Review 3 Saham Consumer Goods Besar, Kapan Bangkitnya?

Sektor saham yang oke 2023 belum terlihat nih. Selain nikel, apakah saham consumer goods yang sudah tenggelam bisa bangkit lagi? baca reviewnya di sini

Review 3 Saham Consumer Goods Besar, Kapan Bangkitnya?

Mikir Duit – Pesona saham consumer goods seolah sudah pudar sejak harga PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) terus turun pasca pemecahan nilai saham atau stock split. Ditambah, PT Indofood CBP Tbk. (ICBP) nekat ambil utang besar untuk akuisisi Pinehill. Pertanyaannya, kapan saham consumer goods ini bisa bangkit ya?

Saham consumer goods sering disebut sebagai saham defensif. Alasannya kuat, saham Consumer goods menjual produk-produk kebutuhan pokok manusia. Artinya, permintaan produk itu akan selalu ada. Kinerja keuangan mereka pun harusnya kokoh. Lalu, kenapa harga sahamnya bisa dibilang tidak kemana-mana ya hampir 5 tahun terakhir?

Meski, bisnis saham consumer goods terkesan kokoh, tapi risikonya juga lumayan. Beberapa tantangan bisnis consumer goods:

  • Bisnis padat karya, artinya ada risiko kenaikan beban gaji setiap tahun
  • Bahan baku komoditas, berisiko terkena biaya akibat fluktuasi harga bahan baku
  • Persaingan ketat, banyak produk baru yang mematok harga lebih murah yang menjadi tantangan bagi perusahaan consumer goods existing

Lalu, saham consumer goods mana yang menjadi paling menarik di 2023? kita akan ulas secara detail tiga saham consumer goods besar, yakni PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR), PT Indofood CBP Tbk. (ICBP), dan PT Mayora Indah Tbk. (MYOR).

BACA JUGA: Begini Ramalan Dividen Saham Consumer Goods Terbaik di Indonesia

Prospek Saham UNVR

Saham UNVR pernah menjadi salah satu saham termashur di masanya, bahkan jadi salah satu saham termahal di BEI sebelum akhirnya melakukan aksi pemecahan saham dengan rasio 1:5 pada akhir 2019.

Namun, kenapa setelah stock split harga saham UNVR malah terus turun ya? bahkan tidak pernah bangkit lagi. 8 dari 10 investor saham UNVR yang beli stock split pasti langsung menyalahkan aksi korporasi tersebut. Padahal, saham UNVR sesungguhnya sudah selesai sejak 2012. Saat itu, pendapatan tahunan UNVR hanya tumbuh 16,33 persen, lebih lambat dari pertumbuhan 2011 yang mencapai 19 persen.

Masalahnya terjadi setelah itu, UNVR seperti kesulitan mendongkrak pertumbuhan pendapatannya lebih tinggi lagi. Bahkan, kini UNVR kesulitan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan di atas 10 persen.

Untuk menjaga agar rasio margin kotor dan bersih terjaga, UNVR cenderung melakukan efisiensi. Hal itu membuat margin kotor UNVR stabil di 50 persen dari periode 2012-2021. Sayangnya, setelah itu margin kotor UNVR tertekan hingga 46 persen di 2022, serta ekspektasi margin UNVR di 2023 sebesar 49 persen.

Begitu juga margin keuntungan bersih UNVR yang sebelumnya konsisten di atas 15 persen, kini sudah merangsek ke bawah 15 persen. Margin keuntungan UNVR 2022 turun menjadi 13 persen dan ekspektasinya margin itu tidak berubah di 2023.

Apa yang terjadi? UNVR kesulitan melakukan penetrasi pasar menjadi lebih tinggi lagi karena posisinya saat ini sudah terlalu besar. Malah, yang ada pasar yang ada di tangannya mulai beralih ke produk yang lebih murah karena kondisi ekonomi global yang tidak terlalu bagus. Sayangnya, keluarnya konsumen lama masih lebih tinggi daripada masuknya konsumen baru sehingga kinerja UNVR cenderung stagnan hampir dari 1 dekade terakhir.

Dari situlah, daya tarik UNVR cenderung memudar, janji manis bikin produk baru pun masih dipertanyakan. Beban promosi dan pemasaran yang tinggi pun tidak mampu mendongkrak penjualan lebih tinggi lagi.

Di sisi lain, UNVR di Indonesia juga susah untuk ekspansi ke luar negeri. Malah, terakhir mereka jual pabrik dan lini bisnis yang produksi produk ke luar negeri. Akhirnya, pasar yang bisa diambil ya di-situ-situ aja.

Kamu masih berharap dengan saham UNVR?

BACA JUGA: Laba UNVR Turun, tapi Makin Menarik untuk Diborong?

Prospek Saham ICBP

Sedikit berbeda dengan UNVR, pertumbuhan bisnis ICBP masih terus berlanjut hingga saat ini. Meski, saham ICBP sempat mengalami gejala yang sama seperti UNVR, yakni kesulitan mencatatkan pertumbuhan bisnis yang signifikan pada medio 2014-2017.

Namun, setelah itu, ICBP memperbaiki kinerjanya dan terus mendorong pertumbuhan pendapatan hingga kembali di atas 10 persen. Salah satu jurus jitu ICBP adalah mengakuisisi Pinehill, produsen mie instan terafiliasi ICBP yang beroperasi untuk jualan di Timur Tengah dan Afrika.

Hasilnya, kini ICBP terus kembali on the track untuk mencatatkan kinerja yang apik. Meski, banyak komentar miring dari BPOM beberapa negara terkait adanya kandungan etilen oksida di produk ekspor ICBP, tapi hal itu wajar. Banyak kejadian itu bisa terjadi karena persaingan usaha dan menunjukkan seberapa larisnya produk tersebut di negara lain.

Menariknya, dari segi gross profit margin, posisi ICBP memang tidak sebesar UNVR, tapi kenaikannya lebih konsisten anak usaha di Grup Indofood tersebut. Dari rata-rata di bawah 30 persen pada 2011-2014, kini sudah naik ke atas 30 persen. Teranyar, gross profit margin ICBP di 2023 di ekspektasikan naik menjadi 36 persen dari 34 persen pada 2022.

Ditambah, rasio net profit margin ICBP juga makin menarik. Ekspektasinya, net profit margin ICBP bisa naik menjadi 21 persen. Angka itu menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah perseroan selama melantai di bursa.

Namun, jangan lupa lonjakan net profit margin ICBP itu didorong oleh pendapatan keuangan karena ada untung selisih kurs dari aktivitas pendanaan, atau bisa dibilang dari nilai utangnya hampir Rp2 triliun. Jika tanpa itu, kinerja ICBP masih kurang begitu bagus.

Artinya, jika hal ini mampu mengerek harga saham ICBP, siap-siap saja risiko di kuartal II/2023 atau malah di tahun depan.

Prospek Saham MYOR

Paling menarik adalah MYOR, yang lagi agresif menjadi pesaing kompetitor lainnya. MYOR banyak mengembangkan produk baru, salah satunya bolu kemasan yang berpotensi menyaingi produk Mondelez International, Oreo.

Kinerja keuangan MYOR menunjukkan tren penurunan paling terakhir dibandingkan dengan UNVR dan ICBP. MYOR mulai mencatatkan perlambatan penjualan pada 2019 dan diperburuk kondisi pandemi Covid-19. Namun, MYOR bisa memulihkan kinerja keuangannya dengan lebih cepat.

Sayangnya, dari segi margin keuntungan, pergerakan MYOR cenderung stagnan. Meski, di 2023 diprediksi bisa mencatatkan kenaikan. Gross profit margin MYOR diperkirakan bisa kembali tembus 27 persen pada 2023, sedangkan net profit marginnya bisa tembus 9 persen, yang menjadi level tertinggi sejak 2013. Jika itu terrealisasi, jelas saham MYOR kembali menarik.

Apalagi, karakter MYOR sama seperti ICBP, mereka masih bisa mengembangkan pasar di luar negeri. Sehingga pertumbuhan kinerja keuangannya bisa lebih atraktif dibandingkan dengan UNVR. Produk MYOR juga menyasar kalangan menengah ke bawah yang pasarnya cukup besar.

Pertanyaannya, sejauh apa saham MYOR bisa melaju dan merebut pangsa pasar secara perlahan dari para pemain di atasnya secara global serta mempertahankan pasar di domestik dari serbuan para pemain baru?

Salah satu strategi efisiensi MYOR adalah dengan menggunakan konsep shrinkflation, jadi harganya tidak berubah, melainkan ukuran produknya mengecil. Itu terlihat dari salah satu produknya bermerek Roma.

Kesimpulan

Jika disuruh milih, kami akan lebih melirik ICBP dan MYOR yang punya peluang ekspansi lebih besar ke luar negeri. Produk keduanya di dalam negeri juga menjadi pemimpin pangsa pasar.

Namun, untuk masuk ke-kedua saham itu jelas harus menunggu harga sahamnya murah. Di sisi lain, PE ICBP akan terlihat murah pada kali ini karena ada lonjakan kenaikan laba bersih dari selisi kurs mata uangnya hingga hampir Rp2 triliun.

Secara hitung-hitungan, posisi harga ICBP yang menarik jika kinerja operasionalnya masih di-sini sini saja adalah sekitar Rp8.000-an per saham. Sedangkan, saat ini, harga saham ICBP sudah hampir melejit ke Rp11.000-an per saham.

Untuk MYOR, sebenarnya saham ini menarik, cuma ya kurang likuid saja. Jadi, kalau beli, belum tentu jualnya gampang. Nunggu ada pasukan yang mau beli lagi untuk bisa jual.

Nah, kalau kamu pilih saham consumer goods yang mana?