Alasan Deposito Sering Disebut Bukan Aset Investasi

Deposito memang aset yang paling minim risiko, tapi kenapa banyak yang sebut deposito itu bukan investasi ya?

Alasan Deposito Sering Disebut Bukan Aset Investasi

Mikir Duit – Deposito sering disebut bukan investasi. Padahal, deposito memiliki karakter pendapatan pasif karena mendapatkan bunga bank. Apalagi, risikonya paling rendah. Lalu, kenapa deposito disebut bukan aset investasi?

Daftar Isi Konten

Mengenal Deposito

Deposito adalah salah satu produk keuangan di mana bank menghimpun dana masyarakat dengan memberikan bunga simpanan yang cukup besar dibandingkan dengan tabungan biasa. Bank menghimpun deposito agar mereka bisa menyalurkan kredit ke masyarakat lagi.

Kenapa bunga deposito ditetapkan lebih besar daripada simpanan biasa? jawabannya agar masyarakat tertarik menyimpan uang di bank. Sehingga likuiditas bank tetap terjaga.

Namun, bank yang terlalu banyak memiliki deposito cenderung kurang efisien karena biaya bunga yang harus dibayarkan ke nasabah juga sangat tinggi. BIasanya, efek dari bank yang memiliki deposito terlalu banyak adalah pemberian bunga kreditnya jadi tinggi hingga menekan kinerja laba bersih.

Hal itu bisa dilihat dari deposito era 1990-an yang bunganya mencapai 10 persen per tahun. Bahkan, ada yang sampai 20 persen per tahun. Namun, dari bunga deposito yang tinggi itu, efeknya bunga kredit pada periode itu juga sekitar 30 persen-an.

Untuk itu, bagi bank, deposito ini dianggap sebagai instrumen pencari dana yang mahal dibandingkan dengan tabungan biasa.

Penyebab Suku Bunga Deposito Naik-turun

Salah satu yang menjadi perhatian dari deposito adalah tingkat bunganya yang naik turun. Lalu, apa yang membuat bunga deposito naik-turun?

Pertama, kebijakan suku bunga bank sentral. Jadi, ketika bank sentral menaikkan suku bunga, secara bertahap suku bunga deposito juga naik. Apa penyebabnya? kenaikan suku bunga bank sentral itu membuat supply uang yang beredar lebih melambat jadi bank ada potensi berebut dana dengan bank lain. Dengan begitu, bank menaikkan bunga deposito agar lebih menarik. Begitu juga saat suku bunga bank sentral turun. Bank akan ikut menurunkan suku bunga depositonya. Soalnya supply uang melimpah. Jadi, bank tidak perlu ngebut berburu uang.

Kedua, faktor kedua ini ada kaitannya dengan faktor pertama, tapi bisa juga nggak sesuai dengan kondisi keuangan masing-masing bank. Faktor kedua adalah likuiditas bank mengetat. Pengetatan likuiditas bisa terjadi karena kebijakan bank sentral, tapi juga bisa karena risiko kredit bermasalah yang tinggi hingga karakter bisnis bank tersebut. Misalnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) memiliki model bisnis penyaluran kredit ke kredit pemilikan rumah (KPR). Tenor KPR ini bisa lama dari 10 tahun - 25 tahun. Jadi, uang yang disalurkan tidak balik dengan cepat. Sehingga ada risiko likuiditas mengetat.

BACA JUGA: Cara Mencari Investasi yang Cuan dengan Melihat Arah Kebijakan Suku Bunga Bank Sentral

Ketika likuiditas mengetat ada dua hal yang bisa dilakukan, menaikkan suku bunga deposito untuk menarik para deposan. Kedua, menerbitkan surat utang seperti obligasi, medium terms note, atau negotible certificate of deposti (NCD).

Risiko Deposito

Meski deposito sering disebut bukan aset investasi, tapi bukan berarti deposito ini bebas risiko. Secara umum, risiko dari deposito adalah jika bank mengalami kebangkrutan.

Nah, setelah krisis 1998, lembaga keuangan melakukan transformasi yang cukup agresif. Salah satunya dengan mendirikan lembaga penjamin simpanan (LPS). Tugas dari LPS ini adalah mengelola uang premi yang dibayarkan oleh bank sebagai uang asuransi risiko jika ada bank mengalami gagal bayar.

Bahasa sederhananya, jika bank bangkrut, dan bank itu adalah peserta LPS, berarti uang deposito dan tabungan di bank itu akan dijamin oleh LPS.

Namun, tidak semua tabungan dan deposito dijamin LPS. Ada beberapa syarat utamanya seperti:

  • Maksimal uang tabungan Rp2 miliar per bank (dalam artian jika punya Rp10 miliar dan disimpan masing-masing Rp2 miliar di 5 bank, uangnya masih dijamin)
  • Suku bunga simpanan yang didapatkan tidak melebihi LPS rate (dalam artian, jika saat ini suku bunga LPS rate 4,25 persen, berarti bank yang kasih deposito 5 persen itu dananya tidak akan dijamin LPS)

Alasan Kenapa Deposito Bukan Investasi

Topik utamanya, kenapa deposito ini bukan investasi. Oke, tujuan kita investasi adalah agar nilai aset bertumbuh. Namun, bukan sekadar naik saja, tapi juga diharapkan bisa mengalahkan inflasi. Jika nilai investasi tidak bisa mengalahkan inflasi untuk apa investasi dong?

Posisi bunga deposito setidaknya dalam 5 tahun terakhir sudah berada di bawah inflasi. Soalnya, bunga deposito juga kena pajak 20 persen.

Kita akan buat simulasinya, nilai uang Rp10 juta pada 2021 akan naik menjadi Rp10,8 juta karena ada rata-rata inflasi per tahun 4 persen.

Lalu, bagaimana dengan uang Rp10 juta yang disimpan di deposito pada 2021 saat ini? sebenarnya, rata-rata bunga deposito per tahun sejak 2021 sampai saat ini sama seperti rata-rata inflasi,yakni 4 persen. Bahkan, dalam perhitungannya, nilai uang di deposito bisa menjadi Rp10,9 juta pada saat ini.

Namun, berhubung ada pajak bunga 20 persen, hal itu membuat total nilai uang Rp10 juta di deposito pada 2021 itu cuma Rp10,7 juta. Atau masih kalah dibandingkan dengan penurunan nilai uang akibat inflasi.

Jadi, sekarang kamu percaya kalau deposito itu bukan investasi?