Review 5 Saham yang Diuntungkan dari Bursa Karbon

Bursa karbon Indonesia bakal dirilis pada September 2023. Kira-kira, saham apa saja yang diuntungkan dari bursa karbon? dan apa bursa karbon itu? baca penjelasannya di sini

Review 5 Saham yang Diuntungkan dari Bursa Karbon

Mikir Duit – Bursa karbon Indonesia diperkirakan bakal dirilis pada September 2023. Kehadiran bursa karbon ini bisa menjadi kebangkitan beberapa sektor saham, seperti saham energi baru terbarukan maupun saham yang punya lahan hutan yang banyak. Kira-kira, apa saja saham potensial jelang rilisnya bursa karbon?

Sebelum itu, apa sebenarnya bursa karbon ini? bursa karbon adalah tempat perdagangan kredit karbon. Nah, kredit karbon ini adalah satuan untuk menggambarkan seberapa besar usaha yang sudah dilakukan untuk menyerap potensi emisi karbon yang sudah terbentuk. Kredit karbon bisa didapatkan jika ada pihak-pihak yang membuat proyek penyerapan karbon seperti mengembangkan perhutanan dengan pepohonan sehingga dari total karbon yang dikeluarkan bisa diserap.

💡
Jadi, tujuan net zero emission itu bukan menghilangkan emisi karbon, tapi membuat peluang penyerapan karbon bisa setara dengan emisi yang dikeluarkan. Bursa karbon dinilai menjadi cara yang efisien untuk mencapai tujuan itu dan mendorong bisnis yang lebih mengutamakan dampak terhadap lingkungan.

Nantinya, kredit karbon ini bisa diperjual-belikan di bursa karbon. Pihak-pihak yang memberli adalah industri yang memilliki emisi karbon besar dan butuh penyeimbangnya, yakni proyek penyerapan karbon. Dari sini tercipta supply and demand kredit karbon yang membuatnya harganya naik-turun seperti saham.

Meski kita belum tahu seperti apa model perdagangannya, tapi kemungkinan nantinya para pemilik proyek penyerapan karbon bisa me-listing-kan proyeknya di bursa karbon. Nantinya, akan ada pembeli dari perusahaan dengan karbon besar di pasar perdana sehingga memiliki tingkat kredit karbon yang bisa disesuaikan dengan pengeluaran karbonnya.

BACA JUGA: Saham Media Bisa Jadi Multibagger Saat Pemilu? Ini Faktanya

Perusahaan besar yang punya emisi karbon pun membutuhkan kredit karbon jika nantinya dikenakan pajak karbon oleh pemerintah. Indonesia sendiri mulai menerapkan pajak karbon secara bertahap nantinya.

Dengan kondisi itu, ada beberapa sektor saham yang memiliki bisnis terkait penyerapan emisi karbon yang bisa dihitung sebagai kredit karbon, sehingga jika bursa karbon diterapkan, saham-saham terkait berpotensi mendapatkan keuntungan. Berikut 5 saham dengan kapitalisasi pasar terbesar yang berpotensi diuntungkan dalam bursa karbon.

1. Saham PGEO

PT Pertamina Geothermal Tbk. (PGEO), anak usaha PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bisnis energi panas bumi ini menjadi saham dengan market cap terbesar yang berpotensi diuntungkan dari keberadaan bursa karbon. Bahkan, perusahaan yang baru listing di BEI sejak awal 2023 itu mengklaim sudah mendapatkan pendapatan dari bursa karbon sejak 2022.

Dikutip dari CNBC Indonesia, Direktur Keuangan Nelwi Aldriansyah mengatakan, perseroan telah mencatatkan pendapatan dari kredit karbon atas vintage carbon Ulubelu dan Karaha tahun 2016-2020.

Untuk itu, manajemen PGEO menilai keberadaan bursa karbon bisa menjadi hal yang menarik untuk bisnis anak usaha Pertamina tersebut. Saat ini, PGEO tengah menyelesaikan sertifikasi area produksi lain sehingga kredit karbon pada periode 2021 dan seterusnya bisa menjadi tambahan omzet perseroan.

Nelwi pun membuat hitung-hitungan kasar untuk area panas bumi di Kamojang. Dengan asumsi pajak karbon yang diusulkan Rp30 per kg. Berarti, jika area itu bisa dapat sertifikasi dan diserap pasar, potensi pendapatan tambahan PGEO dari kredit karbon bisa mencapai Rp36,6 miliar.

Angka itu belu termasuk area kerja lainnya dan potensi pengurangan emisi lebih lanjut jika kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi-nya meningkat.

Saat ini, PGEO punya 14 wilayah kerja panas bumi dengan kapasitas terpasang 1,9 Gigawatt.

Untuk kinerja PGEO sampai kuartal I/2023 bisa dibilang cukup positif, pendapatan PGEO tumbuh 18,96 persen menjadi 102,61 juta dolar AS, sedangkan laba bersihnya naik 49,31 persen menjadi 46,96 juta dolar AS.

Ada tiga pendorong utama lonjakan laba bersih PGEO sepanjang kuartal pertama kemarin.

Petama, lonjakan pendapatan sebesar 18 persen. Kedua, pengelolaan biaya pokok pendapatan yang lebih efisien. Hal itu terlihat dari gross profit marginnya yang naik dari 53 persen menjadi 59 persen. Ketiga, adanya keuntungan selisih kurs yang membuat pendapatan lain-lain PGEO naik 141 persen menjadi 12,85 juta dolar AS.

2. Saham WOOD

PT Integra Indocabinet Tbk. (WOOD) menjadi salah satu perusahaan yang sudah mengambil langkah awal untuk dapat verifikasi dari Verra, organisasi yang memberikan standar atas pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. WOOD mengejar verifikasi untuk konservasi hutan. Meski, saat ini mayoritas konsesi hutan alamnya digunakan untuk tujuan penebangan.

WOOD tercatat memiliki konsesi hutan seluas 18.000 hektar yang didedikasikan untuk konservasi, serta 160.000 hektar hutan tropis untuk tujuan penebangan.

Nantinya, WOOD akan mengalokasikan sebagian dari hutan tropisnya itu untuk proyek karbon.

Bicara proyek bursa karbon ini, saham sektor perkayuan yang punya lahan konsesi bakal berpotensi mendapatkan keuntungan yang lebih besar daripada saham sektor lainnya. Pasalnya, harga kredit karbon yang berasal dari sektor kehutanan dan tata guna lahan cenderung dihargai lebih tinggi dibandingkan dengan proyek lain. Soalnya, proyek karbon dari kehutanan dinilai berkualitas tinggi.

Meski begitu, kinerja keuangan WOOD per kuartal I/2023 sedang kurang bagus. Perseroan mencatatkan penurunan pendapata 67,93 persen menjadi Rp633 miliar dan laba bersihnya turun 88 persen menjadi Rp23,54 miliar.

3. Saham SULI

Selain WOOD, ada lagi emiten perhutanan lainnya, yakni PT SLJ Global Tbk. (SULI). Emiten perkayuan itu memiliki lahan konsesi seluas 625.000 hektar dengan status perizinan berusaha pemanfaatan hutan (Pbph). Kepemilikan SULI ini menjadi salah satu pemilik konsensi yang terbesar di Indonesia.

Awalnya, SULI akan memanfaatkan lahan konsesi itu untuk penebangan. Dengan status Pbph, SULI bisa mendedikasikan seluruh kawasan hutannya untuk tujuan bisnis lain, termasuk proyek perdagangan karbon.

Untuk update kinerja SULI per kuartal I/2023 hampir senasib dengan WOOD, perseroan mencatatkan penurunan kinerja. Seperti, pendapatan turun 63 persen menjadi 4,97 juta dolar AS. Lalu, posisi bottom line menjadi rugi 955.171 dolar AS dari sebelumnya laba 167.695 dolar AS.

4. Saham KEEN

PT Kencana Energi Lestari Tbk. (KEEN) adalah saham yang bisnisnya memiliki pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan seperti tenaga surya, air, mikrohidro, dan bio massa. Salah satu sumber energi yang zero carbon ini juga salah satu yang berpotensi mendapatkan keuntungan dari bursa karbon.

Meski, nilai pendapatannya dari bursa karbon berpotensi tidak sebesar sektor kehutanaan. Namun, untuk mendapatkan pendapatan dari bursa karbon, sektor pembangkit energi zero carbon ini tidak membutuhkan biaya pengembangan seperti sektor kehutanan. Sehingga, margin pendapatan dari bursa karbon jelas tetap menarik.

