Renungan Gadis Kretek, Kenapa Pengusaha Rokok Kaya Raya?

Lagi ramai serial Gadis Kretek, jadi kepikiran, kenapa ya pengusaha rokok di Indonesia kaya raya semua? kita ungkap faktanya di sini.

Renungan Gadis Kretek, Kenapa Pengusaha Rokok Kaya Raya?

Mikirduit – Gadis Kretek jadi salah satu film yang lagi dibahas saat ini. Di luar dari ceritanya, muncul banyak pertanyaan, seperti kenapa pengusaha rokok di Indonesia kaya raya? memang di luar negeri tidak? dan bagaimana mereka menghadapi masa sunset pada bisnisnya ini?

Gara-gara pertanyaan itu, saya jadi teringat tentang pernyataan Jusuf Kalla pada 9 Desember 2020 yang mengatakan cuma di Indonesia, pebisnis rokok jadi orang terkaya. Sementara, di negara lain, pengusaha terkayanya dari bisnis teknologi. 

Pernyataan Jusuf Kalla tidak salah juga jika merujuk ke negara seperti Amerika Serikat. Bisa dibilang, tingkat kekayaan pebisnis rokok di Amerika Serikat tidak seperti di Indonesia. 

Misalnya, John Middleton yang memiliki kekayaan Rp37,8 triliun. Middleton sendiri statusnya kini eks pebisnis rokok, karena seluruh asetnya sudah dilepas ke Philip Morris pada 2007. 

Adapun, nilai kekayaan dari Middleton itu jelas kalah jauh dibandingkan dengan keluarga Grup Djarum. Namun, di luar itu ada beberapa alasan kenapa pengusaha rokok di Indonesia bisa jadi kaya raya.

BACA JUGA: Hati-hati Jebakan Betmen Kinerja Cemerlang Saham Rokok 

Penyebab Pengusaha Rokok di Indonesia Jadi Kaya Raya

Ada beberapa riset yang mengungkapkan alasan bisnis rokok sempat menggiurkan sebelum dihadang kenaikan cukai bertubi-tubi seperti ini.

Pertama, Indonesia memiliki pangsa pasar rokok yang sangat besar di dunia, yakni mencapai 67 persen. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal seperti, budaya merokok yang masih kuat di Indonesia, kebijakan pemerintah untuk meredam konsumsi rokok masih terbilang longgar [hanya dari cukai dan gambar yang menakut-nakuti], dan juga biaya produksi rokok yang sangat rendah. Bicara biaya produksi rokok yang sangat rendah ini membuat perusahaan rokok di Indonesia bisa mencatatkan kenaikan penjualan karena harga jual didomestik yang terjangkau, serta margin keuntungan yang menarik saat melakukan ekspor.

Kunci utama di sini adalah biaya produksi yang rendah. Hal itu disebabkan oleh bahan baku tembakau yang melimpah, meski dalam 5-10 tahun terakhir Indonesia juga mulai mengimpor tembakau. Alasan mengimpor tembakau karena ada beberapa jenis tembakau yang tidak bisa ditanam di Indonesia, salah satunya tembakau kelas tertinggi yang berwarna kuning pekat. 

Selain bahan baku, biaya tenaga kerja juga cenderung masih murah. Apalagi, perusahaan rokok banyak mendirikan pabrik di daerah dengan tingkat upah minimum yang rendah. 

Hal itu terlihat ketika di masa kejayaannya, gross profit margin PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) sempat tembus 29 persen, sedangkan net profit marginnya sempat konsisten di level 14 persen. Begitu juga dengan PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), yang sempat mencatatkan gross profit margin sebesar 24 persen, serta net profit margin 11 persen. 

Kini hingga kuartal III/2023, nasib margin keuntungan mereka sudah terkikis cukup parah,terutama akibat kebijakan cukai rokok yang menekan permintaan untuk produk rokok kelas besar seperti HMSP dan GGRM. Seperti, gross profit HMSP kini tinggal tersisa 16 persen, sedangkan net profit marginnya tinggal 7 persen. Begitu juga GGRM yang memiliki gross profit margin sebesar 13 persen dan net profit marginnya 5 persen. 

Meski, secara keseluruhan, gross dan net profit margin GGRM dan HMSP di kuartal III/2023 ini lebih bagus dibandingkan full year 2022. Di mana, HMSP punya gross profit margin cuma 15 persen dan net profit margin 5 persen, sedangkan GGRM punya gross profit margin cuma 8 persen, dengan net profit margin 2 persen.

Memutarkan Uang dari Rokok Menjadi ke Berbagai Sektor

Adapun, bisa dibilang beberapa orang terkaya dari rokok yang tetap bertahan di level atas seperti Grup Djarum, disebabkan oleh kepiawaian mereka dalam melakukan diversifikasi bisnis. Hingga kini, keluarga Grup Djarum masih bertengger menjadi keluarga terkaya di Indonesia, meski jika dinilai secara individu, kekayaan Robert dan Michael Hartono lebih rendah daripada Low Tuck Kwong maupun Prajogo Pangestu. 

Namun, daya tahan kekayaan Grup Djarum bisa dibilang karena secara konglomerasi, perusahaan itu telah merambah ke banyak lini bisnis, dari komoditas selain cengkeh dan tembakau, properti, hingga yang menjadi kunci kekayaan keduanya, yakni perbankan lewat bank swasta terbesar di Indonesia, yakni PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA). 

Dari sisi keluarga Sampoerna, yang dulunya pemilik HMSP, malah nekat jual perusahaan rokok besarnya saat masa jayanya. Namun, aksi Sampoerna ini bisa dibilang seperti menjual saham saat lagi di pucuk. Sehingga bisa mendapatkan harga terbaik. 

Sampoerna melepas HMSP pada 2005, kala itu Putera Sampoerna mendapatkan dana segar Rp18 triliun (nominal yang sangat besar pada periode itu) dari penjualan 40 persen saham HMSP ke Phillip Morris. Hingga per 10 November 2023, HMSP tercatat menjadi pemegang saham sekitar 92,5 persen saham HMSP. 

Setelah menerima dana segar itu, banyak rumor kalau Sampoerna bakal menggunakan dana hasil penjualan saham HMSP untuk masuk ke infrastruktur hingga mau akuisisi BUMN penerbangan Merpati. 

Namun, akhirnya keluarga Sampoerna justru membangun yang namanya Sampoerna Strategic sebagai salah satu kendaraan investasi.Dari dana Rp18 triliun itu, Sampoerna ekspansi bisnis ke beberapa sektor seperti perkebunan sawit lewat PT Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) Parkayuan lewat Samko Timber, Keuangan lewat Bank Sahabat Sampoerna, dan telekomunikasi lewat Ceria. Namun, bisnis-bisnis Sampoerna itu memang belum sementereng seperti HMSP yang menjadi penguasa papan atas bisnis rokok. 

💡
Sebagai catatan, Keluarga Sampoerna juga turut andil dalam pengembangan jaringan ritel Alfamart. Bahkan, dalam beberapa catatan, keluarga Sampoerna memegang saham mayoritas saat masih bernama Alfa Gudang Rabat. Djoko Susanto yang sekarang dianggap pemilik jaringan ritel Alfamart juga adalah eks direksi HMSP saat masih dipegang Sampoerna. Adapun, Sampoerna disebut sudah menjual kepemilikan sahamnya di Alfa kepada PT Sigmantara Alfindo yang merupakan pengendali saham AMRT saat ini.

Bahkan, bisnis telekomunikasinya Ceria, bisa dibilang gagal total. Sementara untuk SGRO masih beroperasi hingga saat ini, sedangkan bisnis banknya juga tidak terlalu besar. 

Namun, dari aksi itu, terlihat kalau beberapa pemain besar seperti Djarum dan Sampoerna memang menggunakan keuntungan dari bisnis rokoknya untuk bisa masuk ke sektor lain yang lebih berkelanjutan. 

Setelah Sunset, Kemana Arah Bisnis Rokok Selanjutnya?

Selain Grup Djarum dan Sampoerna, ada beberapa nama besar lainnya di industri rokok, seperti keluarga Gudang Garam, Wismilak, dan Nojorono. Nama terakhir sempat mencuat setelah terlibat dalam kepemilikan di saham PT Bank Aladin Tbk. (BANK). 

Sementara itu, Gudang Garam juga sudah memiliki beberapa lini bisnis di luar rokok, seperti PT Surya Air di bisnis maskapai. Nama ini sempat muncul polemik karena beberapa waktu lalu hadir yang namanya Surya Airways, sebuah maskapai asal Yogyakarta. 

Namun, belum bisa dikonfirmasi apakah Surya Airways ada afiliasi dengan Gudang Garam atau tidak. Namun, antara Surya Air dan Surya Airways memiliki bisnis yang berbeda. Surya Air adalah perusahaan penerbangan privat milik Gudang Garam. 

Selain itu, Gudang Garam juga punya Graha Surya Media di sektor huburan, Surya Dhoho Investama dan Kerta Agung yang aktif bangun infrastruktur Bandara Kediri dan Tol Kediri-Tulungagung. 

Salah satu jejak diversifikasi bisnis yang misterius adalah dari Keluarga Walla pemilik Wismilak. 

Namun, secara keseluruhan bisnis rokok sudah mencapai sunsetnya. Secara global, aktivitas konsumsi rokok terus dibatasi secara ketat.Kebijakan cukai juga terus dinaikkan untuk mengurangi permintaan rokok secara bertahap. Pemerintah Indonesia menggunakan strategi pengurangan konsumsi rokok secara bertahap dengan cukai karena jika langsung dilarang bisa menganggu perekonomian. Pasalnya, perusahaan rokok ini salah satu industri padat karya. 

Adapun, salah satu kunci kebangkitan perusahaan rokok adalah menemukan formula inovasi produk atau diversifikasi bisnis yang oke dan menguntungkan. Apakah rokok tanpa asap HMSP atau bisnis infrastruktur GGRM? atau ada bisnis dan produk lainnya yang bisa membangkitkan mereka? kita tunggu saja ya.

Mau dapat guideline saham dividen 2024? - Terbaru UPDATE Q3/2023

Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.

Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:

  • Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Informasi posisi harga saham dividen sudah murah atau mahal
  • Perencanaan investasi dari alokasi modal dan toleransi risiko untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)

 Yuk langsung join Mikirdividen DISKON LANGSUNG Rp100.000 klik di sini ya

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini