Memahami Lapkeu Saham DMAS dan LPPF, Jeblok Tapi Beda Nasib?

Saham LPPF dan DMAS sama-sama mencatatkan penurunan laba bersih, tapi nasibnya beda lho. Mana saham yang nasibnya lebih baik dan buruk?

Memahami Lapkeu Saham DMAS dan LPPF, Jeblok Tapi Beda Nasib?

Mikirduit – Ada dua saham dari konglomerasi berbeda, yakni PT Puradelta Lestari Tbk. atau DMAS dari Sinarmas Grup dan PT Matahari Department Store Tbk. atau LPPF dari Grup Lippo yang kinerja kuartal III/2023 jeblok. Apakah tanda-tanda keduanya suram?

Jawabannya tidak, nasib keduanya sangat berbeda meski kinerja kuartal III/2023 sama-sama jeblok. Apa perbedaannya? kami akan ulas selengkapnya di sini. 

Saham DMAS

Siapa yang nggak kaget pagi-pagi di 27 Oktober 2023, DMAS merilis kinerja dan hasilnya sangat mengejutkan. Pendapatan kuartal III/2023 turun 21,7 persen menjadi Rp983 miliar. Laba bersihnya turun 20,77 persen menjadi Rp608 miliar. 

Paling mengejutkan jika melihat data kinerja kuartal III/2023 untuk tiga bulan di Juli-September 2023. Pendapatan DMAS di tiga bulan itu cuma Rp15 miliar. Kenapa cuma? ya karena ini perusahaan sebesar DMAS yang biasanya pendapatan ratusan miliar rupiah. 

Apalagi, laba bersih cuma Rp8 miliar. Jadi banyak yang bertanya-tanya kan? ada apa nih dengan DMAS?

Nah, manajemen DMAS menyertakan press release di postingan laporan keuangannya di IDX dan menjelaskan alasan kenapa pendapatan dan laba bersihnya jeblok. 

Menurut manajemen DMAS, perseroan mencatatkan backlog penjualan yang belum tercatat sebagai pendapatan. Total backlog penjualan yang belum tercatat itu mencapai sebagian besar dari pencapai marketing sales perseroan yang senilai Rp1,37 triliun. 

Apa maksud dari backlog penjualan? jadi backlog penjualan akan diakui sebagai pendapatan usaha setelah perseroan melakukan serah terima lahan dengan konsumen. Manajemen sih bilangnya sebagian besar backlog itu akan serah terima di akhir 2023. Ditambah, perseroan juga mencatatkan beberapa backlog di kuartal IV/2023 yang kemungkinan baru tercatat di 2024. 

Hal ini sempat beberapa kali terjadi di DMAS, seperti di kuartal I/2019, kuartal I/2018, dan kuartal II/2017. 

Jika merinci pendapatan perseroan, kemungkinan ada backlog penjualan terjadi di segmen industri dan komersial. Adapun, di segmen perumahan malah mencatatkan kenaikan sebesar 453 persen menjadi Rp181 miliar. 

Untuk recurring income DMAS dari sewa dan hotel sebesar 35 persen menjadi Rp20,5 miliar. Porsi recurring income DMAS tergolong masih kecil. 

Bagaimana dengan kesehatan DMAS? jawabannya jelas cukup sehat. Perseroan menjadi salah satu yang tidak punya utang berbunga. 

Lalu apakah DMAS langsung menarik dikoleksi? jika melihat setelah rilis laporan keuangan kuartal III/2023, harga saham DMAS langsung turun 1,16 persen. 

Saat ini, valuasi DMAS berada di price to book value (PBV) sekitar 1,41 kali. Sebenarnya, posisi ini sudah murah dan menarik untuk masuk, tapi kita bisa perhitungkan untuk ambil posisi lebih murah di PBV 1,3 kali yang setara dengan standard deviasi minus 1. Jika dihitung dengan book value per share dari kuartal III/2023, titik termurahnya dalam jangka dekat bisa sekitar Rp157 per saham. 

Jika mau ambil lebih realistis, bisa pasang 5 persen dari level tersebut di Rp165 per saham. Jika turun ke level itu jelas menjadi lebih menarik. 

