Credit Suisse Bikin Panik Satu Bumi, Baca Kronologinya di Sini

Untuk kamu yang masih bingung, apa yang sebenarnya terjadi dengan Credit Suisse, kamu bisa baca selengkapnya di sini.

Credit Suisse Bikin Panik Satu Bumi, Baca Kronologinya di Sini

Mikir Duit – Credit Suisse, bank asal Swiss, yang sudah beroperasi lebih dari 100 tahun harus rela diakuisisi oleh rivalnya UBS gara-gara tengah kesulitan keuangannya. Hal ini pun menyeret efek ke pasar saham di dunia, termasuk Indonesia, yang tertekan, meski kejadian ini disebut bisa bikin Federal Reserve atau The Fed tidak menaikkan suku bunga terlebih dulu. Memang, apa masalah Credit Suisse sesungguhnya hingga bisa membahayakan ekonomi dunia?

Sebenarnya, kasus Credit Suisse sama sekali tidak berhubungan dengan Sillicon Valley Bank. Soalnya, Credit Suisse sudah bermasalah jauh sebelum Sillicon Valley Bank bangkrut di 2023.

Kinerja keuangan Credit Suisse memburuk sejak 2021, ketika itu bank yang berasal dari Swiss ini mencatatkan kerugian bersih senilai 1,62 miliar franc Swiss atau Rp26,92 triliun. Nasib kerugian Credit Suisse makin memburuk di 2022 setelah mencatatkan rugi bersih 7,3 miliar franc Swiss atau setara Rp120,96 triliun.

Penurunan kinerja Credit Suisse itu disebabkan oleh anjloknya kinerja pendapatan dari seluruh lini bisnis bank tersebut. Misalnya, per 2022, seluruh sumber pendapatan Credit Suisse mencatatkan penurunan. Seperti, pendapatan bunga bersih turun 8 persen, pendapatan komisi turun 32 persen, pendapatan trading turun 118 persen, pendapatan lainnya turun 8,61 persen.

Penyakit kinerja pendapatan itu sudah tampak pada 2021, waktu itu 3 dari 4 sumber pendapatan Credit Suisse sudah mulai seret. Seperti, pendapatan bunga bersih turun 2,3 persen, pendapatan trading turun 26 persen, dan pendapatan lainnya turun 0,3 persen. Tercatat hanya pendapatan komisi yang masih sempat naik 11 persen.

Ditambah, rasio cost to income Credit Suisse menunjukkan model bisnis bank asal Swiss itu tidak efisien. Pasalnya, biaya operasional yang dikeluarkan Credit Suisse untuk mendapatkan pendapatan itu mencapai 121 persen pada 2022.

Artinya, biaya jauh lebih tinggi daripada pendapatan alias operasional bisnis Credit Suisse sangat tidak efisien.

Di sisi lain, Credit Suisse pun kolaps setelah ada investasinya di perusahaan pembiayaan asal Irlandia bernama Greensill Capital mengalami kebangkrutan.Belum lagi, kasus Archegos Capital milik Bill Hwang yang disebut telah merugikan Credit Suisse hingga 5 miliar dolar AS atau setara Rp76 triliun.

Lalu, Kenapa Kasus Credit Suisse Muncul Setelah Sillicon Valley Bank Bangkrut?

Pernah baca tulisan Mikirduit tentang jika bank bangkrut bagaimana nasib uang nasabahnya di sini?

Yaps, bisnis bank itu adalah bisnis kepercayaan. Jika kepercayaan itu tercoreng, berarti bisnisnya berpotensi terganggu. Soalnya, bisnis bank erat kaitannya dengan masyarakat.

Kenapa kasus Credit Suisse mencuat ketika SVB sudah bangkrut? hal itu seolah memberikan kesan kalau SVB bikin Credit Suisse bangkrut. Padahal, keduanya tidak ada keterkaitan.

Hanya saja psikologis masyarakat akan mulai khawatir ketika ada beberapa bank kolaps. Setelah kejadian SVB dan dua bank lainnya bangkrut, investor pun menganalisis apa lagi bank yang berpotensi terganggu.

Akhirnya, semua melihat hasil rilis laporan tahunan Credit Suisse yang hasilnya kinerja keuangan bank asal Swiss itu makin memburuk.

Sampai-sampai salah satu pemegang saham Saudi National Bank mengaku tidak akan memberikan dana segar tambahan jika Credit Suisse membutuhkan modal.

Alasan Credit Suisse Jual Murah ke UBS

UBS adalah kompetitor Credit Suisse di Swiss, menariknya regulator sudah menyiapkan skema UBS akuisisi Credit Suisse jika bank itu mengalami masalah likuiditas hingga terancam kolaps. Benar saja, UBS sepakat membeli Credit Suisse dengan harga diskon senilai 3,2 miliar dolar AS atau setara Rp48,99 triliun.

Angka itu sangat diskon, karena berarti Credit Suisse hanya dihargai sekelas bank menengah di Indonesia. Asumsi ini muncul dengan asumsi kapitalisasi pasar saham bank besar di Indonesia bisa mencapai di atas Rp100 triliun.

Apakah UBS membeli Credit Suisse karena tawaran harga murah? tentu saja tidak. Salah satu UBS tertarik akuisisi Credit Suisse jelas dorong pemerintah Swiss untuk menyelamatkan sistem keuangan global.

Sebagai catatan Credit Suisse adalah salah satu bank sistemik secara global. Artinya, jika Credit Suisse mengalami kebangkrutan, hal itu berpotensi memengaruhi bank-bank lainnya yang ada keterkaitan dengan Credit Suisse.

Tantangan UBS setelah Credit  Suisse selanjutnya adalah merampingkan operasional karena dari segi cabang akan saling berdampingan. Hal itu jelas sangat tidak efisien.

Kenapa Investor Jual Obligasi Subordinasi Credit Suisse?

Namun, sentimen akuisisi Credit Suisse  oleh UBS berefek kurang bagus terhadap pemegang obligasi subordinasi perseroan. Pasalnya, UBS diperkenankan menjual obligasi subordinasi yang diterbitkan Credit Suisse sekitar 17 miliar dolar AS atau setara Rp26 triliun.

Gara-gara itu, investor langsung menjual obligasi subordinasi dengan harga murah banget.

Apa itu obligasi subordinasi? obligasi itu diterbitkan oleh bank untuk mendapatkan modal pelengkap, bahkan bisa digunakan untuk penyaluran kredit.

Dalam regulasi Eropa, obligasi subrodinasi sebuah bank tidak wajib dibayarkan jika perusahaan penerbit ada masalah keuangan. Hal itulah yang terjadi di Credit Suisse yang bikin pemilik obligasi subordinasinya gemetar.

Namun, dengan risiko setinggi itu, kenapa banyak yang tertarik borong obligasi subordinasi Credit Suisse? jawabannya sederhana, obligasi jenis itu juga menawarkan tingkat kupon yang tinggi.

Kesimpulan

Efek Credit Suisse jelas lebih besar daripada SVB. Misalnya, SVB termasuk bank sistemik di AS pun skalanya baru sekadar Amerika Serikat. Di sisi lain, Credit  Suisse ini adalah bank sistemik global di mana keterkaitannya dengan bank di belahan dunia lainnya cukup kuat.

Dari sini, muncul ekspektasi The Fed akan meredam kenaikan suku bunga acuannya yang dianggap berdampak positif kepada indeks saham. Namun ingat, menahan suku bunga dengan kondisi tanda tanya efek Credit Suisse lebih lanjut seperti apa tidak membuat nyaman investor besar.

Mereka akan cenderung menunggu kepastian seberapa besar efek dari Credit Suisse ke sistem keuangan dunia. Jika efeknya ringan, ya pastinya pasar saham siap bangkit lagi.

Sebagai catatan terakhir, Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak memiliki keterkaitan signifikan dengan Credit Suisse. Apalagi, Credit Suisse di Indonesia statusnya hanya sebagai sekuritas bukan investment banking.

Jadi, overall bisnis bank di Indonesia masih aman. Apalagi, likuiditas juga terjaga. Jadi, kapan waktu terbaik masuk ke saham?