Harga Minyak ke 100 dolar AS, Deretan Saham yang Untung dan Rugi

Harga minyak mulai mendekat ke 100 dolar AS per barel. Hal ini membuat harga saham relate minyak menguat sejak pertengahan tahun ini. Kira-kira, masih bisa masuk nggak ya?

Harga Minyak ke 100 dolar AS, Deretan Saham yang Untung dan Rugi

Mikirduit – Kabar harga Pertamax naik ke Rp14.000 per liter menjadi pertanda harga minyak dunia sudah naik lebih tinggi lagi. Apakah akan terjadi booming harga minyak yang luar biasa atau hanya sentimen sementara? lalu, apa saja saham yang diuntungkan?

Sampai perdagangan 2 Oktober 2023, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) alias minyak Amerika Serikat (AS) berada di level 91,06 dolar AS per barel, sedangkan minyak Brent berada di level 92,44 dolar AS per barel. Secara total, harga minyak WTI sudah naik 18,35 persen sepanjang tahun ini, sedangkan harga minyak Brent naik.

BACA JUGA: Penyebab Harga BBM non-subsidi Naik-turun Setiap Bulan

Harga minyak Amerika Serikat naik sekitar 18,35 persen sepanjang 2023. Lalu, harga minyak Brent naik sebesar 7 persen. Meski terkesan kecil, tapi harga minyak Brent sudah naik sekitar 30 persen dalam tiga bulan terakhir, serta mencapai level tertinggi sejak November 2022.

Apa yang membuat harga minyak di dunia naik jelang tutup tahun ini?

Pertama, OPEC dan Rusia berkomitmen memangkas produksi dan mengurangi persediaan global. Jadi, Arab Saudi mengumumkan akan memperpanjang pengurangan produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari hingga 2023 pada 5 September 2023. Lalu, Rusia juga mengumumkan akan memangkas produksi sebesar 300.000 barel per hari hingga akhir tahun 2023.

Kedua, di tengah pemangkasan produksi minyak tersebut, China mencatatkan kenaikan impor minyak pada semester I/2023. Kenaikan permintaan minyak China melejit hingga 40 persen dari total permintaan dunia pada tahun ini.

Sinopec mencatat ada beberapa kebutuhan minyak yang cukup tinggi di China, seperti konsumsi bahan bakar pesawat jet bisa naik 90 persen pada semester II/2023. Lalu, China juga mengeluarkan kuota ekspor bahan bakar yang lebih besar dari biasanya untuk membantu pertumbuhan ekonomi negaranya tersebut.

CEO Black  Gold Investor Gary Ross memperkirakan ada potensi lonjakan konsumsi minyak di China pada kuartal IV/2023. Hal itu terlihat dari tingkat operasio kilang China yang tetap tinggi, sehingga ada kebutuhan impor minyak mentah dari negara tersebut.

Meski, cerita permintaan minyak dari China yang tinggi tetap ada bumbu fear dari penetrasi kendaraan listrik di negara tersebut. Namun, China tetap salah satu konsumen minyak terbesar di dunia dan sekarang permintaannya lagi naik, saat produksi turun.

Adapun, analis Bank of America Fransisco Blanch mengatakan ekonomi China memang masih lemah di sektor real estate dan industri. Namun, setelah lockdown akibat Covid-19 usai, industri jasa dan perjalanan meningkat drastis. Hal itu pula yang menjadi pendorong konsumsi bahan bakar transportasi di china.

"China melakukan impor minyak hingga 12,4 juta barel per hari pada  Agustus 2023 sehingga makin menekan pasokan internasional saat produksi OPEC+ dipangkas," ujarnya.

Ketiga, produsen minyak di AS belum mulai meningkatkan produksi. Saat ini, permintaan energi berpotensi meningkat terutama ada kaitannya jelang musim dingin. Sayangnya, perusahaan migas di AS masih wait and see untuk meningkatkan produksi karena khawatir risiko surplus pasokan seperti di masa lalu.

Di mana, ketika minyak di AS terlalu oversupply membuat harga minyak jatuh sangat dalam pada medio 2014-2015.

Keempat, ada asumsi dari Bloomber Economics, Arab Saudi sengaja menaikkan harga minyak kembali ke level 100 dolar AS per barel dengan tujuan untuk membiaya produk ambisius putra mahkota Mohammed bin Salman, seperti membangun kota Neom yang futuristik senilai 500 miliar dolar AS.

Di sisi lain, Arab Saudi memang lagi mengembangkan potensi industri di luar migasnya. Bahkan, mereka juga ekspansi membangun industri hiburan seperti sepak bola dengan mendatangkan banyak pemain bintang di sana. Tujuannya, jika nantinya industri minyak sudah mulai sunset, mereka sudah punya backup plan untuk tetap punya pendapatan yang besar.

Dengan ketidak sesuaian antara permintaan yang naik, sedangkan pasokannya malah makin terbatas, akhirnya harga minyak dunia pun terus merangsek naik mendekati 100 dolar AS per barel.

Saham yang Diuntungkan Kenaikan Harga Minyak

Pastinya, saham yang diuntungkan adalah yang berhubungan erat dengan produk minyak seperti PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC), PT Elnusa Tbk. (ELSA), PT Soechi Lines Tbk. (SOCI), PT Wintermar Offshore Marine Tbk. (WINS), hingga PT Apexindo Pratama Duta Tbk. (APEX).

Valuasi saham migas
Deretan valuasi saham migas hingga 2 Oktober 2023. Secara keseluruhan, semuanya sudah naik terlalu tinggi dan valuasi sangat mahal. Jika ada yang valuasinya masih murah secara historis wajib cek fundamentalnya lagi.

Masalahnya, jika baru melihat saat ini, deretan harga saham terkait minyak itu sudah melesat terlalu tinggi. Lalu, rata-rata valuasi secara price to book valuenya sudah di atas historis 5 tahunnya.

BACA JUGA: SMDR dan TMAS Meredup, Ini Tiga Saham Kapal yang Bersinar

Adapun, valuasi seperti APEX memang masih cukup murah, tapi perlu dilihat lagi bagaimana perkembangan fundamentalnya.

Di luar itu, ada beberapa saham yang bisnisnya memperdagangkan minyak mentah yang bisa diuntungkan dari kenaikan harga saat ini.

Pertama, PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA) yang memiliki bisnis distribusi perdagangan BBM. Dengan karakter trading, AKRA kerap bisa mengambil capital gain saat harga minyak naik. Berbanding terbalik dengan PT Pertamina (Persero) yang cenderung tertekan jika harga minyak naik.

Apalagi, porsi pendapatan dari distribusi perdagangan BBM AKRA menjadi yang terbesar, yakni 76 persen dari total pendapatan. Meski, kinerja pendapatan distribusi BBM AKRA tengah mencatatkan koreksi 11 persen menjadi Rp14,99 triliun pada semester I/2023.

Nanti, kita akan bisa lihat, apakah dengan kenaikan harga minyak dunia ini, AKRA bisa mengambil margin keuntungan lebih besar.

Walaupun, secara valuasi, saham AKRA saat ini sudah cukup mahal juga dengan price to book value di 2,78 kali, sedangkan rata-rata PBV lima tahunnya sekitar 1,94 kali.

Kedua, PT Sigma Energy Compressindo Tbk. (SICO) yang bisnisnya adalah menyewakan  compressor untuk tambang migas. Namun, perseroan juga melakukan trading migas atau bahan bakar.

Menariknya, kinerja semester I/2023 SICO mampu naik karena didorong oleh penjualan bahan bakar. Dari total penjualan bahan bakar itu SICO bisa mendapatkan pendapatan hingga Rp24,31 miliar, bahkan lebih besar dari bisnis utamanya sewa kompresor yang senilai Rp23,85 miliar.

Namun, skala bisnis dan saham SICO masih sangat kecil. Perseroan termasuk saham third liner dengan kapitalisasi pasar hanya Rp109 miliar. Sehingga dari sisi risiko fluktuasi harga akan sangat tinggi.

BACA JUGA: Review 5 Saham IPO 2022-2023 yang Bagi Dividen Jumbo

Saham yang Dirugikan dari Kenaikan Harga Minyak

Lalu, deretan saham yang dirugikan dari kenaikan harga minyak bisa dibilang hampir seluruh saham di luar migas. Soalnya, kenaikan harga minyak berimplikasi terhadap kenaikan harga BBM. Dengan begitu, ketika harga BBM naik, berarti biaya distribusi dan sebagainya juga meningkat sehingga menambah beban perusahaan.

Ditambah, dari segi daya beli masyarakat masih dalam tahap pemulihan ekonomi pasca Covid-19. Sehingga, jika perusahaan menaikkan harga produk karena adanya kenaikan biaya distribusi, yang ada volume penjualan berpotensi turun.

Namun, kita perlu memantau perkembangan selanjutnya. Apakah kenaikan harga minyak ini bakal berlanjut hingga tahun depan atau tidak. Bisa jadi, setelah pemangkasan hingga akhir 2023, OPEC tidak memangkas produksi lagi dan malah meningkatkan produksi karena harga yang sudah tinggi. Jadi, efeknya cenderung sementara.

Kesimpulan

Jika melihat karakteristik saham migas di Indonesia, mereka memiliki kecenderungan sebagai penyedia kontraktor tambang serta transportasi produknya seperti kapal tongkang.

Artinya, korelasi saham yang ada di BEI bukan kepada harga minyak (kecuali MEDC), tapi aktivitas daripada perusahaan-perusahaan penambang migas merespons kenaikan harga saham.

Saat ini, perusahaan migas skala global tengah makin agresif meningkatkan produksi dan melakukan eksplorasi sumber daya migas baru di dunia.

Dalam tulisan Jason Bordoff, founding director the Center on Global Energy Policy at Columbia University's School of International and Public Affairs di New York Times berjudul Behind All the Talk, This Is What Big Oil Is Actually Doing. Dia menceritakan bagaimana perusahaan minyak besar justru tidak mengurangi produksi saat ada semangat mengatasi perubahan iklim.

Shell, menjadi salah satu perusahaan minyak besar yang tidak akan mengurangi produksi minyaknya. Bahkan, Shell menaikkan porsi dividennya yang seharusnya ada beberapa biaya untuk pengembangan energi ramah lingkungan. Begitu juga dengan British Petroleum (BP) yang harga sahamnya meroket setelah perseroan membatalkan rencana pengurangan produksi migas.

Aksi para perusahaan besar itu bisa terwakilkan oleh catatan Exxon Mobil yang menilai sangat kecil peluang masyarakat menerima penurunan standar hidup yang diperlukan untuk mencapai zero emisi karbon. Meski, Shell berkukuh masih yakin bisa mencapai net zero pada 2050.

Ditambah, menurut data Rystad dari riset Trimegah pada 10 September 2023 menunjukkan adanya peningkatan investasi minyak dan gas lepas pantai di Asia Tenggara senilai 135 miliar dolar AS dalam periode 2023-2030. Nilai investasi itu naik 3 kali lipat dibandingkan dengan periode 2015-2022 yang senilai 44 miliar dolar AS.

Artinya, secara kinerja keuangan, emiten terkait migas akan melejit di sepanjang 2023 dan berlanjut hingga 2024. Apakah harga sahamnya bisa melejit? bisa saja jika saham-saham itu membagikan dividen jumbo seiring ketiban berkah kenaikan aktivitas migas tersebut.

Sayangnya, beberapa emiten kapal terkait migas bukan termasuk saham rutin bagi dividen. Adapun, para kontraktor migas yang rutin dividen bisa diadu adalah ELSA dan RUIS. Kira-kira, kamu pilih saham yang mana nih?

Referensi