Pertanyaannya? dengan penurunan kinerja ini bakal ada dividen interim gak? Manajemen bakal memperhitungkan tingkat laba bersih 2023 yang akan terealisasi. Jika sesuai target, dividen interim tetap ada, tapi bukan tidak mungkin absen dividen interim juga. Soalnya, DMAS pernah absen dividen interim di 2018. Jadi, siap dengan risiko terburuk ya.

BACA JUGA: Menakar Peluang Saham Kawasan Industri Meroket

Saham LPPF

Saham LPPF yang megang matahari department store juga mencatatkan penurunan laba bersih 40 persen. Sampai akhirnya, harga saham LPPF ditutup ARB 10 persen pada 28 Oktober 2023. ARB LPPF cuma 10 persen karena termasuk saham notasi khusus. 

Jika dibreakdown sekilas, tidak ada masalah signifikan terkait kinerja LPPF selain laba kotor dan laba bersih yang turun. Soalnya, dari segi pendapatan masih naik, meski tipis 0,31 persen. 

Pertanyaannya, dengan kondisi pendapatan masih naik tipis, apa yang bikin laba bersih LPPF jeblok?

Jika dilihat ada kenaikan di pos beban usaha yangbertambah Rp500 miliar menjadi Rp2,3 triliun. Lalu, ada juga kenaikan di beban keuangan hampir Rp100 miliar menjadi Rp258 miliar. Sehingga laba bersih LPPF pun turun 40 persen. 

Menariknya, arus kas operasional LPPF ini cukup tebal di Rp1,01 triliun. Bahkan, free cash flownya mencapai Rp776 miliar. 

Masalah akan muncul ketika kita melihat bagian neraca. Di mana, LPPF cuma punya utang Rp1 triliun untuk jangka pendek tanpa ada utang jangka panjang. Apakah masalahnya di sana?

Bukan, masalahnya justru ada di ekuitas yang cuma Rp3,51 miliar. Yaps, ekuitas LPPF cuma kecil. Jika dihitung tingkat Debt to equity ratio (DER) tembus 284 kali. Bahkan, ekuitas LPPF sempat negatif juga makanya masuk ke saham notasi khusus. 

Manajemen LPPF sempat menjelaskan pada awal Agustus 2023 terkait penyebab ekuitas negatif. Ekuitas LPPF Negatif akibat tambahan modal disetor yang negatif Rp3,6 triliun. Tambahan modal disetor itu merupakan hasil dari penggabungan usaha PT Meadow  Indonesia dan Matahari pada September 2011. 

Adapun, dengan kondisi ekuitas itu, LPPF juga disoroti karena masih bagikan dividen jumbo yang dividen payout rationya hampir 100 persen dari laba bersih. Serta, melakukan buyback senilai Rp200 miliar. Meski, manajamen LPPF bilang aksi korporasi itu sudah diputuskan dengan bijak. 

Apakah LPPF menarik dibeli? tidak, sudah tinggalkan saja. Cari saham yang lain ya.

Kesimpulan

Dari dua studi kasus laporan keuangan DMAS dan LPPF ini kita menemukan dua fakta menarik yang saling bertolak belakang. 

Pertama, DMAS yang mencatatkan penurunan kinerja karena memang ada perhitungan yag belum masuk, meski sudah transaksi. Ini memang ciri khas dari emiten properti dan kawasan industri yang menjual area lahan dan bangunan. Sehingga, sebenarnya mereka sudah punya prospek pendapatan yang pasti hanya saja belum dicatatkan. 

Kedua, LPPF yang kinerjanya jeblok karena lagi beresin masalah permodalan yang sempat negatif. Perseroan pun tengah membenahi utang-utangnya sehingga kondisi perusahaan menjadi lebih sehat. Jelas, LPPF sangat berisiko untuk diinvestasikan, apalagi bisnisnya juga bukan yang lagi booming untuk mendapatkan omzet lebih tinggi. 

Dari sini, kita bisa memahami kalau kondisi laporan keuangan tidak hanya sekadar dibaca laba bersih saja, melainkan secara keseluruhan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi dari satu perusahaan tersebut.

BACA JUGA: Musim Laporan Keuangan, Ini Deretan Poin yang Wajib Dilihat

Mau dapat guideline saham dividen 2024?

Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.

Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:

  • Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)

 Yuk langsung join Mikirdividen DISKON LANGSUNG Rp100.000 klik di sini ya

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini