Risiko dari Kenaikan Yield Obligasi Jepang, Bisa Jegal IHSG yang Lagi Bullish?
Yield obligasi berada di level tinggi dalam sepekan. Memunculkan ke-khawatiran adanya penarikan dana dari AS untuk pindah ke Jepang. Lalu, apa efeknya ke market di Indonesia?

Mikirduit – Salah satu risiko yang menjadi perhatian pasar adalah kenaikan yield obligasi super jangka panjang Jepang 30 tahun dan 40 tahun hingga all time high. Kenaikan itu dinilai bisa menjadi risiko untuk ekonomi secara global karena bisa berdampak sistemik ke ekonomi AS.
Obligasi Jepang super panjang mulai tertekan sepanjang 2025 setelah mengalami aksi jual sejak Maret 2025. Hal itu dipicu oleh penurunan obligasi Jerman. Ditambah, faktor internal politik yang cukup panas seperti ketika Perdana Menteri Shigeru Ishiba yang menyerukan pemotongan pajak konsumsi.
Permintaan obligasi super panjang Jepang itu melemah selaras dengan kekhawatiran terkait rencana Bank of Japan mengurangi kepemilikan obligasi yang cukup besar. Aksi pengurangan pembelian obligasi oleh Bank of Japan dilakukan karena porsi kepemilikan obligasi negara Negeri Sakura mayoritas dipegang BOJ, bahkan mencapai 52 persen. Dalam hal ini, bank sentral Jepang berupaya untuk mengurangi porsi tersebut.
Namun, dampaknya adalah Obligasi Jepang mencatatkan penurunan permintaan.Meski, inflow investor asing yang membeli obligasi Jepang sudah mulai masuk hingga mencatatkan rekor terbesar pada April 2025. Namun, inflow investor asing itu masih memberikan efek yang lebih rendah dibandingkan dengan aksi pengurangan pembelian obligasi oleh bank sentral Jepang.
Analis Sumitomo Mitsui Trust Aset Management Sumitomo Mitsui Katsutoshi Inadome mengatakan tekanan terhadap permintaan obligasi Jepang berlanjut hingga ada aksi jual obligasi Jepang dengan tenor 30-40 tahun.
"Market menilai ada risiko ekspansi fiskal dan penurunan likuiditas. Kondisi pasar obligasi Jepang yang memburuk itu juga menyebar ke obligasi tenor 20 tahun. Padahal sebelumnya cenderung relatif stabil," ujarnya seperti dikutip Businesstimes.
Kondisi itu membuat permintaan obligasi Jepang tenor 20 tahun yang sangat lemah untuk pertama kalinya sejak 2012.
Analis obligasi Okasan Securities Naoya Hasegawa mengatakan jika ingin permintaan obligasi super panjang Jepang kembali pulih, pelaku pasar menunggu kepastian kalau ada pengurangan penerbitan obligasi baru sehingga likuiditas di obligasi existing bisa terjaga.
"Secara teknis, hal tersebut bisa dilakukan pada tahun fiskal 2025," ujarnya seperti dikutip dari Reuters.
Bank of Japan juga disebut tengah mengukur seberapa besar harus melakukan pengetatan pembelian obligasi ke depannya setelah kenaikan yield saat ini.
Dampak Sistemik Kenaikan Yield Obligasi Jepang Super Panjang
Kenaikan yield obligasi negara berarti menandakan adanya penurunan harga obligasi. Penurunan harga disebabkan oleh penurunan permintaan hingga aksi jual yang cukup besar. Apalagi, jika kenaikannya cukup fluktuatif yang menandakan ada aksi jual yang cukup besar.
Adapun, kondisi ini dinilai bisa berdampak sistemik karena investor Jepang cukup banyak menjadi pemegang obligasi dan saham di AS sebagai strategi carry trade, pinjamn uang bunga rendah dan investasikan dengan potensi return dan mata uang yang lebih kuat.
Dengan kenaikan yield obligasi Jepang super panjang tersebut, ada kekhawatiran investor Jepang yang punya aset berbasis obligasi dan saham AS memindahkan dananya dari amerika kembali ke Jepang karena yield obligasi yang lebih menarik. Jika itu terjadi bisa memicu risiko pasar di Amerika.
Apalagi, yield obligasi 30 tahun AS juga mencatatkan kenaikan selaras yang terjadi di Jepang. Ditambah, saat ini kondisi AS juga sedang tidak begitu bagus.
Dalam kondisi saat ini, Donald Trump malah berencana memangkas pajak yang bisa membebani APBN negeri paman saham. Pasalnya, AS membutuhkan utang lebih banyak untuk bisa mengakomodir kebutuhan negaranya.
Korelasi ke Pasar Saham Indonesia
Jika permasalahan obligasi Jepang ini bisa berdampak sistemik ke perekonomian AS, hal tersebut bisa membuat adanya outflow untuk memindahkan aset ke safe haven seperti emas bahkan menjadi cash.
Kenapa dananya tidak pindah ke emerging market? beberapa memang menilai ada potensi perpindahan dana ke emerging market. Namun, jika efek perekonomian AS juga bisa mempengaruhi permintaan komoditas dan barang produksi lainnya bisa berdampak ke ekonomi maupun kinerja bisnis di negara-negara emerging market.
Apalagi,saat ini posisi IHSG sudah cukup tinggi dengan tidak diiringi oleh fundamental ekonomi yang pulih.Sehingga, jika ada faktor risiko yang cukup kuat, bisa membuat pasar turun karena aksi jual yang cukup besar. Namun, hal itu terjadi jika ada faktor risiko yang sangat kuat. Pertanyaannya, apakah pernah ekonomi bermasalah karena obligasi?

Bond Market Crash 1994
Pasar obligasi AS pernah mengalami crash cukup besar pada 1994. Waktu itu, The Fed di bawah Greenspan tiba-tiba menaikkan suku bunga The Fed di luar ekspektasi pasar. Sehingga ada market crash obligasi yang cukup signifikan.
Efeknya, holder obligasi yang besar seperti, bank, dana pensiun, asuransi pun mengalami kerugian pada saat itu. Nilai aset yang lenyap dari market bond crash saat itu mencapai 1,5 triliun dolar AS. Kala itu, efeknya memang tidak sangat besar, tapi tetap mengejutkan yang bisa menjadi faktor penekan market.
Catatan kenaikan suku bunga The Fed yang mengejutkan pada 1994 bukan cuma menganggu pasar obligasi, tapi juga jadi faktor penyebab krisis Asia 1997.
Lalu, bagaimana strategi investasi saham saat market bullish dengan berbagai ketidakpastian?
Kamu bisa diskusi dan tanyakan dengan Join membership Mikirsaham (dulu bernama Mikirdividen) dan dapatkan benefit:
- Pilihan saham value-growth investing bulanan
- Pilihan saham dividen yang potensial
- Insight saham komprehensif serta actionnya
- IPO digest untuk menentukan action-mu di saham IPO
- Diskusi saham dan rekap diskusinya
- Event online bulanan
- Update porto founder jangka pendek, menengah, dan panjang setiap e bulan
Gabung Mikirsaham sekarang dengan klik di sini
Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini