Investasi Jangka Panjang Perlu Bandarmology?

Tulisan ini dibuat karena ada pertanyaan menarik soal ritel yang selalu ketinggalan informasi dari bandar serta pertanyaan apakah kami menyediakan edukasi bandarmology.

Investasi Jangka Panjang Perlu Bandarmology?

Mikirduit – Dalam grup Whatsapp eksklusif Mikirduit ada yang bertanya setelah saham PT Nusantara Infrastructure Tbk. (META) melejit, “Kenapa ya kita [investor ritel] selalu ketinggalan kalau ada saham yang melejit tinggi kayak META?” sehari setelahnya, di grup Whatsapp support tanya jawab Mikirdividen ada yang nanya, “Kira-kira Mikirduit juga mau ulas soal Bandarmology nggak? Ada dua kesamaan dari pertanyaan itu, yakni ingin beli saham mengikuti pergerakan bandar. Jadi, apakah investasi saham jangka panjang perlu ilmu bandarmology juga?

BACA JUGA: Ternyata Ini Penyebab Harga Saham META Melejit Bersama ACST

Lalu, apa yang saya jawab dari pertanyaan tersebut. Untuk pertanyaan pertama, saya menjawab wajar kita selalu ketinggalan. Soalnya, kalau tujuannya mau mengikuti pergerakan big fund atau pemilik dana besar, kita harus memantau broker summary hingga pergerakan akumulasi dan distribusi di teknikal secara real-time. Jika, kita hanya melihat pergerakan harganya sudah pasti tertinggal.

Namun, saya menekankan lagi, dalam hal ini asumsi tertinggal juga tidak tepat. Soalnya, akan disesuaikan lagi, apakah rencana kita untuk investasi jangka panjang atau trading jangka pendek.

Pertanyaannya? apakah kalau investasi saham jangka panjang tidak perlu melihat pergerakan bandar seperti metode bandarmology? jadi tulisan ini juga akan menjawab pertanyaan kedua.

Investasi Saham Jangka Panjang dan Bandarmology

Di sini, saya sebagai founder Mikirduit tidak memungkiri, cara bandarmology sebagai salah satu strategi trader untuk bisa mendapatkan cuan. Caranya, ya dengan mengikuti pergerakan bandar bisa lewat teknikal hingga broker summary. Namun, balik lagi, kita ingin cuan di saham dengan jalur apa? jalur jangka pendek sebagai trader atau investor? nggak ada yang salah dengan kedua jalur tersebut. Masalahnya, kita siap dengan risiko dari masing-masing jalur tersebut tidak.

Jujur, saya tipe orang yang tidak sempat untuk memantau market secara real-time, pengetahuan analisis teknikal juga terbatas, lalu tidak terlalu mahir juga untuk memantau pergerakan bandarmology. Untuk itu, dengan memperhitungkan risiko ketidakmahiran saya tersebut, saya memilih untuk investasi jangka panjang.

Pertanyaannya, apakah investasi jangka panjang tidak melihat pergerakan bandar? kan harga saham digerakkan oleh bandar? dalam artian, bandar di sini pemilik modal besar.

Nah, menurut saya, investor ritel yang melakukan investasi jangka panjang juga mengikuti pergerakan bandar. Namun, cara mengikutinya saja yang beda. Di mana, investor jangka panjang akan mengikuti pola pikir bandar dalam masuk ke saham. [khusus untuk saham bluechip dan secondliner, tidak berlaku untuk third liner yang kadang tidak alasan bandar masuk, serta bandar yang masuk ke third liner juga seringnya bukan bandar besar.]

💡
Saya menyebut investor jangka panjang ritel mengikuti pergerakan bandar dengan alasan informasi [terkait prospek bisnis, rencana korporasi, dan sebagainya] yang diterima ritel kadang lebih terlambat dibandingkan dengan para bandar. Hal itu bisa disebabkan pemahaman analisis, jam terbang, dan koneksi. Sehingga, mungkin kita masuk bukan di harga terbaik, tapi bisa mendapatkan harga yang baik.

Bagaimana maksudnya? ya pola pikirnya masuk ke saham yang valuasinya murah, dan prospeknya bagus. Dalam artian, prospek bagus dari sisi kinerja hingga prospek pendapatan dividen. Untuk itu, saya mengeluarkan program #Mikirdividen yang memberikan review dan analisis deretan saham potensial untuk jangka panjang dan memberikan dividen. Kalau mau beli Zinebook #Mikirdividen bisa klik di sini

Kenapa harus saham dividen? ya karena dividen itu salah satu nilai terbesar dari sebuah saham yang di-hold jangka panjang. Apalagi, saham dividen itu lagi murah dan potensinya bagus ke depannya, wah peluang kenaikan harganya sangat tinggi.

Beli Saham Murah dan Risiko Value Trap

Setiap investasi saham selalu ada jebakannya, seperti beli saham dividen jelang cum-dividen, ada potensi kena dividen trap. Lalu, beli saham yang murah juga berpotensi kena value trap.

Value trap adalah ketika kita membeli saham yang sudah sangat murah, eh bukannya saham itu meroket, tapi malah sideways jangka panjang hingga koreksi.

Hal itu wajar karena saham yang murah belum tentu bagus. Soalnya, ada beberapa penyebab saham murah, kinerja keuangan turun akibat tren sektoral, kinerja keuangan turun karena masalah miss management, hingga ada kejadian tidak terduga yang menganggu operasional bisnis.

BACA JUGA: Beli Saham yang Kinerja Keuangannya Lagi Turun atau Baru Mau Bangkit?

Untuk faktor penyebab harga saham murah yang pertama tidak terlalu masalah. Alasannya, hal itu disebabkan secara sektoral memang lagi tertekan, seperti sektor saham batu bara yang kompak kinerjanya turun akibat penurunan harga rata-rata batu bara.

Masalahnya adalah ketika kinerja turun akibat miss management soal utang dan sebagainya, serta ada kejadian tidak terduga. Hal ini bisa membuat harga saham akan tenggelam cukup lama, meski sebelum kejadian saham itu terlihat bagus. Hal itu terlihat di saham AISA yang sempat disebut menjadi pesaing ICBP karena memiliki bisnis consumer goods yang terintegrasi.

BACA JUGA: Saham AISA, Pesaing ICBP yang Jadi Pesakitan

Namun, karena ada miss management dan perseteruan internal membuat saham tersebut kena PKPU akibat salah satu lini bisnisnya, penjualan beras, harus ditutup akibat dugaan oplosan.

Untuk itu, demi menghindari risiko tersebut, saya mencari jalan aman dengan memilih saham yang rutin bagi dividen. Alasannya, saham yang rutin bagi dividen ternyata memiliki rasio utang yang cenderung terkendali. Untuk itu, setiap kelebihan laba bersih justru dioper menjadi dividen untuk pemegang saham.

Tidak Selalu Saham Dividen

Secara personal, saya juga tidak sekadar mengandalkan dividen, tapi juga mencari saham murah yang punya potensi pertumbuhan signifikan. Saya pun membuat formula untuk mencari saham murah yang punya pertumbuhan signifikan ini dengan metode sederhana.

Pertama, melihat kinerja keuangannya, menganalisis apa saja sumber pendapatan, tingkat utang, arus kas operasional, dan apa yang menyebabkan kinerjanya turun saat ini. Beberapa hal yang penting dilihat lagi adalah tingkat margin keuntungan, meski saya tidak akan terlalu fokus jika itu saham siklus seperti komoditas dan sebagainya.

Kedua, melihat valuasi saham dan tingkat penurunan harga saham dalam setahun. Jika fundamental oke dan valuasi saham sudah murah, serta tingkat penurunan harga saham sudah sangat dalam. Saham itu akan menjadi pilihan yang menarik.

Dengan dua formula sederhana yang bisa dilakukan oleh siapapun itu bisa menemukan potensi saham cuan.

Saya sudah coba metode ini di saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) saat mau right issue pada 2021. Waktu itu, harga saham BBRI hampir mendekati level Rp3.500 per saham. Menurut saya, itu valuasi yang cukup murah, serta ditambah aksi right issue jumbo untuk menjadikannya sebagai BUMN holding ultra mikro, salah satu spesialisasi pembiayaan perseroan. Tanpa pikir panjang, saya beli saham jelang right issue serta eksekusi hak saham barunya. Hasilnya, sekarang sudah untung hingga 35 persen. Ya bukan persentase besar hingga multibagger, tapi cukup mengamankan aset dari risiko inflasi. [dalam hal ini, BBRI termasuk saham dividen, tapi salah satu saham yang saya beli dengan formula tadi]

Lalu, beberapa bulan lalu, saya juga masuk di saham PT Surya Esa Perkasa Tbk. (ESSA), saham yang jualan gas dan amonia. Harga saham ESSA sempat turun drastis pada Juni-Juli 2023, dan penurunan harganya sudah mencapai level terendah dalam beberapa tahun terakhir.

Saya menilai hal itu wajar karena kinerja keuangan ESSA juga merosot akibat normalisasi harga amonia. Namun, saya pikir itu siklus di mana ketika harga amonia kembali naik, laporan keuangannya akan kembali normal dan mendorong kembali harga sahamnya. Dalam dua bulan, kini keuntungan di saham ESSA sudah sekitar 19 persen.

Sebenarnya, ada satu saham yang saya pantau lainnya sejak Mei 2023, yakni PT Pertamina Geothermal Tbk. (PGEO) dan PT  Saratoga Investama Tbk. (SRTG). Namun, waktu itu peluru alias modal saya lagi kering, sehingga menunggu ada modal malah keburu terbang harga sahamnya.

BACA JUGA: Saham SRTG Lagi Panen Dividen dan Harganya Sudah Murah, Begini Prospeknya

Namun, metode ini tidak sepenuhnya memberikan keuntungan yang cepat karena meski kita prediksi sudah murah, harga saham masih bisa turun lebih dalam lagi. Salah satunya, saham yang saya pantau sepanjang 2023, yakni PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) yang sudah turun 46 persen sepanjang 2023.

Dari sisi kinerja, EMTK hanya terbebani rugi di PT Bukalapak Tbk. (BUKA) yang bisnisnya belum menguntungkan ditambah investasi di PT Allobank Indonesia Tbk. (BBHI) kini floating loss. Untuk itu, saya coba masuk ke saham tersebut. Hasilnya, sekarang masih rugi 7 persen.

Ya, itu adalah salah satu risiko dari metode saya karena tidak ada metode investasi yang tidak memiliki risiko. Setidaknya, saya siap menerima risiko dengan metode ini ketimbang dari trading. Di mana, risiko trading adalah ketika saya tidak pantau pergerakan harga sahamnya, lupa jual, dan jadi nyangkut dalam jangka panjang sekali.

Nah, kalau ini adalah metodeku dalam investasi saham yang mengutamakan kesederhanaan dan tidak perlu sibuk mantau saham setiap hari, bagaimana dengan metodemu?

Mau dapat guideline saham dividen 2024?

Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.

Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:

  • Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)

Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini