Fakta: Ray Dalio Sempat Benci Uang Tunai dan Obligasi

Ray Dalio pernah mengungkapkan hal yang sama dengan Timothy Ronald, yakni nggak suka sama uang tunai dan OBLIGASI. Baca penjelasan lengkapnya di sini.

Fakta: Ray Dalio Sempat Benci Uang Tunai dan Obligasi

Mikir Duit – Percaya nggak, ada lho investor dunia yang tidak suka dengan obligasi? eits, tapi ini bukan Timothy Ronald yang sempat heboh beberapa waktu lalu ya. Sosok ini adalah Ray Dalio, dia salah satu tokoh yang tidak terlalu suka dengan uang tunai dan obligasi. Mau tau alasannya?

Ketika periode pandemi Coviid-19 pada 2020-2022, Ray Dalio sering tampil di media massa dan ditanyakan apa yang harus dilakukan dengan kondisi ekonomi dalam masa pemulihan pandemi tersebut. Dalio menyebutkan jangan menyimpan cash atau uang tunai maupun obligasi.

BACA JUGA: Keberuntungan Ray Dalio Pilih Saham Pertama, Nasib Perusahaan Mau Bangkrut, tapi Tiba-tiba Harga Sahamnya Meroket

Ngomongin obligasi, jadi ingat viralnya salah satu influencer, Timothy Ronald, yang bilang kalau investasi itu hanya untuk orang b*d*h. Kok bisa sama ya? di luar itu, Dalio punya alasan kuat kenapa dia beralasan seperti itu.

Dengan gaya provokatif, Dalio menjelaskan kenapa dirinya tidak menyukai cash dan obligasi.

Pertama, harga obligasi itu dinilai terlalu fluktuatif untuk keuntungan kecil yang ditawarkan. Bahkan, perubahan harga selama satu hari bisa lebih besar daripada tingkat kupon dalam satu tahun. Dalam hal ini, Dalio merujuk ke kondisi pasar obligasi di Amerika Serikat (AS), bukan Indonesia.

💡
Dalam obligasi itu ada tiga komponen yang diperhatikan investor, yakni HARGA (pergerakan harga obligasi di pasar sekunder dengan satuan 100 persen berarti 0 jika turun ke bawah berarti turun dan jika naik ke atas berarti menguat. Harga obligasi bergerak berlawanan dengan kebijakan suku bunga bank sentral), KUPON (pendapatan pasif yang diterima pemilik obligasi setiap periode tertentu. Kupon obligasi bergerak selaras dengan tingkat suku bunga bank sentral), dan YIELD (Rata-rata return yang didapatkan investor dengan melihat kupon obligasi dan harga jual obligasi. Pergerakan yield cenderung selaras dengan kebijakan suku bunga bank sentral).

Kedua, uang tunai dinilainya juga bukan alternatif yang bagus untuk tempat simpan uang. Uang tunai memang tidak punya volatilitas harga, tapi nilainya terus tergerus inflasi tanpa adanya peluang kenaikan.

Namun, Dalio bukan berarti tidak akan pernah menyentuh obligasi dan uang tunai, melainkan dia menyarankan untuk diversifikasi aset demi meredam risiko yang ada.

"Keseimbangan adalah hal yang paling penting. Kamu tidak mungkin hanya pegang uang tunai saja atau hanya memegang obligasi saja. Saya pikir kita harus punya gudang kekayaan yang jenisnya beragam alias terdiversifikasi. Diversifikasi di sini bukan hanya punya saham dari berbagai sektor, tapi juga instrumen keuangan seperti uang tunai hingga obligasi negara," ujarnya.

Selain membahas obligasi dan uang tunai yang cocok untuk diversifikasi, Dalio juga menunjuk emas juga menjadi salah satu instrumen diversifikasi paling efektif. Emas memang tidak menjanjikan keuntungan yang bagus, tapi volatilitasnya yang berlawanan dengan kondisi ekonomi menjadi aset paling bagus untuk diversifikasi.

Di sisi lain, Dalio tidak terlalu suka dengan investasi real estate atau properti. Dia menilai properti bukanlah aset investasi yang bagus. Alasannya tidak likuid.

Sempat Revisi Omongan Kalau Uang Tunai Bukan Sampah Lagi

Saat Amerika Serikat (AS) dalam kondisi inflasi sangat tinggi dan Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS menaikkan suku bunga dengan agresif, Dalio sempat menarik omongan kalau cash adalah sampah.

Dalio mengatakan dirinya telah berubah pikiran kalau kini [Oktober 2022], uang bukanlah sampah lagi.

Soalnya, dengan tingkat suku bunga yang tinggi dan penyusutan neraca The Fed, posisi uang tunai saat ini hampir berada di posisi break even point (BEP), atau netral. Bisa dibilang bukan kesepakatan yang sangat bagus, tapi juga tidak sangat buruk.

BACA JUGA: Kisah Ray Dalio yang Hampir Bangkrut Karena Salah Prediksi

Ucapan Dalio itu merujuk kepada segala instrumen saham yang turun dalam, dan justru dengan posisi uang netral itulah yang menjadi terbaik.

Dengan posisi suku bunga tinggi, tingkat nilai tukar dolar AS akan menjadi lebih kuat. Bahkan, kinerja dolar AS bisa lebih tinggi daripada saham yang justru akan tertekan saat suku bunga tinggi.

Selain itu, dengan tingkat suku bunga tinggi, berarti peredaran uang di AS bakal lebih melambat bahkan sedikit berkurang. Terutama, Dalio melihat neraca The Fed yang berpotensi menyusut saat suku bunga tinggi.

Namun, opini Dalio ini bisa saja berubah balik lagi menyebut cash is trash jika suku bunga kembali rendah mendekati 0 persen seperti saat pandemi Covid-19.

Kesimpulan

Ucapan provokatif Dalio tentang uang tunai dan obligasi hanyalah kiasan tentang bagaimana prospek aset investasi yang bagus dengan kondisi ekonomi makro dan kebijakan moneter yang ada.

Dalio akan menyebutkan cash is trash saat suku bunga rendah mendekati 0 persen. Pasalnya, dengan suku bunga rendah, aset investasi seperti saham bisa melejit. Kalau begitu, untuk apa simpan di uang tunai maupun obligasi?

Namun, berbeda ketika suku bunga tinggi. Dalio bilang uang tunai sudah netral, bahkan kinerjanya bisa lebih baik dari saham yang turun karena tekanan prospek ekonomi melambat akibat kebijakan moneter yang lebih ketat.

Di sisi lain, ucapan Dalio pun hanya berkaitan dengan situasi di AS. Seperti, ketika dia bilang cash is trash juga karena melihat neraca keuanga The Fed yang melejit drastis yang berarti peredaran uang sangat banyak.

Bahkan, ucapannya soal obligasi investasi yang tidak menarik itu karena pergerakan fluktuasi harga obligasi di AS yang cukup tinggi dengan tingkat kupon yang rendah. Bahkan, fluktuasi harga sehari bisa melampui tingkat kupon setahun.

Dengan catatan, kupn bond treasury di AS itu hanya sekitar 3-4 persen. Artinya, pergerakan harga obligasi di sana bisa naik-turun 4-5 persen saja sudah berkinerja lebih baik daripada kupon setahunnya.

Kalau di Indonesia, obligasi ritel negara atau SBN bisa kasih 6 persen, tapi fluktuasi harganya dalam sehari hampir tidak mungkin naik-turun hingga 6 persen. Jadi, ketika Dalio mengungkapkan obligasi itu tidak bagus bukan berarti termasuk obligasi di Indonesia. Soalnya, pergerakan obligasi akan tergantung bagaimana kebijakan moneter dan perekonomian di dalam negeri juga.

Paling terpenting adalah pesan dari Dalio, yakni hal yang terpenting bukan terkonsentrasi di satu aset, tapi diversifikasi. Bukan cuma diversifikasi sektor saham, tapi juga instrumen yang berbeda dari uang tunai, obligasi, hingga emas.
Jadi, jangan langsung judge kalau investasi obligasi itu untuk orang b*d*h kayak Timothy Ronald ya.