Kisah Benny Tjokro di 1997-2000, Didera Deretan Sanksi Bapepam

Kisah Benny Tjokro selalu seru untuk dibahas. Salah satunya adalah cerita saham Bank Pikko yang bikin banyak pihak rugi gara-gara kejebak transaksi shortselling saham tersebut. Baca cerita lengkapnya di sini.

Kisah Benny Tjokro di 1997-2000, Didera Deretan Sanksi Bapepam

Mikirduit – Benny Tjokrosaputro memang dikenal sebagai sosok yang sering goreng saham. Di luar itu, ada beberapa aksi Benny Tjokro yang membuatnya disanksi regulator pada 1990-an dan 2000-an awal. Salah satunya yang cukup terkenal adalah kisahnya dalam menggoreng saham Bank Pikko.

Kejadian itu terjadi pada 1997, waktu itu Benny Tjokro terlibat dalam kasus jual-beli saham Bank Pikko, sekarang PT Bank JTrust Indonesia Tbk. (BCIC) alias eks Bank Century.

Semua bermula dari Bank Pikko yang IPO pada 8 Januari 1997. Waktu itu, Bank Pikko melepas 28 juta lembar sahamnya ke publik dengan harga penawaran Rp800 per saham.

Adapun, total saham Bank Pikko yang beredar adalah 128 juta lembar saham. Namun, 100 juta lembar saham yang lainnya adalah milik pendiri di mana harus di lock-up selama 8 bulan dari Desember 1996 hingga Agustus 1997. Sehingga total saham Bank Pikko yang bisa diperdagangkan sebanyak 28 juta lembar saham di mana 11 juta lembar saham dimiliki oleh institusi dan karyawan Bank Pikko. Dengan kata lain, hanya 17 juta lembar saham yang ditransaksikan di Bursa Efek saat itu.

Setelah listing di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya, harga saham Bank Pikko melejit hingga tembus Rp1.425 per saham dalam periode Januari-Februari 1997. Lalu, Benny Tjokro mulai masuk ke saham Bank Pikko pada Maret 1997 dengan membeli 4,5 juta lembar saham melalui sekuritasnya, yakni PT Multi Prakarasa Investama Securities dengan menggunakan nama 13 pihak.

Saham Bank Pikko menjadi semakin aktif pada 7 April 1997 hingga mampu menguat 20 persen dalam sehari. Sampai akhirnya, BEJ meminta konfirmasi kepada Bank Pikko mengenai apakah ada aksi korporasi yang perlu diungkapkan ke publik, terkait kenaikan harga saham yang terlalu tinggi. Bank Pikko pun menyampaikan pada 8 April 1997 kalau tidak ada hal-hal material yang perlu diungkapkan ke publik saat itu.

Meskipun BEJ mengingatkan adanya unusual market activity di saham Bank Pikko, tapi harga saham terus melaju cukup tajam.

Usut punya usut, Pendi Tjandra yang juga Direktur Multi Prakarsa Investama Securities, yang terafiliasi dengan Benny Tjokro juga melakukan transaksi saham Bank Pikko secara aktif melalui PT Putra Saridaya Persada Securities. Strategi transaksinya dengan memecah order beli dan jual saham Bank Pikko lewat sekuritas lain. Aksi Pendi itu dilakukan agar transaksi saham Bank Pikko menjadi aktif.

Berhubung Bank Pikko mengumumkan tidak ada hal material yang bisa berpengaruh terhadap harga saham, beberapa spekulan memperkirakan harga saham Bank Pikko berpotensi turun. Oleh karena itu beberapa spekulan melakukan transaksi jual saham, emski tidak punya saham tersebut alias shortselling. Harapannya, jika harga saham turun, mereka bisa cuan banyak.

Namun, bukannya turun, harga saham Bank Pikko malah lanjut naik. Hal itu membuat para spekulan yang terdiri dari 52 perusahaan efek gagal menyerahkan saham tersebut. Sampai akhirnya, BEJ menghentikan perdagangan saham Bank Pikko setelah kejadian tersebut.

BACA JUGA: Serial Pertama Benny Tjokro, Alasan Bentjok Pilih Cari Untung di Pasar Saham

Benny Tjokro dkk Kena Sanksi Bapepam

Adapun, Bapepam, sebagai regulator yang mengawasi pasar modal saat itu, melakukan penyeledikan dengan hasil temuan menetapkan sejumlah sanksi kepada beberapa pihak seperti, Benny Tjokro senilai Rp1 miliar dan Pendy Tjandra senilai Rp500 juta. Lalu, Bapepam juga mewajibkan Pendy mundur dari jabatan sebagai Direktur PT Multi Prakarsa.

Adapun, uang sanksi yang dikenakan kepada Benny Tjokro senilai Rp1 miliar itu akan dimasukkan ke kas negara. Nominal Rp1 miliar diambil dengan asumsi Bentjoj menghasilkan keuntungan hingga Rp1 miliar dari kejadian tersebut. Meski, banyak korban shortselling Bank Pikko menilai Bentjok untung jauh lebih besar dari nilai tersebut.

Jika nilai Rp1 miliar pada 1997 dikonversikan saat ini dengan rata-rata inflasi, nilai sanksi Bentjok itu setara dengan Rp7,63 miliar.

Dalam tulisan di Bisnis.com, Pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia Sofjan A. Djalil mengatakan pelaku utama kasus transaksi  Bank Pikko bisa saja dipidanakan.

"Namun, Bapepam justru memberikan sanksi berupa penyerahan keuntungan kepada kas negara," ujarnya.

Itu memang sanksi hukum admnistrasi dengan tujuan masyarakat bisa mengetahui kalau yang dilakukan Bentjok tidak benar. Artinya, jika ada pelaku kedua yang melakukan hal serupa, bisa jadi sanksinya akan berbeda karena dalihnya bukan kasus pertama.

Sanksi Benny Tjokro Lainnya

Di luar itu, Benny Tjokro juga sempat mendapatkan sanksi, tapi bukan gara-gara goreng saham, melainkan masalah birokrasi aktivitas emiten yang dimilikinya. Jadi, ada dua saham milik Bentjok yang bermasalah dalam administrasi.

Pertama, PT Manly Unitama Finance Tbk. (MANY) yang dikenakan denda ke perusahaan senilai Rp107 juta dan sanksi ke manajemen senilai Rp250 juta. Sanksi itu diberikan karena Manly terlambat selama 107 hari menyampaikan penggunaan dana hasil IPO pada 1999 senilai Rp23,9 miliar.

Seharusnya, 50 persen dana IPO digunakan untuk bayar utang kepada bank, tapi seluruhnya malah digunakan untuk fasilitas penyaluran pembiayaan dengan skema anjak piutang jangka pendek.

Anjak piutang adalah alternatif pembiayaan dalam jangka pendek untuk kebutuhan modal kerja.

Masalahnya, perubahan rencana penggunaan dana IPO itu tidak dilaporkan dulu kepada Bapepam dan membahasnya dalam RUPS luar biasa.

Kedua, PT Hanson Industri Tbk. (MYRX) dinilai telah melanggar ketentuan karena melakukan tiga transaksi terafiliasi tanpa persetujuan pemegang saham independen.

Ketiga transaksi itu antara lain penjualan aset PT Mayor Crocodile senilai Rp968 miliar pada 13 April dan 16 Juni 1999, transaksi pinjaman kepada PT Pondok Solo Permai senilai Rp9,28 miliar pada 30 April 2000, serta pinjaman kepada PT Ciptawira Binamandiri senilai Rp12,36 miliar.

Pondol Solo Permain diketahui adalah pihak terafiliasi Hanson Industri, sedangkan Ciptawira Binamnadiri adalah pemegang saham utama perseroan.

Dari pelanggaran itu, Bapepam mengenakan sanksi denda kepada perseroan, direksi, dan komisaris, masing-masing Rp500 juta.

Itulah dua kisah utama Bentjok di pasar saham pada medio 1990-an akhir dan 2000-an awal.

Referensi