Nasib Saham CPO di Kala Elnino, Kok Malah Jadi Boncos?

Banyak yang berhipotesis saham CPO bisa cuan besar kalau ada Elnino, alasannya harga CPO bakal naik. Namun, ternyata fakta yang ada sebaliknya. Berikut historis nasib saham CPO dalam 3 Elnino terakhir.

Nasib Saham CPO di Kala Elnino, Kok Malah Jadi Boncos?

Mikirduit – Banyak yang menilai fenomena Elnino bisa menjadi angin segar harga saham CPO yang belum terlalu mencolok sejak 2 tahun terakhir. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait saham CPO ini sebelum menilai Elnino bisa berdampak positif.

Logika Elnino bisa memberikan dampak positif terhadap harga saham CPO antara lain:

  • Elnino bisa membuat produksi CPO terhambat
  • Produksi yang turun membuat keseimbangan supply dan demand goyah
  • Jika demand lebih besar daripada supply jelas efeknya harga CPO akan naik
  • Harga CPO naik berarti bisa meningkatkan harga jual rata-rata CPO para emiten perkebunan
  • Sehingga kinerja keuangan emiten perkebunan akan membaik

Sayangnya, korelasi antara harga CPO dengan sahamnya tidak selurus itu. Ada beberapa faktor lain yang membuat kinerja saham CPO tidak sementereng pergerakan harga sahamnya.

Pertama, kenaikan harga CPO tidak langsung berimplikasi kenaikan keuntungan untuk saham CPO. Alasannya, jika kenaikan harga CPO bersamaan dengan kenaikan harga amoniak, atau bahan baku pupuk. Akhirnya, kenaikan pendapatan juga diiringi dengan kenaikan beban pokok pendapatan yang terjadi di 2022 kemarin.

Kedua, produksi CPO juga tergantung dengan usia pohon. Semakin tua, produktivitasnya makin rendah. Artinya, emiten yang punya pohon CPO yang tua-tua berpotensi memiliki produksi lebih rendah meski harga komoditasnya naik.

Ketiga, Elnino juga berdampak terhadap penurunan produksi tandan buah segar CPO. Ya, cuaca panas dan kering jangka panjang bakal mempengaruhi kualitas tanaman kelapa sawit tersebut. Kalau produksi tandan buah segar turun, mau harga CPO naik setinggi apapun, pendapatannya juga cuma bisa naik karena adanya kenaikan harga bukan volume jual.

Apalagi, ada fakta menarik lainnya, kalau Elnino dan saham CPO tidak punya hubungan yang saling mendukung. Hal itu terlihat dari fenomena Elnino pada 2015-2016, 2017, dan 2018-2019.

Fakta Hubungan 3 Periode Elnino Terakhir dengan Saham CPO

Menariknya, sebenarnya tidak ada korelasi yang kuat antara Elnino dengan pergerakan harga saham CPO.

Kami memantau pergerakan tren harga saham CPO dalam 3 periode Elnino terakhir, yakni periode Februari 2015 hingga Mei 2016, 2017, dan periode Oktober 2018 hingga Agustus 2019.

Hasilnya, tren harga saham CPO malah cenderung turun dari 2015 hingga 2019. Seperti PT Astra Argo Lestari Tbk. (AALI) dan PT Salim Ivomas Pratama tbk. (SIMP) kompak mencatatkan penurunan kinerja dalam 3 periode Elnino terakhir. AALI mencatatkan penurunan 36,15 persen pada 2015, 25,2 persen pada 2017, dan 17,05 persen pada 2019.

Lalu, SIMP mencatatkan penurunan 29,95 persen pada 2015, 6,1 persen pada 2017, dan 32,77 persen pada 2019.

Di sisi lain, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) justru mencatatkan kenaikan di dua periode Elnino, tapi malah turun di periode Elnino terakhi pada 2019. Pada 2015, SSMS mencatatkan kenaikan 2,72 persen, sedangkan 2017 sebesar 7,3 persen.

Dari sample tiga saham CPO ini bisa disimpulkan, efek Elnino tidak begitu besar terhadap kinerja saham.

Lalu bagaimana dengan fundamentalnya?

Efek ke pendapatan dan laba bersih juga tidak signifikan. Gara-gara ada Elnino, malah ada penurunan produksi hingga pendapatan, meski harga CPO mengalami kenaikan.

Hal itu terlihat dari pendapatan AALI, SIMP, dan SSMS yang kompak turun pada 2019, ketika ada Elnino selama 10 bulan sejak 2018. Pada periode itu, AALI mencatatkan penurunan pendapatan 8,54 persen, SIMP turun 3,8 persen, dan SSMS turun 11,66 persen.

Bahkan, laba bersih emiten CPO itu sudah mencatatkan penurunan sejak 2018 ketika pendapatan masih tumbuh. Hal itu disebabkan adanya kenaikan beban produksi dari bahan baku dan pengolahan, serta biaya panen dan pemeliharaan.

Saham CPO Sudah Murah, Jadi Tetap Menarik atau Tidak?

Jika dilihat, secara price to book value maupun price to earning ratio, harga saham CPO ini memang sudah murah banget.

Price to book value AALI sebesar 0,69 kali dengan rata-rata PBV 5 tahunnya sekitar 0,86 kali. Begitu juga dengan price to earning ratio-nya yang sebesar 11,5 kali dibandingkan dengan rata-rata 5 tahunnya sebesar 23,77 kali.

SIMP menjadi saham CPO dengan PBV dan PER terkecil di sektornya. PBV SIMP cuma 0,38 kali dari rata-rata 5 tahunnya sebesar 0,43 kali. Lalu, PER-nya cuma 7,11 kali dari rata-rata 15,69 kali.

SSMS justru yang terhitung cukup tinggi, meski secara historis masih murah. PBV-nya 1,98 kali dengan rata-rata 5 tahunnya 2,11 kali, sedangkan PER-nya 11,06 kali dengan rata-rata PER sebesar 47,42 kali.

Valuasi saham CPO. Untuk perbandingan PE bisa menggunakan Trailing Twelve Months (TTM) untuk melihat kondisi saat ini, tapi untuk forward looking bisa lihat PE Annualised untuk melihat prospek ke depannya dibandingkan dengan rata-rata historisnya.
Valuasi saham CPO. Untuk perbandingan PE bisa menggunakan Trailing Twelve Months (TTM) untuk melihat kondisi saat ini, tapi untuk forward looking bisa lihat PE Annualised untuk melihat prospek ke depannya dibandingkan dengan rata-rata historisnya.

Namun, apakah ini menjadi titik terbaik beli saham CPO? jawabannya tidak. Alasannya, kinerja mereka masih terpuruk cukup parah.

Sampai semester I/2023, emiten CPO masih terbebani kenaikan harga pupuk yang cukup tinggi. Sehingga saat pendapatan mengalami penurunan, beban pokok pendapatan dari harga pupuk tetap tinggi.

Kabarnya, harga pupuk sudah mengalami normalisasi, tapi efeknya kemungkinan baru terasa pada 2024. Belum lagi, efek penurunan produksi tandan buah segar akibat Elnino bisa jadi membuat kinerja emiten CPO masih lambat di tahun depan.

Meski, saham-saham yang punya kebun CPO usia produktif pun seperti SSMS terdampak signifikan dari kenaikan harga pupuk dan penurunan produksi akibat Elnino.

Kesimpulan

Masih ada risiko yang cukup besar di saham CPO untuk jangka menengah sehingga ada potensi harga saham masih koreksi ke depannya.

Awalnya, kami kira ada sentimen positif dari Pertamina yang menerbitkan produk baru, yakni Pertamax Green. Namun, ternyata produk Pertamax Green itu dibuat dari tebu bukan CPO. Justru, salah satu emiten CPO PT Tunas Baru Lampung Tbk.(TBLA) yang berpotensi ketiban berkah sentimen tersebut. Pasalnya, TBLA juga salah satu produsen tebu, meski kita tidak tahu apakah tebunya juga dibeli untuk kebutuhan produksi bensin jenis baru Pertamina tersebut.

Kami masih wait and see untuk saham CPO. Kalau kamu gimana?

Step by step dividen investing ala Mikirduit: