Tabungan Rp100.000 hingga Rp2 miliar Susut, Tanda Apa Nih?

Tabungan masyarakat dari Rp100.000 hingga Rp2 miliar mengalami penyusutan. Pertanda apa nih? simak ulasan lengkapnya di sini.

Tabungan Rp100.000 hingga Rp2 miliar Susut, Tanda Apa Nih?

Mikirduit – Masyarakat dari golongan menengah ke bawah mulai menggunakan simpanannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lalu, apa efek dari fenomena ini terhadap prospek ekonomi dan sebagainya? kami akan ulas semuanya di sini.

Jika dilihat data LPS hingga September 2023, ada penurunan nilai simpanan di tiering nominal tabungan di bawah Rp100 juta, Rp100 juta hingga Rp2 miliar. Penurunannya memang tidak sampai 1 persen, tapi jika dilihat secara bulanan, nominal penurunan ini lumayan. 

Misalnya, simpanan di bawah Rp100 juta turun 0,2 persen, simpanan sektiar Rp100 juta sampai Rp200 juta turun 0,5persen, simpanan Rp200 juta sampai Rp500 juta turun 0,6 persen, simpanan dari Rp500 juta sampai Rp1 miliar turun 0,8 persen, sedangkan simpanan Rp1 miliar sampai Rp2 miliar turun 0,2 persen. 

Kami melihat, untuk skala simpanan hingga Rp100 juta mengalami penurunan di instrumen tabungan. Berarti ada dua kemungkinan, pertama tingkat konsumsi meningkat sehingga uang yang tersimmpan di tabungan berkurang. Kedua, masyarakat menggunakan uang di tabungannya untuk menutup beban kehidupan sehari-harinya. 

Lalu, untuk simpanan Rp200 juta hingga Rp2 miliar mencatatkan penurunan dari instrumen deposit on call. Instrumen ini memang bisa digunakan dengan minimal simpanan di atas Rp100 juta, sesuai dengan ketentuan masing-masing bank yang berbeda. Rata-rata pengguna deposito on call ini adalah pengusaha atau perusahaan. Namun, tidak sedikit juga orang dengan kekayaan cukup banyak menggunakan instrumen ini sebagai aset likuid yang memberikan keuntungan besar. 

Dengan skala simpanan hingga Rp2 miliar, bisa diasumsikan jika pun yang simpan pengusaha, skalanya masih usaha kecil hingga menengah. 

Penurunan di deposito on call ini bisa menjadi pertanda beberapa pebisnis atau orang kaya mulai menggunakan aset likuidnya yang bisa untuk beberapa hal seperti, tambahan operasional bisnis karena pendapatan yang menurun hingga ada kebutuhan darurat lainnya. 

Jadi apa arti dari penurunan tingkat simpanan dari di bawah Rp100 juta sampai Rp2 miliar ini?

Memahami Tanda Penurunan Simpanan Masyakarat

Sebenarnya, ada tiga hal yang bisa dimaknai dari penurunan simpanan masyarakat ini, dengan catatan jika penurunan juga terus berlanjut di bulan-bulan selanjutnya. 

Pertama, penurunan simpanan masyarakat menjadi pertanda kalau ekonomi riil mulai melambat. Di mana, hal ini bisa disebabkan oleh penurunan atau perlambatan pendapatan masyarakat akibat posisi suku bunga tinggi. Sehingga perputaran roda ekonomi pun lebih lambat. 

💡
Logika roda ekonomi lebih lambat: Misalnya Si Joko Biasanya Jajan Rp100.000 per hari. Namun, ternyata ada pemotongan insentif penghasilannya sehingga kini dia berhemat jadi jajan cuma Rp50.000 per hari. Bayangkan, jika ada 10 juta orang seperti Joko yang hemat Rp50.000, berarti ada uang yang tidak beredar sekitar Rp500 miliar dalam sehari. Masalahnya, pengurangan uang yang beredar ini bukan karena disimpan, tapi ya karena pendapatan turun sehingga tidak menambah likuiditas bank untuk diputarkan lagi ke kredit. 

Hal itu sudah terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III/2023 yang melambat ke 4,94 persen dibandingkan dengan sebelumnya masih di sekitar 5 persen. 

Kedua, dengan kondisi ini, ada risiko likuiditas bank juga mulai mengetat. Hal ini bisa memicu kenaikan suku bunga deposito di perbankan demi bisa menghimpun dana dari masyarakat. Namun, efeknya bank akan mencatatkan beban bunga yang cukup tinggi hingga bisa menganggu profitabilitasnya. Belum lagi, ada risiko permintaan kredit melambat karena perlambatan ekonomi. 

