Suku Bunga Makin Tinggi, Saatnya Cash is The King?

Bank Indonesia baru saja menaikkan suku bunga menjadi 6 persen. Lalu, apakah saat ini waktu yang tepat pindahkan dari aset saham ke aset likuid alias cash?

Suku Bunga Makin Tinggi, Saatnya Cash is The King?

Mikirduit – Bank Indonesia menaikkan lagi suku bunga acuan menjadi 6 persen. Sebenarnya ini langkah bagus untuk menstabilkan nilai rupiah yang terus melemah, tapi tidak bagus bagi laju ekonomi, dan prospek pasar saham. Hal ini membuat kami jadi ingat kata Ray Dalio saat suku bunga tinggi berarti cash is good. Apa maksudnya?

Ray Dalio, pendiri Bridgewater, pernah mengungkapkan alasan tiba-tiba dia bilang cash is good. Padahal, ketika awal 2020, dia sebut cash is trash. Apakah cash dalam arti aset likuid seperti deposito, reksa dana pasar uang, obligasi, dan lainnya akan lebih menarik dibandingkan dengan saham saat ini?

Di sini, Ray Dalio menjelaskan ketika dirinya menyebut cash is trash itu terjadi saat suku bunga Federal Reserve (The Fed) mendekati 0 persen. Namun, cash is good ketika suku bunga The Fed berada di atas 5 persen saat ini. 

Cerita selanjutnya dari Ray Dalio di Linkedin-nya lebih membahas perspektif aset likuid yang disebutnya cash di Amerika Serikat. Pertanyaannya saat ini, apakah cash is good juga di Indonesia? 

Untuk itu, kita akan membandingkan tren suku bunga deposito, SBN, dan reksa dana pendapatan tetap serta pasar uang dengan pergerakan pasar saham. 

Tren Suku Bunga Deposito

Tren suku bunga deposito lanjut mencatatkan kenaikan. Dari data SEKI Bank Indonesia sampai Agustus 2023, tren suku bunga bank BUMN dan bank swasta nasional mencatatkan kenaikan mulai dari 40 basis poin hingga hampir 1 persen. 

Untuk bank BUMN, tingkat suku bunga tertinggi untuk periode simpan 2 tahun sebesar 5,76 persen per tahun. Untuk bank swasta nasional paling tinggi di periode 6 bulan sebesar 5,14 persen per tahun. 

Jika mengutip Ray Dalio, dia menyebutkan saat suku bunga naik dan tingkat suku bunga bebas risiko (dalam ini saya artikan suku bunga yang dijamin) lebih dari 1 persen di atas inflasi, maka cash atau aset likuid bakal menarik. 

Menariknya, sampai September 2023, tingkat inflasi di Indonesia secara tahunan hanya 2,28 persen. Lalu, tingkat suku bunga LPS atau LPS rate perbankan sebesar 4,25 persen. Artinya ada selisih 1,9 persen antara suku bunga bebas risiko dengan inflasi. Apakah artinya sudah menarik?

Tentu tidak, tingkat suku bunga bebas risiko 4,25 persen itu belum dipotong pajak bunga 20 persen. Artinya, tingkat keuntungan sesungguhnya hanyalah 3,4 persen. Jika dihitung, selisihnya masih kurang dari 1 persen. Artinya deposito bank masih belum menarik, meski tingkat suku bunga sudah tinggi. 

Kuncinya di sini kami membahas tingkat suku bunga deposito bebas risiko bukan deposito yang di atas LPS rate.

BACA JUGA: Suku Bunga BI Naik Lagi, Ini Dampaknya Kepada Kehidupan Kita

Tren Surat Berharga Negara (SBN)

Bicara SBN akan ada dua jenis, yakni SBN non-ritel seperti FR, serta SBN ritel. Kira-kira seberapa menarik menempatkan mayoritas dana ke SBN untuk sementara ini? 

Pertama, kami akan membicarakan SBN non-ritel, yakni FR. Sebenarnya, FR ini sekarang bisa dibeli dengan modal lebih terjangkau di salah satu platform investasi. Namun, jika kamu ingin tetap beli di bank, modal minimalnya sekitar Rp50 juta sampai Rp100 juta. Itu pun dikasih harga obligasi yang selisihnya kurang bagus untuk margin keuntungan banknya sebagai agen penjual. Untuk itu, kami akan coba simulasi pembelian di bank. 

Dalam membeli FR, kita harus membeli di pasar sekunder, di mana jika tingkat kupon tinggi, berarti harga obligasinya juga mahal. Dengan begitu, kita coba pilih tingkat kupon dan harga yang terbaik. 

Misalnya, kita mencari FR yang tenornya kurang dari 5 tahun. Kami pilihkan ada tiga seri yang menarik, yakni FR47. FR56, dan FR59. 

FR47 menarik karena memberikan tingkat kupon 10 persen per tahun, meski harganya tembus 113 persen. Lalu, FR56 yang terbaik kedua dengan menjanjikan tingkat kupon 8,37 persen per tahun. Harganya juga lebih murah dari FR47, yakni 106 persen. Terakhir, FR59 yang kasih kupon 7 persen per tahun dan harganya lebih murah lagi 102 persen. 

Dengan kondisi itu, mana SBN non-ritel terbaik saat era suku bunga tinggi ini?