Saat ini, KEEN memiliki beberapa pemabngkit listrik yang sudah beroperasi seperti, pembangkit listrik tenaga air Pakkat dengan kapasitas 18 megawatt, pembangkit listrik tenaga air Air Putih dengan kepasitas 21 megawatt, pembangkit listrik tenaga mikrohidro Madong 10 megawatt, dan Pembangkit listrik tenaga biomassa Tempilang dengan kapasitas 5 megawatt.

Adapun, beberapa proyek KEEN yang lagi dikembangkan antara lain, pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas 1,3 megawatt dan pembangkit listrik mikro hidro Ordi Hulu dengan kapasitas 10 megawatt.

Untuk kinerja KEEN pada kuartal I/2023, perseroan mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 36,27 persen menjadi 13,16 juta dolar AS. Lalu, laba bersih perseroan juga naik 51,88 persen menjadi 4,92 juta dolar AS.

5. Saham ARKO

PT Arkora Hydro Tbk. (ARKO) adalah emiten yang mengembangkan pembangkit listrik tenaga air dan mikrohydro. Pembangkit listrik yang mengandalkan tenaga air itu juga bisa dijadikan proyek kredit karbon karena zero emission.

Sama seperti KEEN, harga kredit karbon dari proyek pembangkit listrik seperti ini memang lebih murah daripada hutan, tapi marginnya akan lebih bagus karena operasional proyek berjalan seperti operasional bisnisnya.

Untuk pengembangan bisnisnya, ARKO lagi ekspansi bisnis membangun pembankit listrik tenaga air (PLTA) melalui anak usaha baru bernama PT Arkora Padalembara Terbarukan.

Adapun, terkait bisnis PLTA, ARKO juga telah mengakuisisi saham PT Arkora Kalimantan Energi Hijau. Akuisisi itu dilakukan melalui dua anak usahanya, yakni Arkora Hidro Tenggara dan Arkora Bakti Indonesia. Aksi akuisisi itu dilakukan karena perusahaan itu telah memiliki izin lokasi di Kalimantan Barat. Potensi pengembangan PLTA skala besar di sana bisa membuat kapasitas hingga 50 megawatt.

Kinerja ARKO sepanjang kuartal I/2023 juga cukup positif, pendapatan perseroan naik 21 persen menjadi Rp84,19 miliar, sedangkan laba bersih naik 23,25 persen menjadi Rp27,22 miliar.

Kesimpulan

Jika disuruh memilih kelima saham itu, dari sisi kinerja yang positif dan menarik ada di PGEO, KEEN, dan ARKO. Hal itu wajar karena ketiganya memiliki bisnis yang pendapatannya terus berulang, yakni dari pembangkit listrik.

saham yang diuntungkan bursa karbon
Untuk saham PGEO dan ARKO, rata-rata PBV-nya diambil sejak IPO. Secara keseluruhan, saham yang murah adalah perkayuan, tapi fundamentalnya dipertanyakan. Adapun, PGEO murah secara historis, tapi mahal jika dibandingkan dengan peersnya seperti KEEN.

Di sisi lain, WOOD dan SULI bisnisnya cenderung penjualan kayu yang sekali jual berarti harus melakukan operasional penanaman lagi untuk produksi selanjutnya.

Namun, jika kita lihat secara valuasi, saham-saham yang bakal diuntungkan oleh bursa karbon itu ada di perkayuan, yakni WOOD dan SULI yang price to book valuenya di bawah rata-rata historisnya.

Adapun, untuk saham pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan belum bisa dinilai secara objektif karena beberapa adalah emiten baru.

PGEO memang mencatatkan PBV 1,35 kali atau lebih rendah dari rata-rata sejak IPO yang sebesar 1,64 kali. Namun, PBV PGEO lebih besar daripada KEEN yang sebesar 1,08 kali.

Namun, PBV KEEN yang lebih rendah dari PGEO itu juga cukup tinggi jika dibandingkan dengan PBV rata-rata 5 tahunnya yang cuma 0,8 kali.

Dalam posisi saat ini, ARKO menjadi saham yang paling mahal karena PBVnya cukup besar, 4,3 kali dan di atas rata-rata sepanjang masa sejak IPO yang sebesar 3,92 kali.

Dengan peluang dari bursa karbon, serta valuasi saham dan kinerja keuangannya, kami menilai PGEO, KEEN, dan WOOD cukup menarik untuk dipantau.