Beli 45 Saham Cuma Modal Rp10.000, Gimana Caranya?

Mau beli 45 saham paling likuid di BEI cuma modal Rp10.000? nggak usah bingung, baca caranya di sini.

Beli 45 Saham Cuma Modal Rp10.000, Gimana Caranya?

Mikir Duit – Exchange Traded Fund alias ETF adalah jenis reksa dana yang transaksi jual-belinya mirip dengan saham. Jadi, kita nge-bid kalau mau beli dan nge-offer kalau mau jual. Banyak yang bilang ETF salah satu aset investasi yang aman, tapi kenapa kesannya masih asing di Indonesia? nah, kali ini saya Surya, Founder Mikir  Duit, bakal ceritain pengalaman investasi di ETF.

Bicara ETF, kita pasti langsung teringat kutipan Warren Buffett. Menurut sang Oracle of Omaha, julukan Buffett, ETF adalah aset investasi yang paling menarik untuk siapapun. Alasannya, ETF ini hanya mengenakan biaya rendah dibandingkan dengan reksa dana konvensional dan hedge fund.

Namun, apakah ETF di Indonesia bisa membuat kita cuan banyak?

BACA JUGA: Investasi Obligasi Tidak Bisa Bikin Kaya?

Apa Itu ETF?

ETF adalah reksa dana indeks yang dikelola secara pasif dengan mengikuti acuan indeks saham yang sudah ada seperti, IDX30, LQ45, dan lainnya. Jadi, manajer investasinya nggak perlu pusing ngotak-atik karena bakal nyesuain saja dengan saham yang ada di indeks tersebut.

Kelebihan ETF dibandingkan dengan reksa dana konvensional adalah lebih transparan. Kita bisa mengetahui apa saja saham yang ada di dalam reksa dana tersebut. Soalnya, isi dari ETF pasti sama dengan saham-saham yang ada di indeks saham terkait.

Selain itu, dengan modal lebih sedikit, kita bisa memborong seluruh saham di indeks unggulan seperti IDX30 maupun LQ45 dengan harga murah.

Misalnya, jika kita ingin memborong seluruh saham LQ45 minimal 1 lot per saham. Berarti, kita akan membutuhkan modal sekitar Rp20 juta, sedangkan jika membeli ETF cukup dengan modal Rp10.000.

Kok bisa? ya karena ketika membeli ETF, kita cukup membeli senilai harga indeks dari ETF. Misalnya, XCLQ alias ETF Passive Simas LQ45 Index punya Ciptadana itu nilainya sekitar Rp98 per lembar. Berarti, minimal modal ya Rp9.800 kan? kita sudah punya aset yang underlying-nya seluruh saham di IDX30.

Namun, kekurangan ETF yang ada di Indonesia adalah masih sepi pemain. Jadi, ketika kita beli dan mau jual kadang belum tentu ada yang beli. Padahal, harga indeks juga kadang bergerak cepat saat pasar saham sesungguhnya lagi ramai.

Lalu, layaknya investasi saham, ETF juga berpotensi membuatmu rugi jika harganya mengalami penurunan. Penyebab, harga ETF naik dan turun antara lain, pergerakan indeks saham yang diacunya juga lagi naik dan turun.

Adapun, cara beli ETF adalah cukup cari di aplikasi sekuritas-mu indeks saham yang ingin dibeli, misalnya LQ45, kamu bisa search LQ-45. Nantinya, dari situ, akan ada pilihan ETF Passive, nah itulah produk ETF yang bisa dibeli.

Pengalaman Beli ETF

Jujur, saya sangat penasaran dengan instrumen ETF karena di luar negeri begitu terkenal. Saya memulai investasi ETF pada 2019, waktu itu saya pilih ETF yang mengacu ke indeks Sri Kehati. Alasannya, saya menilai saham-saham yang punya fokus untuk membangun bisnis ramah lingkungan dan berkelanjutan punya prospek bagus. Jadi, saya putuskan mencoba investasi di ETF indeks Sri Kehati.

Sayangnya, ketika membeli, harga ETF Sri Kehati itu malah turun terus. Bahkan, setelah turun malah bergerak sideways alias tidak kemana-mana. Akhirnya, saya mau mencoba jual rugi ETF Sri Kehati itu, tapi cukup sulit juga untuk mencari pembeli.

Sampai akhirnya, di level harga tertentu saya berhasil cut loss investasi di ETF Sri Kehati yang berjalan sekitar 1 tahun lebih. Saya sudah lupa berapa besar ruginya, yang pasti waktu itu cukup tegang juga karena pertama kali melihat market crash dengan parah akibat pandemi Covid-19.

Namun, hal itu tidak membuat saya kapok untuk investasi di ETF. Setelah era pandemi selesai, lalu kerja sama antara Stockbit dengan Sinarmas Sekuritas juga usai membuat saya terpaksa memiliki akun di Sinarmas Sekuritas.

Nah, Sinarmas Sekuritas juga menjajakan reksa dana punya Sinarmas Asset Manajemen, salah satunya XSBC alias ETF Passive Simas IDX30 Index punya Sinarmas Asset Management. Kali ini saya cukup percaya diri alasannya, aset yang jadi underlying ETF-nya adalah indeks unggulan, yakni IDX30.

Namun, hanya berjalan sekitar 5 bulan, saya tidak melihat pergerakan yang signifikan. Hal itu jadi membuat galau, apakah saya membeli di harga tinggi sehingga risikonya menjadi lebih tinggi juga atau memang tidak likuid. Saat posisi keuntungan tipis sekitar 0,5 persen, saya pun mencoba jual, tapi ternyata tidak laku terjual juga. Tidak mendapatkan pembeli.

Akhirnya, saya berharap harga ETF bisa naik lagi kedepannya, eh jadinya malah turun. Sampai ketika posisi sudah break even point (BEP), akhirnya saya coba jual lagi dan kali ini berhasil.

Namun, dari dua percobaan itu saya merasa sedikit tidak cocok dengan produk ETF di Indonesia tersebut.

Kesimpulan

Apakah ETF adalah produk yang jelek? menurut saya tidak, malah mungkin bisa menarik untuk jangka panjang. Misalnya, IDX30 sudah naik sebesar 34,94 persen sejak indeks itu didirkan pada 2012, sedangkan LQ45 telah menguat 291 persen sejak 2005 hingga per 19 Maret 2023.

Namun, apa yang membuat saya ragu untuk menyimpan aset di ETF lebih lama lagi? jawabannya ada di kinerja 5 tahunan mereka yang saat ini masih negatif. Hal itu membuat saya penuh pemikiran posisi beli saat ini terlalu tinggi sehingga risiko penurunan harga akan lebih mungkin terjadi.

Di luar itu semua, produk ETF bisa menjadi salah satu instrumen alternatif untuk mendiversifikasi aset investasimu agar lebih kuat menghadapi risiko ketidakpastian ekonomi maupun pasar saham.