Sampai Kapan Saham Big Bank Menguasai IDX?

Saham big bank sudah hampir menguasai 10 besar market caps selama 1 dekade terakhir. Kira-kira bisa sampai kapan dan apa sektor yang menggantikannya?

Sampai Kapan Saham Big Bank Menguasai IDX?

Mikir Duit – Sudah 10 tahun saham bank bertengger di pucuk kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia. Yaps, sudah sejak 2013, PT Bank Central Asia Tbk. alias BBCA menjadi saham dengan kapitalisasi pasar terbesar. Namun, sampai kapan saham-saham bank besar ini menjadi saham terbesar di BEI?

Pasar saham Amerika Serikat juga pernah mengalami periode di mana saham-saham bank menjadi saham dengan kapitalisasi terbesar di sana. Biasanya, sektor saham yang menjadi top market cap adalah bisnis yang lagi populer atau menguntungkan.

Amerika Serikat pernah mencatatakan saham-saham pertanian di top market cap pasar sahamnya. Lalu, semua itu berubah ketika revolusi industri tiba, pasar saham AS dipenuhi emiten industri dan manufaktur sebagai saham dengan market cap terbesar.

Sampai akhirnya, era industri digantikan oleh saham bank di papan atas bursa saham Paman Sam. Semangat teknologi di awal 1990-an yang melahirkan banyak perusahaan besar seperti Microsoft, Apple, dan Amazon pun menggantikan posisi bank di puncak market cap. Sampai saat ini, saham sektor teknologi yang menguasai pasar saham di Amerika Serikat.

Lalu, bagaimana di Indonesia?

💡
Saham dengan market caps terbesar dianggap jadi buruannya para investor besar. Sehingga, saham yang berada di posisi 10 market caps terbesar berpotensi menanjak untuk jangka menengah-panjang. Meski, ada beberapa saham musiman yang bisa naik, seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO), PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) yang sempat jadi 10 besar. Namun, kenaikannya itu karena lagi booming sektor teknologi di Indonesia. Setelah sektor itu lesu, ya sahamnya langsung turun dari 10 market caps terbesar.

Jejak Saham dengan Market Cap Tertinggi di Indonesia

Ketika booming komoditas pada medio 2007-2008, harga saham komoditas terbang ke atas menjadi top market cap di BEI. Salah satu yang legendaris adalah PT Bumi Resources Tbk. (BUMI),  PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS), dan PT Vale Indonesia Tbk. (INCO).

Di luar komoditas, saham telekonomunikasi juga lumayan merajai10 big caps saham besar di BEI sepanjang periode itu. PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) menjadi yang terbesar diikuti PT Indosat Tbk. (ISAT) yang masuk 10 besar.

Namun, setelah era komoditas usai, PT Astra International Tbk. (ASII) mengambil alih posisi pertama market cap terbesar di BEI dari TLKM pada 2010-an. Sampai akhirnya, BBCA mengambil posisi itu dari ASII pada 2014.

BACA JUGA: Perbankan Amerika Serikat Kacau Balau, Begini Efeknya ke Indonesia

Walau sempat diganggu oleh PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) yang sempat merangsek ke posisi pertama pada 2015-2016, tapi beban cukai rokok yang terus naik membuat BBCA menguasai 10 saham market cap terbesar pada 2017. Bahkan, BBCA memimpin bersama dua bank besar lainnya, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI).

Namun, sampai kapan saham bank besar itu bisa berada di top market cap BEI? kira-kira siapa selanjutnya?

Sampai Kapan Saham Bank di Posisi Atas Market Cap?

Mau tau kenapa saham bank besar berada di posisi teratas dari deretan saham terbesar secara market cap? jawabannya adalah karena prospek bisnisnya masih sangat menggiurkan. Secara value, prospek industri bank di Indonesia masih sangat besar.

Bayangkan, menurut survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) inklusi keuangan perbankan itu baru 74 persen. Artinya, masyarakat Indonesia yang mendapatkan akses masih 74 persen dari total penduduk. Jika total penduduk sebesar 270 juta berarti masih ada 70 juta orang yang belum mendapatkan akses perbankan.

Lebih menariknya lagi, baru sekitar 49 persen dari masyarakat Indonesia yang terliterasi dengan produk bank. Meski, secara 3 tahunan tumbuhnnya kenceng sih dari 36 persen.

Selain itu, prospek bisnis bank di area domestik yang masih punya potensi sangat besar, secara profitabilitas sangat tinggi. Per Januari 2023, tingkat net interest margin (NIM) bank itu sekitar 4,89 persen. Angka itu jauh di atas NIM bank di AS pada 2021 yang sebesar 2,77 persen.

Apa itu artinya? NIM adalah rasio yang menunjukkan seberapa besar profitabilitas bisnis bank dari penyaluran kredit dan penghimpunan dana. Bahasa simplenya, berapa keuntungan bank dari bunga kredit setelah bayar bunga deposito ke masyarakat. Semakin besar angkanya semakin baik, tapi tandanya bunga kredit masih tinggi.

Dengan potensi dan NIM yang tinggi, jelas peluang bisnis bank ke depannya sangat cepat. Di sisi lain, bank digital yang ada saat ini pun hanya mampu mengambil pasar yang sudah terinklusi, masih sedikit untuk menggapai pasar yang belum terinklusi.

Sehingga, secara jangka panjang 5-10 tahun lagi, saham bank besar masih akan mewarnai papan atas market cap di BEI.

Sektor Saham Selanjutnya yang Jadi Pemimpin Market Cap di BEI

Jika mengikuti template di pasar saham AS, seharusnya yang selanjutnya naik adalah saham teknologi. Namun, bicara saham teknologi, kondisi di AS dan Indonesia berbeda. Pasalnya, kalau di AS, perusahaan teknologi yang mampu merangsek masuk ke papan atas market cap adalah pelopor di saat teknologi itu masih hal awam, seperti Apple, Microsoft, hingga Amazon.

Namun, dalam jangka dekat, ada sektor saham yang menarik dan bisa masuk ke papan atas market cap BEI. Siapa itu? jawabannya adalah sektor nikel dan kendaraan listrik.

Dengan catatan, perang Ukraina-Rusia usai hingga Federal Reserve alias The Fed mulai normalisasi kebijakan. Lalu, tidak ada gejolak signifikan dalam jangka dekat.

Hal itu bisa mengerek saham-saham di sektor tersebut misalnya, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk. (INCO), dan PT United Tractors Tbk. (UNTR). Beberapa saham yang sekarang masih second liner, tapi ke depannya berpotensi menonjol akibat industri kendaraan listri, antara lain, PT Indika Energy Tbk. (INDY), PT TBS Energy Tbk. (TOBA), PT Merdeka Gold Copper Tbk. (MDKA), dan PT Harum Energy Tbk. (HRUM).

Permasalahannya, prediksi saham sektor nikel dan kendaraan listrik bisa melaju lebih jauh di 3-5 tahun ke depan akan terganggu dengan pemilu 2024. Jika presiden terpilih Indonesia nantinya tidak pro hilirisasi, ya deretan saham sektor ini bisa melempem dan tidak jadi melaju tinggi.

Kesimpulan

Walaupun, saham-saham sektor nikel dan kendaraan listrik berpotensi melejit, tapi masih sangat berjudi untuk mengumpulkannya saat ini. Soalnya, saham sektor itu akan bergantung terhadap kebijakan pemerintah baru terkait hilirisasi.

Di sisi lain, saham bank besar masih salah satu saham dengan tingkat fluktuasi paling rendah. Apalagi, pertumbuhan kredit masih jadi indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jadi, apapun hal yang terjadi di bisnis bank bisa mempengaruhi ekonomi Indonesia. Hal ini membuat pergerakan sahamnya akan lebih dulu dari data-data ekonomi yang ada.

Jadi, apa nih saham jangka panjang pilihanmu?