Penyebab Harga Saham Bisa Naik dan Turun

Penasaran kenapa harga saham bisa naik dan turun begitu aja? apa yang bikin harga saham bisa naik dan turun? cari tahu simulasinya agar mudah dipahami di sini.

Penyebab Harga Saham Bisa Naik dan Turun

Mikirduit - Siapa yang penasaran bagaimana cara harga saham bisa naik dan turun? serta mitos kenapa ketika saham dijual, harganya malah naik, tapi pas dibeli malah turun. Kami akan ungkap penjelasan lengkapnya di sini.

Mungkin masih ada yang penasaran, apa hubungannya dengan tingkat kenaikan suku bunga bank sentral, terutama yang di Amerika Serikat (AS), kepada harga saham. Lalu, kok bisa emiten rilis laporan keuangan juga mempengaruhi harga saham.

Penyebab harga saham bisa naik dan turun adalah bukan sekadar sentimen sehingga bikin naik dan turun, tapi dari aktivitas penjual dan pembeli yang menjadikan sentimen atau hal fundamental, sampai alasan teknikal dan bandarmology untuk membeli dan jual saham.

💡
Berarti fundamental nggak penting dong: INGAT! fundamental tetap penting. Kenapa? jika kamu menyaksikan simulasinya, penggerak utama dari harga saham adalah big fund. Di mana, big fund menjual dan beli dengan alasan fundamental. Nah, bagi kita yang ingin investasi, terutama untuk jangka panjang, sangat penting untuk paham fundamental karena bisa saja mengetahui atau masuk lebih dulu dibandingkan big fund. Cuma risiko masuk lebih dulu dari big fund, ya sahamnya sideways ya.

Akhirnya, hal itu bisa meningkatkan serta menurunkan tingkat daya beli dan jual sebuah saham. Sesuai dengan hukum ekonomi terkait demand dan supply, ketika permintaan beli tinggi, sedangkan penawaran tetap, ya harga akan naik. Sebaliknya, ketika supply yang jual tinggi, tapi permintaan tetap maka harga akan turun.

Pertanyaannya, jika skema naik-turun harga saham seperti itu, kenapa investor ritel seolah-olah menjadi yang paling sering dirugikan?

Simulasi lengkapnya kami ceritakan di video ini:

Simulasi cerita harga saham bisa naik dan turun yang terdiri dari 5 kategori pelaku pasar. Jangan lupa subscribe channel Youtube Mikirduit ya.

Jadi, kami membuat simulasi dalam sebuah transaksi saham ada 5 kategori pelaku pasar.

Pertama, pemodal besar atau big fund. Biasanya berasal dari fund manager reksa dana, dana pensiun, asuransi, hingga hedge fund asing. Dananya bisa sampai Rp50 miliar per saham, bahkan lebih. Biasanya, dalam pergerakan naik signifikan atau penurunan dalam suatu saham diawali dari transaksi pemodal besar ini.

Kedua, trader bermodal besar, modal mereka di satu saham bisa di atas Rp1 miliar per saham. Jadi, para trader bermodal besar ini strateginya mengikuti pergerakan big fund tersebut. Dengan catatan untuk di saham blue chip dan secondliner likuid ya. Kalau di saham secondliner tidak likuid dan thirdliner mereka bisa mengawali pergerakan sendiri juga. Biasanya, trader bermodal besar mengikuti transaksi para trader dengan analisis teknikal. Sehingga terlihat kalau ada akumulasi besar dalam satu saham.

Ketiga, trader menengah, modal mereka di satu saham sekitar Rp100 juta -  Rp500 juta. Para trader menengah ini akan menunggu jual-beli ketika ada akumulasi dan distribusi yang sangat terlihat karena transaksi big fund dan trader bermodal besar.

Keempat, investor pemula, biasanya modal per saham sekitar Rp1 juta sampai Rp10 juta. Mereka masih mencoba memahami dalam beli saham, mana saham yang terbaik dan tidak, dan sebagainya. Akhirnya, kategori pelaku pasar yang ini menilai harga saham yang lagi naik tinggi adalah yang potensial dan bagus. Padahal, harga saham yang naik tinggi karena permintaan beli yang tinggi dari big fund, trader besar, dan trader menengah, yang artinya harga saham sudah cukup mahal. Bahkan, investor pemula juga tidak segan-segan cut loss sahamnya karena mereka belum memiliki alasan yang kuat untuk masuk ke sebuah saham.

Kelima, trader pemula, karakter modalnya sama dengan investor pemula sekitar Rp1 juta sampai Rp10 juta. Mereka juga memiliki persepsi yang sama, saham bagus adalah saham yang lagi naik. Jadi, kebiasaannya mereka beli di pucuk lalu mengalami floating loss dalam, kemudian jual. Eh, abis itu harga sahamnya naik. Hal serupa juga kerap terjadi kepada investor pemula.

Kemana investor menengah? nah kalau ada yang bertanya ini, jawabannya adalah karakter investor menengah cenderung jangka panjang banget. Jadi, mereka hanya melakukan beli dan hold jangka panjang. Sehingga tidak terlalu mempengaruhi pergerakan harga saham dalam jangka pendek. Berbeda dengan big fund yang bisa melakukan transaksi dalam setahun itu selama beberapa kali.

Lalu apakah kita nggak pernah bisa beli sebelum big fund? ya bisa aja kita beli sebelum big fund. Namun, [dalam konteks trading] kalau beli sebelum big fund ya siap dibawa sideways lama dulu. Kecuali untuk investasi, terutama saham dividen, kalau sideways pun tidak masalah.

Penyebab Investor Ritel Merasa Sering Rugi

Dari pemahaman lima kategori pelaku pasar itu, sebenarnya kita sudah menemukan apa yang membuat investor ritel sering merasa rugi.

Jadi, kami merujuk investor ritel yang merasa rugi adalah para pemula hingga level intermediate, dalam artian mereka tidak terlalu pemula, tapi masih terbawa emosi dalam setiap transaksi saham.

Sehingga, para investor ritel ini berada di level kategori keempat dan kelima. Di mana, kategori beli paling terakhir dan juga jual paling terakhir alias jadi tempat cuci piring.

Namun, bukan berarti big fund, trader besar, dan trader menengah tidak pernah rugi? mereka juga pernah rugi, tapi tidak se emosional investor ritel yang kami asosiasikan tadi.

Secara tersurat berikut faktor kenapa investor ritel sering merasa rugi:

  • Mendapatkan informasi yang telat. Dalam artian, telat menganalisis jika dibandingkan dengan big fund yang ada dalam beberapa tim. Serta, ada informasi kunci yang sampai ke publik lebih lama dibandingkan big fund. Seperti, informasi atau analisis yang bisa didapatkan via platform institusi seperti Bloomberg Terminal dan sebagainya. Sehingga, dalam eksekusi jual-beli saham cenderung terlambat
  • Membeli menunggu harga naik dengan asumsi saham yang harganya naik itu bagus. Sampai akhirnya, sering beli di pucuk jual di lembah.
  • Tidak punya alasan kenapa investasi di satu saham. Hanya mengikuti para trader padahal plannya investasi.
  • Ikut-ikutan tren saham yang lagi naik.

Nah, kamu juga mengalami hal tersebut? mau investasi saham yang tanpa pusing mikirin harga setiap hari? yuk kita mulai investasi saham dividen.

Untuk kamu yang mau coba strategi dividen investing, kamu bisa baca step by stepnya di sini:

Mau dapat guideline saham dividen 2024?

Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.

Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:

  • Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)

Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini