Peluang dan Risiko Saham DKFT yang Harganya Sudah Meroket 80 Persen

Ada saham yang terbang hampir 80 persen sebulan, tetapi harga-nya masih dinilai murah atau terdiskon 17 persen. Artinya, masih ada peluang lanjut naik lagi, saham apa ini? dan gimana prospeknya?

saham dkft

Mikirduit  - Harga saham DKFT sudah meroket sekitar 80 persen dalam sebulan terakhir. Kira-kira, bagaimana peluang dan risiko saham yang juga koleksi LKH ini ke depannya?

Jika ditarik mundur dalam sebulan terakhir sampai periode Jumat lalu (16/5/2025), harga saham DKFT naik dari level Rp222 per lembar menjadi Rp396 per lembar, melesat 78,38 persen. 

Sehari sebelumnya, bahkan sempat mencapai level tertinggi sepanjang masa di Rp414 per lembar.  Lantas apa yang bikin saham DKFT ini menarik? 

Sumber : Stockbit, 16 Mei 2025

Bisnis Utama DKFT

Sebelum bahas apa yang menarik, mari kita kenalan dulu dengan bisnis yang dilakukan DKFT untuk meraih pendapatan. 

Bisnis pertama yang dilakukan ada melakukan penambangan bijih nikel. Perusahaan ini punya tiga tambang yaitu PT Bumi Konawe Abadi, berlokasi di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Lalu ada PT Mulia Pacific Resources, berlokasi di Morowali Utara, Sulawesi Tengah dan PT Itamatra Nusantara, berlokasi di Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

Kedua, ada bisnis pengolahan nikel atau smelter dengan hasil jadi Feronickel (Fe) dan Nickel Pig Iron (NPI), terletak di Morowali Utara, Sulawesi Tengah. 

Smelter ini mulai beroperasi sejak 2018 yang merupakan hasil joint venture dengan PT Macrolink Nickel Development, menghasilkan entitas anak yaitu PT COR Industri Indonesia (PT CORII). 

Kabar baiknya, DKFT pada tahun lalu sudah mengakuisisi kepemilikan CORII 100 persen dan bersiap membangun smelter tahap II dari tahun ini sampai 2026. Prospeknya, hasil olahan nikel nantinya akan bisa digunakan sebagai material untuk baterai kendaraan listrik (EV). 

Beralih ke bisnis ketiga, DKFT memiliki pertambangan batu kapur yang letaknya di Morowali Utara dan Konawe Utara. 

Gimana Profitabilitas-nya? 

Setelah kita tahu bisnis apa saja yang dimiliki DKFT. Dari sini kita bisa mengukur seberapa besar kontribusi dari tiap segmen-nya. 

Jika dilihat dari operasi bisnisnya, tambang nikel bisa dibilang jadi tulang punggung. Tiga tahun ke belakang ini sampai 2024, produksi bijih nikel naik pesat dan sejalan dengan volume penjualan yang naik ratusan persen secara tahunan . 

Untuk catatan, produksi bijih nikel DKFT pada 2024 mencapai 2,9 juta ton, melampaui target produksi manajemen sebesar 2,2 juta ton. 

Sementara itu, untuk batu kapur baru menyumbang produksi pada 2024 sebanyak 157.581 ton, dengan penjualan sebanyak 145.280 ton. 

Sedangkan untuk pengolahan feronickel (Fe) malah mandeg sejak 2022 dan belum beroperasi hingga kini karena kesulitan pasokan untuk batu bara kokas. 

 

Sumber : Laporan tahunan, dalam metrik ton.

 Meski begitu, dari kegiatan operasional ini terbukti memberikan kinerja moncer pada aspek profitabilitas-nya. 

Pada 2024 pendapatan DKFT mencapai Rp1,46 triliun, melesat 80 persen secara tahunan. Sementara bottom line atau laba bersih yang diatribusikan ke entitas induk terbang 484,3 persen menjadi Rp366 miliar. 

Berlanjut pada kuartal pertama tahun ini, profitabilitas juga kembali ciamik. Top line mencapai Rp421 miliar, melonjak 427 persen dan laba bersih Rp138 miliar, naik lebih pesat sampai 819,9 persen. 

Pengelolaan pendapatan menjadi laba juga terbilang efektif. Secara kuartalan margin laba kotor (GPM) naik dari 42,37 persen jadi 52,05 persen. Hal ini mendorong margin laba bersih (NPM) melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi 32,75 persen. 

Sumber : Stockbit, 16 Mei 2025

Prospek dan Risiko Bisnis Bijih Nikel di Pasar Domestik 

Penjualan bijih nikel di pasar domestik masih akan menjadi bisnis tulang punggung DKFT pada tahun ini dan tahun-tahun ke depan. 

Pada tahun lalu, di Indonesia sempat ada penundaan izin tambang bijih nikel yang membuat pasokal lokal jadi terbatas. Hal itu membuat pabrik smelter impor 10,4 juta ton dari FIlipina. 

Story itu kemudian berubah tahun ini dengan izin yang lebih mendukung. Oleh karena itu, DKFT punya peran untuk mengisi posisi permintaan ini. Apalagi dengan kinerja historis yang cepat dalam produksi. 

Dalam empat tahun terakhir, CAGR produksi bijih nikel mencapai 52% dan volume penjualan 43%. Target produksi ke depan juga dinaikan mencapai 7 juta ton per tahun secara bertahap dalam jangka menengah. Sebagai catatan, DKFT sudah punya pelanggan tetap seperti NCKL dan MBMA.

Tapi, ada risiko yang perlu dicatat juga yaitu cadangan dan umur tambang yang terbatas. Berdasarkan data laporan keuangan, cadangan DKFT sekitar 14,3 juta ton, setara dengan umur tambang 4,9 tambang pada target dasar dan 3 tahun pada kapasitas maksimum. 

Jika target produksi bisa mencapai 7 juta ton per tahun, maka umur tambang tentu bisa lebih pendek dari yang diperkirakan. 

Meski begitu, eksplorasi dan pengeboran masih dilakukan guna meningkatkan cadangan dasar-nya dan masih diperbarui secara berkara. Sebagai catatan, kadar bijih nikel rata-rata milik DKFT di 1.6% - 1,7%, masih ada area dengan kadar 2% - 2,1% yang bisa dijual dengan harga lebih mahal. 

Prospek Bisnis Hilirisasi Nikel Jadi Material EV 

Beralih ke prospek selanjutnya dari bisnis nikel ini tak hanya sampai bijih mentah-nya saja. DKFT dalam jangka panjang melakukan hilirisasi yang hasilnya diprediksi bisa menjadi material untuk kendaraan listrik (EV). 

Setelah rencana pembangunan smelter DKFT sempat terhenti pada 2020-2021 akibat pandemi Covid-19, Ke depan, perusahaan akan ekspansi membangun fasilitas HPAL yang mengolah bijih nikel limonit jadi mixed hydroxide precipitate (MHP), material katoda baterai EV. Pembangunan smelter tahap II ini rencananya dimulai tahun ini sampai tahun ke depan, dan untuk komersialnya masih belum diketahui kapan.

Saham ASII Bisa Dilindas Brand Mobil Listrik China? Simak 5 Faktanya di Sini
Saham ASII lagi disorot terus menerus setelah makin banyak mobil China seperti Chery dan BYD. Apakah, ASII akan suram?

Dibandingkan pemain  smelter yang sudah lebih dulu beroperasi, DKFT bisa dibilang pendatang baru. Apalagi smelter yang dimiliki DKFT saat ini malah menganggur sudah tiga tahunan dan teknologi yang dimiliki baru sampai blast furnace, smelter yang mengolah bijih nikel dengan hasil akhir bahan baku stainless steel. 

