Prospek Saham INCO Setelah Labanya Anjlok 70 Persen di 2024

PT Vale Indonesia Tbk (INCO), jadi emiten nikel pertama yang sudah merilis kinerja 2024. Hasilnya, laba tumbang lebih dari 70 persen yang pastinya gara-gara penurunan harga nikel. Kira-kira gimana nasib INCO ke depan dan prospek harga saham-nya?

saham INCO

Mikirduit - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) jadi emiten pertama dari sektor nikel yang sudah merilis kinerja sepanjang 2024. Hasilnya, laba bersih longsor lebih dari 70 persen secara tahunan (yoy). Lantas gimana nasib saham INCO ke depan? 

Menilik laporan keuangan INCO per kuartal IV/2024, laba bersih yang didapatkan hanya US$ 7 juta setara Rp112,86 miliar (kurs acuan akhir 2024 di Rp16.124/US$). Hasil itu turun 81,6 persen yoy yang membuat akumulasi laba sepanjang 12 bulan pada 2024 tumbang 78,9 persen yoy menjadi US$ 57,76 juta atau setara sekitar Rp935,71 miliar, dibandingkan tahun sebelumnya US$ 274,33 juta setara Rp4,2 triliun. 

Laba INCO yang susut pada kuartal terakhir tahun lalu ini terjadi karena lebih besar pasak dibandingkan tiang alias beban yang dikeluarkan lebih banyak dibandingkan pendapatan yang dihasilkan. 

Pada periode itu, beban usaha bengkak 111,4 persen secara kuartalan (QoQ) dan tertekan pendapatan/biaya lain-lain dari untung US$ 12 juta pada kuartal III/2024 menjadi rugi US$ 4 juta pada kuartal IV/2024. 

Beban yang membengkak itu terjadi seiring dengan upaya perusahaan dalam melakukan pembukaan pit baru di Pomalaa dan Bahodopi. 

Sementara itu, pendapatan hanya tumbuh 5,2 persen QoQ. Meski tumbuh positif pada kuartal akhir tahun lalu, sayangnya belum bisa mendongkrak pendapatan sepanjang 2024 yang harus rela kontraksi 22,9 persen yoy menjadi US$ 950,38 juta. 

Penjualan utamanya masih didominasi oleh Vale Canada Limited (VCL) sebesar US$ 760,20 juta dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. (SMM) senilai US$ 190,18 juta. Kedua mitra bisnis ini masing-masing mengalami penurunan permintaan lebih dari 22 persen yoy. 

Penyusutan penjualan ini terjadi seiring dengan harga acuan nikel yang masih dalam tren turun. 

Melansir data Tradingeconomics, harga acuan nikel per akhir pekan lalu Jumat (28/2/2025) berada di US$ 15.652 per ton. Dalam setahun terakhir harga acuan komoditas ini sudah anjlok lebih dari 11%, sementara dari puncak 2022 yang sempat ke atas US$ 30.000 per ton sudah ambles lebih dari 50%. 

Sementara itu, soal produksi pada tahun lalu INCO mencatat kenaikan 0,82% menjadi 71,311 ton,  lebih dari target yang dicanangkan sebanyak 70.805. Sejalan dengan itu, volume penjualan INCO pada 2024 juga lebih tinggi 2% dari target menjadi 72.625 ton. 

Kami melihat peningkatan produksi ditujukan untuk menutup target penjualan secara volume lantaran harga jual yang sedang turun.

Cash Cost INCO Rendah - Ekspansi Besar-besaran 

Salah satu yang menarik dari INCO meskipun laba turun dan menghadapi tantangan harga acuan nikel terus turun sebenarnya adalah cash cost rendah, bahkan bisa dibilang termasuk paling rendah dibandingkan rata-rata industri di Tanah Air. 

Merujuk data press release, INCO berhasil mempertahankan biaya tunai penjualan per unit atau cash cost tetap kompetitif di posisi US$ 9.374 per ton pada 2024, turun dibandingkan tahun sebelumnya US$ 10.034 per ton dan 2022 sebesar US$ 11,201 per ton. 

Cash cost pada 2024 terbilang paling rendah selama tiga tahun terakhir. Dengan biaya tunai lebih rendah membuat INCO ini masih punya ruang yang lebih lebar untuk mengoptimalkan keuntungan dari harga acuan yang saat ini masih dikisaran US$ 15.000 per ton. 

Selain bisa menjaga cash cost rendah, keunggulan INCO adalah utangnya yang relatif minim. Bahkan, perusahaan nikel ini sampai tahun lalu sama sekali tak punya utang berbunga bank. 

Sebaliknya, INCO punya kas dan setara kas yang terbilang jumbo mencapai US$ 674,69 juta atau setara Rp10,87 triliun. Nilai ini bahkan melampaui total liabilitas perusahaan yang mencapai US$ 443,75 juta atau setara Rp7,15 triliun. 

