Kisah MYRX 2019, Himpun Dana Masyarakat Janji Cuan hingga 12 persen

MYRX, saham milik Benny Tjokro pernah kena tegur OJK gara-gara menghimpun dana masyarakat sendiri. Padahal, mereka buka bank. Begini kronologinya

Kisah MYRX 2019, Himpun Dana Masyarakat Janji Cuan hingga 12 persen

Mikirduit – Kisah Benny Tjokro memang tidak ada habisnya. Kali ini, ada cerita ketika PT Hanson International Tbk. (MYRX) menghimpun dana masyarakat sejak 2016 hingga mencuat pada 2020. Apa masalahnya jika MYRX menghimpun dana tersebut, dan bagaimana nasibnya kini?

Sekitar 2017-an, dalam laporan keuangan MYRX di bagian liabilitasnya, terdapat pos utang baru, yakni utang individual yang nilainya Rp921 miliar. Sifat utang itu jangka pendek yang artinya harus dikembalikan kurang dari satu tahun. Adapun, nilai utang individual itu juga lebih besar daripada nilai utang bank jangka pendeknya yang sekitar Rp563 miliar.

Di sisi lain, OJK baru mengendus adanya praktik penghimpunan masyarakat di luar bisnis bank oleh MYRX ini pada 2019. Hal itu baru terlihat setelah pinjaman individual itu telah melejit menjadi Rp2,5 triliun pada kuartal III/2019.

Konon, semua pinjaman itu digunakan MYRX untuk akuisisi lahan sekitar 1.500 hektar di Maja, Banten. Di mana, dalam tiga tahun terakhir, tingkat return of investment tanah dan properti di sana bisa naik 10 kali lipat.

MYRX mencatatkan dalam laporan keuangan kuartal III/2019 kalau mereka memberikan tingkat bunga tinggi sekitar 9 persen - 12 persen selama setahun bagi yang mau menempatkan uangnya di sana. Persentase keuntungan itu jelas sangat menarik dibandingkan dengan bunga deposito maupun SBN ritel hingga fixed rate (obligasi negara non-ritel).

Ketika disenggol OJK pada sekitar November 2019, pihak MYRX mengakui kalau mereka menghimpun dana indvidual tersebut. Perseroan mengaku telah melakukan perjanjian bilateral untuk memperoleh pinjaman individual jangka pendek untuk ekspansi bisnis.

MYRX merasa kalau aktivitasnya itu sah-sah saja karena perseroan juga secara transparan memaparkan pinjaman tersebut di laporan keuangannya.

Namun, sesuai dengan UU Perbankan No.10 tahun 1998 pasal 16, kegiatan yang dilakukan MYRX diduga melanggar ketentuan. Hal itu tertulis di pasal 16, yakni setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib harus terlebih dulu memperoleh izin usaha sebagai bank umum, atau bank perkreditan rakyat kepada pimpinan regulator, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan UU tersendiri.

Adapun, barang siapa yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan regulator jasa keuangan bisa diancam pidana penjara sekurang-kurangnya lima tahun atau paling lama 15 tahun, serta denda Rp10 miliar hingga Rp20 miliar.

BACA JUGA Deretan Serial Benny Tjokro di sini:

OJK Tegas Minta Hentikan Aksi Himpun Dana

Setelah mengendus aksi penghimpunan dana MYRX yang sudah mendapatkan Rp2,5 triliun pada 2019, OJK meminta mereka untuk menghentikan aksi penghimpunan dana. Awalnya, OJK minta MYRX membayar seluruh utangnya itu paling lambat Desember 2019. Namun, perseroan bernegosiasi agar dibayar sesuai dengan jatuh temponya masing-masing.

Akhirnya, OJK disebut sudah setuju dan kala itu MYRX sepakat melunasi pinjaman individual sesuai dengan tenor yang ditentukan.

Direktur MYRX saat itu Rony Agung Susena menyatakan, perseroan memiliki tiga opsi untuk pelunasan utang individual tersebut.

Pertama, menjual aset perusahaan seperti, perumahan, tanah, dan lainnya. Namun, untuk melakukan penjualan tersebut butuh waktu.

Kedua, konsolidasi dengan sejumlah perusahaan yang terafiliasi untuk melunasi utang.

Ketiga, melunasi sesuai dengan tanggal jatuh tempo.

Manajemen MYRX pada 9 November 2023 menegaskan perseroan sudah tidak menghimpun dana dan tidak ada pihak yang dirugikan karena kasus gagal bayar

Namun, aroma gagal bayar mulai muncul pada awal 2020. Salah seorang nasabah di Solo mulai gerah uangnya tidak dikembalikan. Bahkan, sang nasabah MYRX meminta uangnya dikembalikan tanpa bunga sepeser pun.

Belum lagi, ada nasabah MYRX di Yogyakarta yang diselidiki pihak kepolisian sebagai saksi terkait kasus dugaan penawaran investasi ilegal oleh perseroan.

Namun, manajemen MYRX menolak kalau penghimpunan dana itu dianggap sebagai investasi ilegal. Pihak perseroan berkukuh pinjamannya itu bersifat perjanjian bilateral antara perusahaan dengan individu. Memang mirop deposito, tapi berbeda.

Jadi, dalam perjanjian investasi pinjaman individual yang bunganya bisa 12 persen itu, ada klausul dijamin dengan agunan aset tanah atau rumah. Sehingga, perbedaan terbesarnya dengan deposito adalah jika terjadi gagal bayar, pembayarannya dilakukan dengan pemberian aset rumah dengan nilai yang dianggap setimpal.

Kesimpulan

Tampaknya periode 2019-2020 itu memang bukan momennya untuk Benny Tjokro, setelah terkena masalah terkait penghimpunan dana ilegal, di sini saya menyetujui pendapat OJK kalau aksi MYRX ini melanggar aturan. Soalnya, lembaga yang bisa menghimpun dana masyarakat hanya bank, di luar itu adalah aktivitas ilegal. Meski, sekarang sudah ada fintech peer to peer lending yang bisa mempertemukan dengan para pihak yang membutuhkan pinjaman secara langsung. Namun, di sini fintech juga sudah berizin di OJK sehingga menjadi diperbolehkan.

Di sisi lain,MYRX adalah perusahaan properti. Ketika dia memulai aksi pinjam meminjam uang masyarakat itu sudah berlawanan dengan model bisnisnya. Soalnya, itu berisiko dari sisi nasabah. Bayangkan, nasabah investasikan uang dengan harapan bunga, dengan klausul bisa ditukar dengan properti jadi lucu. Pasalnya, propertinya ada di area si nasabah tidak? apakah nasabah butuh properti tersebut? lagipula properti adalah barang yang kurang likuid.

Apalagi, setelah ribut-ribut masalah penghimpunan dana ilegal tersebut, Bentjok juga tersangkut kasus Jiwasraya dan Asabri. Beberapa aset Bentjok termasuk MYRX kena sita kejaksaan agung. Kini, 22 persen saham MYRX pun ada di tangan Kejaksaan Agung, sedangkan sisanya 66 persen di masyarakat, dan 10,84 persen di Asabri.

Ya intinya kalau ada yang nawarin investasi selain deposito di bank resmi, reksa dana, dan saham mending hati-hati ya.