Di Indonesia yang memiliki smelter HPAL bisa dibilang terbatas. Sampai 2024 terhitung hanya dari NCKL dan MBMA yang sudah beroperasi. Sementara yang lainnya masih berupa RKEF dan pengembangan HPAL.  

Sumber : Data dikumpulkan mandiri

Peluang Dividen di 2025

Salah satu yang menarik dari DKFT adalah tingkat saldo laba defisitnya sudah kembali positif sehingga perseroan bisa kembali membagikan dividen. DKFT membagikan dividen terakhir kali pada 2013 dengan tingkat payout ratio sebesar 83 persen. Jika dilihat periode 2011-2013, rata-rata payout ratio DKFT sekitar 60-80 persen.

Dengan menggunakan asumsi rentang payout ratio tersebut, berarti dividen DKFT periode tahun buku 2024 bisa sekitar Rp38 - Rp52 per saham. Jika dihitung dengan harga penutupan per 16 Mei 2025, berarti tingkat dividend yield-nya sekitar 9-13 persen.

Namun, kemungkinan pembagian dividen ini belum pasti mengingat DKFT berencana ekspansi melanjutkan pembangunan smelternya yang bakal butuh modal. Sehingga pembagian dividen bisa tertunda atau dengan porsi yang lebih kecil.

Kesimpulannya.. 

Bisnis DKFT ini masih akan bergantung pada tambang bijih nikel paling tidak untuk 2-3 tahun ke depan dan ini masih menarik karena DKFT sudah punya pelanggan tetap, ditambah produksi yang cepat dan pertumbuhan profitabilitas yang solid. 

Namun, yang jadi PR adalah cadangan dan umur tambang yang terbatas ini harus bisa diimbangi dengan proyek hilirisasi nikel dengan lebih optimal. Apalagi perusahaan punya smelter menganggur dan ekspansi smelter HPAL tentu membutuhkan biaya lebih mahal. 

Walau begitu, perusahaan masih punya posisi kas cukup tebal sampai Rp606,12 miliar dan free cash flow sampai Rp200 miliar. Ini masih memungkinkan untuk ekspansi dan mendukung kemampuan bayar utang dengan baik, tercermin dari Current Ratio di 2,12 kali dan Quick Ratio di 1,87 kali, sementara Debt Equity Raio (DER) di 0,64 kali. 

Dari sisi valuasi memiliki dua sudut pandang. Pertama, secara historis 5 tahunnya, PBV dari DKFT ini meroket sangat tinggi ke atas standar deviasi +2 yang menjadi pertanda dari harga sudah cukup tinggi atau tingkat volatilitasnya juga sangat tinggi dari rata-rata historisnya.

Meski begitu, dari segi perbandingan PE secara sektoral. melansir Simply Wall St periode 16 Mei 2025, menggunakan metrik Price to Rarning Ratio (PER) DKFT dihargai di level paling murah sebesar 4,5 kali, lebih rendah dari rata-rata industri di 12,4 kali. Dengan catatan, kompetitor yang dibandingkan dengan DKFT sudah memiliki smelter seperti, NCKL, INCO, dan ANTM.

Gimana, menurutmu Apakah DKFT masih menarik?

Mau Konsultasi Porto Saham-mu Bersama Lebih dari 500 Investor Lainnya?

Kamu bisa temukan dan tanyakan dengan Join membership Mikirsaham (dulu bernama Mikirdividen) dan dapatkan benefit:

  • Pilihan saham value-growth investing bulanan
  • Pilihan saham dividen yang potensial
  • Insight saham komprehensif serta actionnya
  • IPO digest untuk menentukan action-mu di saham IPO
  • Diskusi saham dan rekap diskusinya
  • Event online bulanan
  • Update porto founder jangka pendek, menengah, dan panjang setiap e bulan

Gabung Mikirsaham sekarang dengan klik di sini

Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini