Penyesalan Investor Saham, Cuan 38 persen Malah Sedih

Jadi investor saham itu bukan cuma sekadar buy dan hold sampai cuan. Tapi juga harus menghadapi psikologi setelah membeli saham itu. Begini penjelasan tentang psikologi investor.

Penyesalan Investor Saham, Cuan 38 persen Malah Sedih

Mikir Duit – Setelah PT Indo Tambangraya Megah Tbk. alias saham ITMG beres rapat umum pemegang saham pada akhir Maret 2023, saya jadi ingat dulu pernah pegang saham tersebut di harga Rp12.700 per saham. Hah kok bisa? terus bagaimana nasibnya sekarang? nah di sini, saya akan bahas tentang psikologi investor pemula dari pengalaman pribadi.

Sebagai jurnalis pasar modal. saya tahu betul ITMG ini saham mahal yang harganya selalu di atas Rp20.000-an per saham. Walaupun, ketika harga batu bara turun drastis di medio 2014-2016, harga saham ITMG sempat melorot dalam hingga ke Rp6.000-an per saham. Tapi, tetap ITMG adalah salah satu saham rutin dividen yang punya nilai tersendiri.

Sejak listing di BEI pada akhir 2007, ITMG selalu rutin bagi dividen dua kali setahun. JIka dibuat rata-rata dividen yield kasar ITMG, mungkin bisa berada di angka 8 persen - 10 persen setiap pembagian dividen.

Data itulah yang membuat saya begitu tergiur ketika membeli saham ITMG di harga Rp12.700 pada September 2019. Menurut saya, itu adalah harga yang cukup murah tanpa melihat bagaimana valuasi price to earning ratio maupun price to book value-nya.

Namun, waktu itu, dunia juga lagi bersemangat untuk menuju energi baru terbarukan. Batu bara adalah energi tua yang tidak ramah lingkungan sehingga harus disingkirkan. Fakta ini juga yang membuat saya resah setengah mati setelah masuk ITMG di harga murah tersebut.

“Apakah penurunan harga saham ITMG menjadi tanda akhir sahamnya seperti nasib saham rokok yang terbebani cukai?” itulah pergolakan hati saya tentang saham batu bara tersebut.

Namun, saya cuek saja anggap ini investasi jangka panjang. Toh, ITMG adalah perusahaan besar yang punya rencana untuk membuat bisnisnya terus berkelanjutan dong, masa gara-gara batu bara mau disingkirkan ITMG juga tamat.

Pandemi Covid-19 Tiba

Namun, semangat membara seluruh dunia untuk menyingkirkan batu bara itu sirna setelah virus Covid-19 menyerang seluruh dunia. Akhirnya, dunia disibukkan mencari vaksin dan menutup rapat-rapat pintu masuk negaranya bagi orang asing. Drop, seluruh dunia mengalami resesi ekonomi alias penurunan ekonomi berada di level negatif selama dua kuartal berturut-turut, termasuk Indonesia.

Saat awal Covid-19, seluruh saham di BEI juga crash, bahkan harga saham ITMG sempat turun ke Rp7.000-an per saham. Jujur, itu adalah crash market pertama yang saya alami secara langsung sebagai investor saham

Hal yang saya lakukan saat itu tetap hold keras saham yang sudah dibeli, lalu mengalihkan tabungan sementara ke reksa dana pasar uang. Alasannya, untuk mengamankan dana darurat karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi dengan ekonomi ke depannya.

Ketika melirik harga saham ITMG bisa ke Rp7.000-an, jujur saya sangat resah. Kira-kira bisa nggak ya ITMG terbang ke Rp20.000-an lagi? namun tetap saya pilih cuek terhadap kondisi portofolio yang babak belur.

Sampai akhirnya, setahun hold saham ITMG, harga saham batu bara itu mulai bangkit lagi ke Rp15.000-an per saham. Melihat peluang ini, saya terburu-buru langsung melakukan aksi jual saham tersebut. Yaps, saya untung dari saham ITMG, jika dihitung keuntungan dari selisih harga beli dan jual digabung dengan dividen, totalnya cuan 38 persen.

Bagus dong cuan lumayan besar dalam setahun? iya, tapi kalau lihat harga saham ITMG saat ini, justru itu jadi salah satu penyesalan juga. Seperti kisah Buffett yang jual GEICO terburu-buru karena merasa sudah untung besar. [cerita lengkapnya bisa kamu baca di sini].

Kesimpulan

Banyak yang bilang menjadi investor saham itu mudah, tinggal analisis saham mana yang fundamental bagus dan valuasi lagi murah, kita bisa masuk. Atau jika nggak mau nunggu lama, kita bisa cicil beli saham fundamental bagus dan mulai average down bertahap ketika harganya turun.

Yaps, secara teori memang semudah itu, tetapi tantangan investor saham adalah setelah membeli sahamnya. Percayalah, tidak ada yang bisa memprediksi harga saham 100 persen benar. Kalaupun benar, itu hanya keberuntungan dari peluang fifty:fifty. Bahkan, kalau pun prediksi, angkanya cenderung ngawang.

Artinya, ketika kita beli saham fundamental bagus sekalipun dengan posisi harga murah, peluang untuk mengalami floating loss sangat besar. Nah, tantangan investor adalah ketika menghadapi floating loss tersebut.

Saat mengalami kerugian yang belum direalisasikan atau floating loss, diri kita bakal berseteru. Apakah lebih baik jual rugi atau hold sampai naik lagi. Dari situ muncul sub keresahan, jika jual rugi, terus naik sayang kan? Namun, kalau hold keras terus makin turun malah besar ruginya?

Pasti kamu investor pemula pernah berpikir begini. Bahkan, masalah pun tetap muncul ketika harga saham kembali naik melampaui harga beli kita. Di sini ada keresahan, jual untung sekarang  atau hold aja ya? nanti kalau jual untung sekarang naiknya lebih tinggi lagi, tapi kalau hold terus turun lagi gimana?

Pelik memang, untuk bisa bertahan dengan keyakinan adalah kita harus melakukan riset sendiri terkait prospek perusahaan. Kita harus bicara data dan prospek bisnis bukan berdasarkan feeling. Dari data-data itu seharusnya kita bisa teryakinkan.

Selain itu, sebagai investor juga harus menyiapkan kondisi terburuk. Jika benar-benar yakin dengan fundamental perusahaan dan hold keras, berarti kamu siap jual rugi kalau ternyata harga sahamnya turun terus dan tidak pernah bangkit karena prospek bisnisnya terhadang kebijakan dunia.

Coba, ceritakan pengalamanmu di investasi saham pertama kali? atau justru kamu baru mau mulai investasi saham? kalau mau dibantu bimbing investasi saham dari nol dan dibuatkan akun sekuritas terpercaya, bisa klik hubungi kami ini ya.