Jawabannya adalah FR59 yang kami hitung dengan harga jual bank di 102 persen dan kupon 7 persen, SBN non-ritel ini memberikan keuntungan sekitar 7,73 persen, sedangkan dua FR lainnya sekitar 5,75 persen dan 5,53 persen. 

Lalu, formula Ray Dalio lainnya adalah jika suku bunga (atau tingkat keuntungan) lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi, berarti aset likuid atau cash itu menarik.

Jika dihitung inflasi Indonesia pada September 2023 sebesar 2,28 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen, berarti totalnya sekitar 7,45 persen. Berarti, FR 59 yang sudah dihitung potong pajak bunga 10 persen itu menarik untuk diborong.

Kedua, bagaimana dengan SBN ritel? oke kita akan hitung menggunakan acuan ORI-24 yang tingkat kupon tenor 1 tahunnya sekitar 6,1 persen per tahun. Dengan asumsi SBN ritel risk free [sebenarnya FR juga hanya saja kita coba formula yang lain], berarti total keuntungan setelah pajak sebesar 5,49 persen. Dengan tingkat inflasi 2,28 persen, berarti ada selisih lebih dari 2 persen yang membuat ORI024 juga menarik saat ini. 

BACA JUGA: Saham Bank Paling Cuan Saat Suku Bunga Tinggi? Jawabannya Tidak

Tren Reksa dana Pasar Uang dan Pendapatan Tetap

Untuk reksa dana pasar uang, kami ambil simulasi produk Syailendra Sharia Money Market Fund. Sampai September 2023, produk reksa dana ini mencatatkan kenaikan sebesar 4,23 persen. 

Namun, berhubung reksa dana, meski pasar uang, hitungannya tidak risk free. Alasannya, kita tidak tahu rate yang didapatkan di deposito bank sesuai atau lebih tinggi dari LPS rate. Jadi perhitungannya menggunakan formula kedua, yakni jika keuntungan lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi, berarti produk itu menarik sebagai alternatif saat suku bunga tinggi. 

Hasilnya, jelas tidak cocok sebagai alternatif karena tingkat keuntungan setahun terakhir lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi. 

Sementara itu, untuk reksa dana pendapatan tetap, kami mencoba Panin Dana Obligasi Bersama Tiga yang dalam setahun terakhir mencatatkan keuntungan hingga 8,85 persen. 

Produk reksa dana ini menempatkan dana ke beberapa obligasi seperti, Obligasi korporasi INKP, PNBN, LTLS, dan MDKA. Namun, porsi terbesar ada di Obligasi Negara FR0082, Obligasi negara FR0080 yang jika ditotal keduanya mencapai 50 persen dana kelolaan. 

Jika menggunakan formula yang kedua, keuntungan setahun reksa dana pendapatan tetap ini sudah di atas pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi. Hanya saja, risikonya pergeraka reksa dana pendapatan tetap lebih berfluktuasi dibandingkan pasar uang maupun SBN. 

Namun, jika tren ke depannya suku bunga cenderung turun, berarti arah pergerakan reksa dana pendapatan tetap bakal lebih positif. 

Kesimpulan: Jadi Pindahkan Aset Sementara dari Saham?

Sebenarnya gini, ketika kalimat Ray Dalio bilang Cash is Good, artinya adalah sebagai investor kita bisa menempatkan dana di aset yang risikonya lebih rendah, tapi keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan saham. 

Buktinya, dalam setahun terakhir, indeks harga saham gabungan turun 0,51 persen, sedangkan indeks LQ45 turun 6 persen. Pasti ada yang menyanggah, kan ada saham yang naik lebih tinggi? 

Ya benar, jika dilihat dalam setahun terakhir ada 40 saham yang harganya naik di atas 10 persen. Namun, jika dibandingkan dari segi risiko, tingkat kepastian mendapatkan 7 persen per tahun di obligasi jelas lebih bagus dibandingkan potensi dapat keuntungan di atas 10 persen dari kenaikan harga saham yang risikonya bisa lebih besar saat suku bunga lagi tinggi. 

Berarti, kita harus alihkan seluruh aset saham ke SBN atau reksa dana? jawabannya tidak harus semuanya dipindahkan ke aset lebih rendah risiko. Lalu bagaimana cara pindahkan pilah-pilih asetnya?

Pertama, jika kamu ada saham yang pegang di harga bawah banget dan mustahil didapatkan lagi. Oke itu HOLD keras. 

Kedua, kamu ada saham yang pegangnya nggak di bawah-bawah banget, tapi ini kinerja saham oke di mana punya prospek pertumbuhan oke juga ke depannya, serta dia bagi dividen lumayan. Ini masih bisa di HOLD. 

Lalu, yang seperti apa yang harus dilepas?

Pertama, saham yang sudah floating loss dan prospeknya suram. Ya ini, lebih baik cut loss dan pindahkan ke aset yang lebih rendah risiko dulu. 

Kedua, saham yang baru cuan tipis banget dengan rencana jangka pendek. Itu mending langsung dijual dulu aja untuk dipindahkan ke aset yang lebih rendah risiko.

Dengan begitu, asetmu akan tetap bertumbuh positif, meski pasar saham berfluktuatif dan posisi suku bunga tinggi. 

Siap mengatur alokasi aset portofolio investasimu lebih beragam saat posisi suku bunga tinggi?

Mau dapat guideline saham dividen 2024?

Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.

Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:

  • Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)

 Yuk langsung join Mikirdividen DISKON LANGSUNG Rp100.000 klik di sini ya

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini