Bedah Kesalahan Buy Saham SRIL Pada 2021, Semoga Tidak Terulang

Saham SRIL sudah 2 tahun disuspensi. Kita yang pegang pasti degdegan, termasuk saya. Ya, akhirnya saya ambil hikmah dari keputusan beli SRIL ketika beberapa bulan sebelum disuspensi.

Bedah Kesalahan Buy Saham SRIL Pada 2021, Semoga Tidak Terulang

Mikir Duit – Ingat PT Sri Rezeki Isman Tbk. atau SRIL? ya saham itu dulu sempat digadang-gadang sebagai sahamnya value investing. Saya pun memutuskan beli saham itu dengan dalih valuasinya murah. Namun, kini saham SRIL sudah 2 tahun disuspensi, mungkin bisa lebih, bahkan ada yang prediksi bisa sampai 2024. Begini cerita kesalahan saya dalam memilih saham SRIL.

Setelah saya cek historis transaksi, ternyata saya melakukan pembelian SRIL itu pada 18 Februari 2021 di harga Rp244 per saham. Saya lupa berapa valuasi secara price to book value (PBV) maupun price to earning ratio (PER)-nya, tapi yang pasti posisinya waktu itu murah.

Saya menilai valuasi saham SRIL murah wajar karena harga saham baru kehajar habis-habisan ketika market crash 2020 silam. Akhirnya, saya beli tanpa berpikir panjang dan melihat detail lapkeunya pada 2020. Dengan asumsi SRIL ini perusahaan tekstil kokoh, banyak megang produksi brand global seperti Uniqlo dan Zara.

Jadi, kesalahan saya di sini adalah terdistraksi dengan nama besar klien SRIL, tanpa mengecek laporan keuangannya terbaru. Ada apa dengan laporan keuangan SRIL sepanjang 2020 [mengingat pembeliannya di Februari 2021 sehingga laporan keuangan terbaru adalah full year 2020].

BACA JUGA: Meramal Nasib SRIL Jelang 2 Tahun Suspensi

Bedah Laporan Keuangan SRIL Pada 2020

Secara kinerja pendapatan dan laba rugi tidak menunjukkan masalah yang signifikan. Pendapatan SRIL sepanjang 2020 tumbuh 8,52 persen menjadi 1,28 miliar dolar AS atau setara Rp18,06 triliun [perhitungan dengan kurs acuan laporan keuangan periode terkait]. Meski, laba bersihnya turun 2,65 persen menjadi 85,32 juta dolar AS atau sekitar Rp1,2 triliun.

Penurunan laba bersih di tengah kenaikan pendapatan itu disebabkan kenaikan beban pokok penjualan yang sebesar 11,5 persen menjadi 1,05 miliar dolar AS atau setara Rp14,86 triliun.

Meski, penurunan laba bersih SRIL ini sudah jadi tanda buruk. Soalnya pada periode 2020, laba bersih SRIL sudah didukung keuntungan selisih kurs dan jugan penjualan aset tetap, meski nilainya tidak terlalu besar, sekitar puluhan miliar rupiah.

Sayangnya, saya mengesampingkan fakta risiko saham SRIL selanjutnya, yakni terkait utang. Ternyata, SRIL mencatatkan kenaikan utang bank jangka pendek yang signifikan pada 2020 sebesar 310 persen menjadi 277,51 juta dolar AS setara Rp3,9 triliun. Padahal, di periode sama tahun sebelumnya hanya sekitar Rp900-an miliar.

Utang bank jangka pendek itu belum termasuk dengan utang bank jangka panjang dan surat utang jangka menengah yang bakal jatuh tempo dalam kurang 1 tahun senilai sekitar 31 juta dolar AS atau sekitar Rp200 miliar.

Ditambah, dengan total utang jangka pendek jatuh tempo sekitar Rp4 triliunan, SRIL hanya punya arus kas setara kas sekitar 187,64 juta dolar AS atau setara Rp2,64 triliun. Ditambah, operasional SRIL sepanjang 2020 mencatatkan arus kas negatif senilai 59,24 juta dolar AS yang setara Rp834 miliar.

Artinya, jika SRIL tidak mampu mencatatkan arus kas operasional yang positif lebih banyak lagi, tidak ambil utang tambahan, atau pun melakukan aksi penambahan modal, perusahaan tekstil ini hampir pasti bisa mengalami gagal bayar di sebagian utangnya.

Dan benar saja, beberapa bulan kemudian, saham SRIL disuspensi BEI karena masalah penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU.

BACA JUGA: Penyesalan Investor Saham, Cuan 38 Persen Malah Sedih Nggak Karuan

Nasib SRIL Selanjutnya

Ketika jelang Mei 2023, mayoritas investor ritel pasti harap-harap cemas terkait nasib SRIL. Apakah akan delisting paksa atau nggak nih?

Sebenarnya, masalah PKPU si SRIL ini sudah selesai. Persoalan terakhir terkait peninjauan kembali dari salah satu kreditur sudah ditolak oleh Mahkamah Agung.

Namun, SRIL masih harus menyelesaikan proses restrukturisasi anak usaha yang berlangsung di Singapura serta pengakuan PKPU di New York, Amerika Serikat (AS).

SRIL memberikan estimasi, proses keduanya paling lambat akhir tahun 2024. Pertanyaannya, apakah BEI akan kasih toleransi hingga tahun depan?

Adapun, di tengah menanti hasil pengadilan di luar negeri itu, kinerja keuangan SRIL secara kasat mata di laporan keuangan menunjukkan perbaikan.

Meski, per kuartal I/2023 pendapatan SRIL turun 52 persen menjadi 86,91 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,31 triliun. Namun, posisi rugi bersihnya kian menyusut menjadi 9,92 juta dolar AS atau senilai Rp150 miliar dibandingkan dengan sebelumnya 38,97 juta dolar AS atau sekitar Rp609 miliar.

Hal ini terjadi karena operasional SRIL juga lebih efisien. Hal itu terlihat dari pencapai SRIL yang sudah mulai mencatatkan laba kotor 4,36 juta dolar AS atau sekitar Rp66,14 miliar dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang masih rugi kotor 11,08 juta dolar AS atau setara Rp173 miliar.

Ditambah, meski mengalami rugi bersih, SRIL sudah mencatatkan arus kas operasional yang positif senilai 3,96 juta dolar AS atau setara dengan Rp60 miliar. Lalu, arus kas setara kasnya mencapai 18,4 juta dolar AS atau setara Rp278 miliar. Angka itu setidaknya cukup menutup utang jangka pendek kurang dari 1 tahun milik SRIL.

Walaupun, dengan catatan, utang jangka panjang hasil restrukturisasinya masih besar banget ya.

BACA JUGA: Pengalaman Ketika Pilih Saham untuk Investasi Pertama Kali, Begini Deretan Hikmah yang Bisa Diambil

Kesimpulan

Dari kesalahan saya ini, salah satu terpenting untuk pilih saham Investasi [bukan trading ya] adalah benar-benar harus jeli melihat kinerja keuangan. Jangan lihat valuasi murah, ternyata keuangannya bodong.

Soalnya, kita sering berpersepsi saham murah pasti bagus. Padahal, tidak semua saham murah itu bagus. Bisa jadi dia murah karena harga sahamnya turun dalam, sedangkan laba bersihnya atau book value-nya di-situ-situ aja. Nah, penurunan harga saham itu yang harus diselidiki, apa penyebabnya orang pada jualan?

Jika hanya masalah kecil yang bisa diperbaiki dalam jangka menengah, kita bisa masuk. Namun, kalau masalah berat seperti gagal bayar utang, oke lebih baik bye dan beli saham BBCA atau BBRI saja.

Saya pun jadi ingat, ketika seseorang atau komunitas bikin konten saham yang bagus adalah BBCA dan BBRI, langsung ada yang komentar “Ah anak TK juga tahu kalau itu saham yang bagus”

Nah, faktanya, jika mau cari saham yang benar-benar stable setidaknya untuk saat ini, pastinya datang dari banking big caps tersebut atau saham big caps lainnya seperti ASII atau TLKM.

Kalau kamu ingin mencari berlian ditumpukkan jerami, kita tidak bisa dengan mudah mengucapkan saham ini bagus. Soalnya, saham-saham yang dikira berlian itu justru kerap menjebak. Jadi, kalau mau menemukan berlian dari tumpukkan jerami ya DYOR, do you own research, agar ketika tebakannya salah, kamu tidak mencari keadilan dari orang yang menyebutkan saham potensial tersebut.
Setuju? hehe, tapi kalau di Mikirduit, saya menemukan saham yang mungkin seru, akan saya sebutkan, tapi bukan rekomendasi buat diburu ya. Cuma bisa membantu kamu screening saham berlian ditumpukkan jerami.