Jadi, INCO bisa dibilang tidak terlalu bergantung pada utang untuk menjalankan bisnisnya, bahkan untuk ekspansi perusahan ini lebih memilih pakai kas sendiri daripada utang. 

Namun, dari situ muncul juga tantangan, karena beberapa tahun terakhir ini belanja modal yang dikeluarkan INCO selalu naik, bahkan per 2024 tercatat menjadi yang tertinggi sepanjang masa. 

Hal itu menyusul dua proyek besar yang dilakukan perusahaan terkait pembukaan pit baru di Pomalaa dan Bahodopi.

Berdasarkan guidance dari manajemen, INCO potensi mencatatkan tambahan penjualan sebanyak 1,7 juta wmt saprolite pada 2025, yang terdiri dari 1,4 juta wmt dari Bahodopi dan 300.000 wmt dari Pomalaa. 

Sebelumnya, INCO tidak menjual bijih nikel saprolite dan hanya menjual nikel dalam bentuk matte.

Dari prospek produksi memang akan meningkat, tetapi muncul risiko lagi terkait investasi besar yang sudah dikeluarkan apakah nanti akan sesuai dengan hasil laba yang optimal dari proyeksi itu. 

Jika proyek berhasil dan bisa dijual dengan nilai lebih mahal, maka free cash flow bisa semakin positif tanpa harus mengorbankan pertumbuhan bisnis. 

Sebaliknya, jika ekspansi ini belum meuai hasil yang sepadan, terutama di tengah penurunan harga acuan nikel, hal ini dikhawatirkan bisa menggerus margin dan kas perusahaan.

Dari sisi Net Profit Margin (NPM), INCO punya track record cukup baik dengan rata-rata lima tahun sebanyak 14,96%.

Sempat pada 2017 jatuh sampai -2,43 persen, yang berarti perusahaan merugi. Namun, pada tahun-tahun selanjutnya, margin laba bersih ini berangsur pulih dan mencapai titik tertinggi pada 2023 di atas 20%. 

Sayangnya, pada 2024 lalu margin tergerus lagi, jatuh ke bawah rata-rata di posisi 6,08%. 

Jadi, meskipun cash cost rendah, tetapi margin yang tergerus ini patut diantisipasi karena bisa menjadi tantangan terhadap profitabilitas ke depan. 

Sejauh ini, dari sisi neraca,  menurut kami INCO masih di fase yang cukup sehat tetapi dengan ekspansi besar-besaran ini juga patut diwaspadai karena per 2024 free cash flow perusahaan sudah minus Rp2,01 triliun. Ini artinya, uang yang keluar lebih banyak dibandingkan yang dikumpulkan. 

Jika pola ini terus berlangsung, maka the worst case yang bisa terjadi  adalah penurunan pertumbuhan laba yang terjadi tahun lalu bisa berlanjut pada tahun ini.

Harga Batu bara Mendekati Level 100 Dolar AS, Gimana Nasib Sahamnya?
Harga acuan batu bara makin anjlok dan sudah melewati level biaya produksi per ton rata-rata industri. Hal ini membuat margin semakin terkikis, akankah ini menjadi sinyal harga sudah di bottom? gimana nasib emiten energi fosil tahun ini?

Gimana Prospek Sahamnya? 

Pada tahun ini, INCO masih menghadapi tantangan jika harga acuan nikel tetap rendah dan capex besar-besaran yang digelontorkan tak memenuhi ekspektasi bisa menggerus margin dan free cash flow. 

Kalau dari segi valuasi, saham INCO menggunakan metrik Price to Book Value (PBV) per 3 Maret 2025 di hargai di 0,7 kali, lebih rendah dari rata-rata industri mining dan metal berdasarkan simply wall st di 1,4 kali. 

Artinya, secara valuasi masih murah dengan harga wajar yang konservatif di PBV 1 kali saham INCO berada di Rp4.140 per lembar. 

Namun, valuasi murah ini belum tentu tidak bisa semakin murah karena melihat dari pergerakan harga masih dalam tren penurunan. 

Saham INCO ini ada potensi bergerak sideways jika tidak jatuh ke bawah support terdekat 2.710, sementara untuk resistance terdekat bisa dicermati di level 3000. 

Saat ini saham INCO masih ada peluang untuk turun, tapi bukan berarti tidak menarik dilirik. Hal ini karena valuasi sudah semakin murah dan secara kinerja keuangan masih sehat. 

Nantinya, akan ada waktu akumulasi yang menarik jika harga nikel mulai pulih dan progress dari investasi besar tahun lalu sudah bisa dituai positif tahun ini.

Konsultasikan dan Diskusi Kondisi Portomu dengan Join Mikirdividen

Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .

Untuk mengetahui tentang saham pertama, kamu bisa klik di sini.

Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini

Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.

Beberapa benefit baru:

  • IPO Digest Premium
  • Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
  • Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini