Bisnis Pakaian Bekas Diminta Tutup, Jadi Kambing Hitam?

Bisnis pakaian bekas diminta tutup oleh pemerintah karena dianggap bunuh industri tekstil. Benarkah semua itu salah penjual pakaian bekas?

Bisnis Pakaian Bekas Diminta Tutup, Jadi Kambing Hitam?

Mikir Duit – Siapa yang masih pegang saham PT Sri Rezeki Isman Tbk. alias SRIL? pasti sabar banget ya karena sahamnya sudah disuspensi BEI hampir 2 tahun. Ya wajar, katanya nih industri tekstil lagi terpukul serangan pakaian bekas atau istilah kerennya thrifting. Namun, kenapa bisa industri tekstil tertekan oleh gencaran pakaian bekas? memang semua orang beli pakaian bekas?

Cerita larangan perdagangan pakaian bekas ini sudah muncul sejak lama. Bahkan, larangan impor pakaian bekas konon sudah ada sejak 1982. Lalu, Rini Soemarno pun mengeluarkan larangan impor kain perca, kain sisa produksi, pada 2002. Waktu itu, Rini menjabat sebagai Menteria Perindustrian dan Perdagangan.

Lalu, larangan perdagangan pakaian impor bekas sudah muncul sejak 2015 dan mulai diimplementasikan pada 2016. Waktu itu, pemerintah berdalih ada dua risiko menjual pakaian bekas impor ke masyarakat, pertama ada risiko penyakit karena pakaian bekas itu memiliki banyak bakteri. Kedua, ada risiko ke industri tekstil karena harga jual pakaian bekas disebut lebih murah daripada pakaian domestik.

Kini, masalah perdagangan pakaian impor bekas kembali muncul setelah pemerintah ingin melarangnya. Pertanyaannya, apakah penjualan pakaian impor bekas benar-benar menganggu industri tekstil?

BACA JUGA: Begini Cara Beli 45 Saham dengan Modal Rp10.000

Kinerja Industri Tekstil di Indonesia

Kinerja industri tekstil di Indonesia memang lagi menantang setelah volume ekspor mengalami penurunan 17 persen menjadi 1,5 juta ton sepanjang 2022. Meski, nilai ekspor hanya turun 6,5 persen. Namun, kinerja volume ekspor tekstil itu menjadi yang terendah, bahkan jika dibandingkan dengan periode pandemi Covid-19 pada 2020.

Dari segi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), sektor tekstil masih tumbuh 9,34 persen pada 2022. Namun, pertumbuhan yang tinggi itu dianggap semu karena basis angka di 2021 yang dianggap masih rendah.

Di sisi lain, sektor tekstil lagi terancam oleh perlambatan permintaan global karena inflasi tinggi. Hal itu memicu industri tekstil melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada akhir 2022 kemarin.

Lalu, Apakah Benar Gara-gara Impor Pakaian Bekas?

Sebenarnya, aksi pemerintah melarang pakaian bekas dengan dalih telah membuat sektor tekstil dalam negeri tertekan itu seperti menunjuk kambing hitam atas bobroknya pengembangan sektor pakaian domestik.

Ya, dengan adanya aturan larangan impor, akan sedikit aneh ketika impor pakaian bekas masih terjadi. Artinya, ada yang bolong dari proses pengecekan di bagian masuk barang impor.

Di sisi lain, bocornya pakaian bekas dari luar negeri itu telah membuka peluang bisnis bagi masyarakat. Hal itu terbukti bagaimana industri thrifting ini berkembang. Apalagi dengan adanya media sosial. Tadinya, thrifting hanya ada di pasar pakaian bekas, tapi kini sudah memasukin media sosial sampai e-commerce.

Namun, ketika bisnis thrifting ini sudah berkembang, tiba-tiba pemerintah mulai heboh kalau pakaian bekas impor ini menjadi masalah industri tekstil. Lalu, meminta pedagang pakaian bekas impor tutup lapak.

Menariknya, sudut pandang yang diambil thrifting yang menjual pakaian branded harga murah sebagai biang kerok lesunya sektor tekstil. Padahal, sudah sejak lama sebelum bisnis pakaian bekas menjamah secara online, industri tekstil sudah tertekan oleh pakaian impor dari China yang harganya lebih murah.

Masih ingat ketika Presiden Indonesia Joko Widodo mencak-mencak kepada e-commerce yang menjual barang impor grosir hingga menganggu barang dagangan tekstil UMKM pada 2021?

Faktanya, waktu itu memang e-Commerce seperti Alibaba hingga Shopee menawarkan produk impor grosir yang murah banget. Bahkan, lebih murah daripada yang ada di Indonesia dengan ongkos kirim gratis.

Bahkan, jauh sebelum adanya e-Commerce, sebenarnya industri tekstil sudah tertekan oleh serbuan barang impor dari China yang memang harganya lebih murah.

Kesimpulan

Bisa dibilang, langkah pemerintah untuk meminta para pedagangan pakaian bekas menutup lapaknya agak egois. Alasannya, impor pakaian bekas bisa bocor karena sistem impor yang bolong. Padahal, sudah jelas, ada aturan larangan impor pakaian bekas sejak 1982, tapi kenapa bisa bocor?

Hal itu membuat masyarakat kadung berbisnis dan menuai cuan untuk kehidupannya dari sana. Ketika ditutup, masyarakat yang berbisnis pakaian bekas impor itu berpotensi kehilangan pendapatan.

Ini sebenarnya yang diinginkan si supplier pertama yang mampu menembus pintu masuk barang bekas ke Indonesia. Ketika masyarakat sudah banyak yang berbisnis, jelas akan sulit untuk dihentikan.

Di sisi lain, fokus utama pemerintah harusnya bukan sekadar di pakaian bekas, tapi juga impor pakaian dari luar dan insentif untuk sektor tekstil agar bisa lebih kompetitif. Lihat saham SRIL, sampai saat ini masih belum selesai disuspensi BEI.

Bahkan, sampai kuartal III/2022, kondisi SRIL masih defisit ekuitas, penjualan menurun, dan masih merugi. Satu-satunya yang positif adalah arus kas operasi yang positif Rp11 miliar dari sebelumnya negatif Rp453 miliar.

Semoga ada titik terang ya terkait bisnis thrifting dan upaya pemerintah memulihkan bisnis tekstil.