Pelajaran dari Malaysia Soal Pengelolaan Dana Pensiun

Dana pensiun masyarakat Malaysia usia 51-55 tahun disebut hanya bisa mencukupi kehidupan 3 tahun setelah pensiun. Apa yang sebenarnya terjadi?

Pelajaran dari Malaysia Soal Pengelolaan Dana Pensiun

Mikir  Duit – Lembaga dana pensiun karyawan atau seperti BPJS Ketenagakerjaan di Malaysia mencatatkan penurunan dana kelolaan secara drastis setelah periode pandemi Covid-19. Masalahnya bukan sekadar penurunan dana kelolaan, tapi tabungan dana pensiun masyarakat Malaysia berusia 51-55 tahun diperkirakan hanya cukup membiayai hidup mereka 3 tahun setelah masa pensiun. Apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang bisa kita pelajari dari kasus ini?

Dana pensiun pekerja Malaysia yang menyusut ini disebabkan penarikan besar-besaran saat pandemi Covid-19 pada 2020 kemarin. Selama pandemi Covid-19 hingga saat ini, ada penarikan dana pensiun oleh masyarakat Malaysia sekitar 145 miliar ringgit atau setara Rp492 triliun.

Penarikan besar-besaran itu membuat terjadinya penurunan dana kelolaan lembaga dana pensiun di Malaysia untuk pertama kalinya.

Bank sentral Malaysia, Bank Negara Malaysia, pun menilai kondisi susutnya dana kelolaan di lembaga dana pensiun itu menjadi peringatan bahaya. Hal itu menandakan penarikan dana pensiun lebih cepat akibat pandemi Covid-19 bisa mengganggu stabilitas keuangan masyarakat di Malaysia.

BACA JUGA: Alasan Warga Prancis Mengamuk Setelah Masa Pensiun Diperpanjang

Masalah Struktural dari Upah, Kebiasaan Utang, dan Pengelolaan Dana Pensiun yang Buruk

Bank sentral Malaysia pun telah membuat laporan yang diterbitkan pada 29 Maret 2023 berisi kondisi pensiunan Malaysia sudah mulai mengerikan saat periode awal pandemi Covid-19 di 2020. Hal itu disebabkan oleh tingkat upah yang rendah. Sehingga masyarakat Malaysia yang pensiun di usia 55 tahun, rata-rata akan kehabisan dana pensiunnya dalam 5 tahun ke depan.

Parahnya, setelah adanya penarikan dana pensiun besar-besaran di era pandemi Covid-19, rata-rata tabungan dana pensiun masyarakat Malaysia itu hanya bisa menghidupi selama 3 tahun setelah pensiun.

"Dengan harapan jidup global yang diprediksi meningkat hingga di atas 77 tahun pada 2050, berarti rata-rata orang Malaysia berisiko kehabisan tabungan dana pensiun ketika 19 tahun sebelum meninggal," tulis bank sentral Malaysia dalam laporannya.

Adapun, generasi milenial disebut yang paling terpukul. Selama periode 2020 hingga 2022, generasi milenial Malaysia disebut paling banyak menarik tabungan dana pensiunnya lebih awal. Dengan begitu, rata-rata generasi Milenial berpotensi kehilangan 94.000 ringgit atau setara Rp300 juta ketika mereka pensiun di usia 60 tahun.

Pemerintahan Malaysia pun lagi memutar otak untuk memperkuat struktur dana pensiun masyarakatnya.

Beberapa cara yang digunakan antara lain, membatasi penarikan dana pensiun, memberikan subsidi 500 ringgit atau setara Rp1,69 juta untuk pemilik dana pensiun di bawah 10.000 ringgit atau setara Rp33 juta.

Ditambah, pemerintah Malaysia juga ingin memberikan relaksasi kepada masyarakat yang ingin mengajukan kredit ke bank dengan jaminan dana pensiunnya.

Namun, wacana dari pemerintah Malaysia itu langsung dicecer oleh oposisi. Pihak oposisi meminta pemerintah memberikan kelonggaran penarikan dana pensiun lebih awal beberapa kali lagi.

Alasannya, masyarakat Malaysia butuh uangnya saat ini, bukan di masa depan. Lalu, sorotan juga muncul ke wacana relaksasi pengajuan kredit dengan jaminan dana pensiun. Alasannya, bisa-bisanya perdana menteri membiarkan orang miskin mengambil pinjaman.

Apa yang Bisa Dipelajari dari Kasus di Malaysia?

Permasalahan utama di Malaysia adalah tingkat upah yang rendah. Jujur, kita juga tidak bisa mendeteksi secara umum bagaimana nasib keuangan dana pensiun mayoritas masyarakat di Indonesia. Bisa jadi lebih buruk, tapi memang tidak menjadi perhatian pemerintah.

Di luar biasnya kondisi di Indonesia, ada beberapa hal yang harus jadi perhatian dalam mengelola dana pensiun di tengah tingkat upah yang rendah.

Pertama, suka tidak suka kita harus berupaya untuk menambah sumber pendapatan tidak hanya dari satu sumber saja. Namun, beberapa sumber lainnya, seperti bisnis kecil-kecilan dan menjadi pekerja lepas. Dengan begitu struktur pendapatan bisa lebih terdiversifikasi.

Kedua, ketika pendapatan mengalami kenaikan cukup besar, kita harus menjaga agar pengeluaran juga terjaga alias tidak naik setara bahkan melebihi kenaikan pendapatan. Artinya, ketika pendapatan naik, kita harus menjaga gaya hidup terjaga.

Ketiga, menyiapkan dana darurat untuk kebutuhan tidak terduga. Dengan begitu, jika ada kejadian seperti pandemi Covid-19, kita cukup menggunakan dana darurat tanpa perlu menganggu dana pensiun di lembaga dana pensiun seperti BPJS Ketenagakerjaan.

Sebenarnya, dana darurat setiap orang berbeda-beda karena dihitung sesuai dengan besaran pengeluaran harian. Idealnya, untuk lajang yang belum menikah punya dana darurat 6-12 bulan. Lalu, pasangan suami istri yang belum punya anak 12-18 bulan, sedangkan suami-istri dengan anak sekitar 18-24 bulan.

Angka ini mungkin agak berbeda dengan angka ideal dana darurat yang lainnya. Angka ini memperhitungkan risiko sulitnya mencari pekerjaan saat ini sehingga dibutuhkan nafas dana darurat lebih panjang.

Keempat, menyiapkan dana pensiun di lembaga seperti BPJS Ketenagakerjaan dan juga menyiapkan secara mandiri. Dengan begitu, tabungan dana pensiun yang ada bisa lebih banyak. Untuk menabung dana pensiun tidak perlu langsung banyak, asal konsisten. Misalnya, 5-10 persen dari penghasilan per bulan secara konsisten.

Beberapa instrumen yang cocok untuk dana pensiun bisa di saham bank besar hingga reksa dana saham.

Kelima, menyiapkan asuransi kesehatan. Orang Indonesia otomatis punya asuransi kesehatan dari BPJS Kesehatan. Namun, menurut kami, bagi yang sudah berkeluarga tetap butuh asuransi kesehatan swasta. Alasannya, proses perawatan untuk BPJS Kesehatan butuh alur yang panjang.

Untuk itu, jika masih ada budget yang tersisa bisa dialokasikan untuk asuransi kesehatan swasta. Dengan begitu, jika mendadak sakit dan butuh segera rawat inap tidak sampai menggerus tabungan lainnya.

Keenam, persiapkan investasi dengan tujuan menyimpan uang untuk jangka panjang. Dana investasi ini akan membantumu mengumpulkan aset kekayaan serta untuk kebutuhan dana-dana yang tidak terduga seperti, beli rumah, pendidikan anak, dan lainnya.

Ketujuh, jangan pernah utang untuk kebutuhan konsumtif yang tidak perlu atau untuk mengikuti tren. Jujur, banyak iklan pinjaman online yang mengajak pinjam uang dengan mudah. Hal itu sangat berisiko karena biaya bunga sangat tinggi.

Beberapa pinjaman online kasih bunga hingga 0,1 persen per hari, artinya selama sebulan sekitar 3 persen dan setahun sekitar 36 persen. Padahal, tenor pinjaman bisa hingga 2 tahun. Artinya, total bunga kredit yang harus dibayarkan hampir 70 persen dari jumlah pokok pinjaman.

Posisi itu bisa menganggu stabilitas keuangan personal kita. Jadi, kalau tidak terdesak usahakan tidak melakukan pinjaman-pinjaman, apalagi pinjaman online dengan bunga tinggi.

Dengan tujuh persiapan ini, kami merasa cukup untuk menjaga kualitas hidup kita hingga masa pensiun nanti.


  • Butuh konsultasi FREE tentang kebutuhan asuransi kesehatan maupun kendaraan untuk pribadi, keluarga, maupun perusahaan? yuk hubungi tim Mikirduit di nomor Whatsapp: +6285942186849 atau klik link di button bawah ini