerja sama pengelolaan dana bersama Benny Tjokro. Sampai saat ini, Jiwasraya memegang sekitar 7,88 persen saham PPRO, sedangkan Asabri memegang sekitar 5,33 persen saham PPRO. Hal itu juga menjadi pemicu hancurnya harga saham PPRO di 2020 alias ketika puncak drama Jiwasraya, Asabri, dan Benny Tjokro memanas.

Sempat Bangkit di Tangan Yusuf Mansur

Saat harga saham PPRO terpuruk, Yusuf Mansur yang lagi getol rekomendasi saham hingga muncul mansurmologi, tengah rutin menyarankan membeli saham BUMN. Hingga akhirnya, di sekitar November 2020, saham PPRO bangkit dari kubur.

Dalam postingan Yusuf Mansur di Instagram pada medio 2020, dia mengatakan beberapa saham BUMN saat ini sudah murah sehingga menjadi kesempatan investor publik untuk membeli sahamnya, meski hanya 1 lot saja.

Menariknya, dalam caption, Yusuf Mansur bilang gini, "Jika BUMN atau anak usahanya kinclong kinerjanya, alhamdulilah kita bisa bilang ane ada saham di situ, tsaaah, hahaha," tulisnya di media sosialnya pada medio 2020.

Saat itu, Yusuf Mansur juga lagi promoin beberapa saham BUMN mulai dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA), anak usahanya PT GMF Aero Asia Tbk. (GMFI), serta PPRO.

Yusuf Mansur mengajak dengan kalimat,"Beli aja rame-rame PPRO dan WIKA." PPRO receh tapi asik juga tuh kayaknya.

Dalam sebulan, harga saham PPRO langsung lompat 154 persen dari level gocap ke Rp127 per saham. Namun, dua tahun kemudian, tren harga PPRO terus turun hingga jatuh kembali ke level gocap.

Kondisi PPRO Saat Ini

Kondisi PPRO saat ini bisa dibilang seperti dua sisi ya.

Pertama, dari sisi pendapatan dan bottom line PPRO lagi menurun. Pendapatannya turun 69 persen menjadi Rp296 miliar. Hal itu disebabkan penjualan properti yang turun 78 persen. Padahal, dari sisi pendapatan sewa dan recurring income lainnya naik 24 persen menjadi Rp103,98 miliar.

Kedua, tapi ada kondisi yang membaik dari kinerja PPRO. Seperti, tingkat utang berbunga terhadap ekuitas kembali di bawah 1 kali atau sekitar 0,66 kali. Pada periode sama tahun lalu sempat tembus 1,04 kali. Hal itu disebabkan utang berbunga PPRO secara keseluruhan turun 36 persen menjadi Rp3 triliun.

Lalu, dari kas operasional, meski mengalami rugi bersih, tapi kas operasional PPRO positif Rp16 miliar. Begitu juga dengan free cashflow yang positif Rp383 miliar.

Dari public expose pada September 2022, manajemen PPRO mengungkapkan ada beberapa hal yang akan diupayakan untuk memperbaiki kinerja seperti:

Pertama, perseroan fokus membangun rumah tapak yang dilakukan 2-3 tahun terakhir untuk menjaga kinerja perseroan di 2023. Soalnya, serapan pasar di segmen apartemen sedang melambat.

Kedua, perseroan akan mempercepat prograss serah terima untuk apartemen yang sudah jadi, terutama student apartement. Sehingga nanti PPRO akan bekerja sama dengan beberapa investor untuk investasi pemenuhan interior. Alasannya, produk apartemen mahasiswa yang diminati adalah yang full furnished.

Ketiga, perseroan akan melakukan efisiendari berbagai biaya.

Namun, melihat kinerja semester I/2023 yang justru makin susut, berarti ada potensi serah terima dilakukan secara bertahap dari akhir 2023 sampai 2024.

Meski begitu, kami masih menyoroti tingkat utang PPRO yang masih cukup tinggi, terutama utang jangka pendek dibandingkan dengan free cashflownya. Walaupun sudah membaik, dengan free cashflow sekitar Rp300 miliar, utang jangka pendek sekitar Rp450 miliar.

Apakah saham PPRO bisa bangkit? ya bisa saja bangkit jika tidak ada masalah terkait utang, serta kembali membagikan dividen lagi. Sebagai catatan, setelah IPO pada 2016, PPRO menjadi salah satu saham yang rutin bagi dividen, meski tidak terlalu besar. Namun, tren pembagian terhenti di 2020 ketika ada pandemi Covid-19 hingga saat ini. Hal itu disebabkan kondisi cashflow kurang kuat sehingga ketika ada masalah sedikit, tren pembagian dividen langsung terhenti.

Mau tau saham dividen yang paling oke dan rutin untuk jangka panjang?

Mau dapat guideline saham dividen 2024?

Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.

Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:

  • Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)

Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini

Referensi