Ketiga, dengan kondisi pertama dan kedua, bisa menjadi pertanda kalau dibutuhkan yang namanya perlonggaran moneter secara bertahap untuk bisa meningkatka lagi peredaran uang di masyarakat. Sehingga bisa mendorong perekonomian kembali normal. Sehingga ada potensi pendapatan masyarakat kembali naik dan roda ekonomi bisa berputar lebih cepat lagi. 

💡
Logika roda ekonomi lebih cepat: lanjut cerita Si Joko tadi, setelah suku bunga turun, perusahaannya kasih insentif lagi, cuma nggak langsung dibalikkan 100 persen, tapi cuma 50 persen doang. Jadi, si Joko yang sudah berhemat Rp50.000 per hari kini bisa menaikkan jajannya menjadi Rp75.000 per hari. Bayangkan, ada 10 juta Joko, berarti akan ada perputaran uang senilai Rp750 miliar per hari, naik dari sebelumnya Rp500 miliar per hari. Bahkan, jika mereka tidak menaikkan uang jajan, mereka akan simpan uang itu di bank, di mana bank akan salurkan ke kredit untuk membantu putaran uang demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 
23 Digest: Meramal Nasib 10 Saham di Window Dressing
Akhirnya, kita memasuki bulan Desember 2023 nih. Kira-kira, apa saja saham potensi window dressing tahun ini ya? simak selengkapnya di sini.

Jadi Suku Bunga Bakal Turun Nih?

Dengan melihat posisi inflasi Indonesia per November yang sebesar 2,86 persen, serta jadi yang ketiga kalinya secara berturut-turut di bawah 3 persen, sudah jadi pertanda ada peluang suku bunga diturunkan. Meski, Bank Indonesia pasti memperhatikan ada kenaikan inflasi dari September hingga November 2023, meski masih di bawah 3 persen. 

Jika inflasi terus berada di bawah 3 persen hingga Maret 2024 bukan tidak mungkin suku bunga diturunkan. Tantangannya adalah pemilu 2024 di mana ada potensi pembagian sembako ke segmen menengah ke bawah yang berpotensi mengerek inflasi baru. Untuk itu, kami ekspektasikan suku bunga mulai turun di Juni atau Juli 2024. 

Namun, itu semua akan balik lagi dengan perkembangan tren suku bunga di Federal Reseve (The Fed). Soalnya, dengan selisih suku bunga antara Bank Indonesia dan The Fed yang sudah sangat tipis, BI jelas tidak bisa langsung menurunkan jika belum dimulai oleh The Fed. 

Tanda-tanda The Fed tidak akan menaikkan suku bunga lagi makin terbuka setelah dalam sambutan pada 1 Desember 2023, Gubernur The Fed Jerome Powell menilai bank sentral perlu bergerak maju dengan hati-hati di tengah tanda-tanda pelemahan ekonomi akibat kebijakan moneter yang terllau ketat. Adapun, di sini, Powell juga menekankan terms kalimat dari kebijakan yang terlalu ketat menjadi 'lebih seimbang'

Kalimat itu dimaknai oleh pelaku pasar sebagai tanda kalau The Fed mungkin tidak akan menaikkan suku bunga lagi. 

Hal itu wajar, beberapa data ekonomi AS yang terbaru menunjukkan hasil yang melemah. Misalnya, indeks manufaktur AS terus mencatatkan kontraksi. Pasalnya, pabrik-pabrik mulai mencatatkan penurunan pesanan baru,penurunan persediaan, dan berujung ke tekanan tenaga kerja. 

Meski begitu, The Fed kemungkinan akan menahan suku bunga tinggi ini selama beberapa bulan sambil melihat efeknya terhadap data-data ekonomi yang ada. Jadi kami ekspektasikan suku bunga the Fed bisa mulai turun di April dan Mei 2024. 

Dengan begitu, apakah saatnya era kebijakan moneter ketat beralih menuju moneter longgar yang artinya positif untuk pasar saham maupun kripto, serta dunia bisnis? kita tunggu saja ya. 

Mau dapat guideline saham dividen 2024?

Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.

Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:

  • Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)

 Yuk langsung join Mikirdividen DISKON LANGSUNG Rp100.000 klik di sini ya

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini