Kisah Einstein yang Jadi Korban Market Crash 1929

Selain Newton, Albert Einstein dikabarkan juga merugi di pasar saham. Tidak ada bukti resminya, tapi Einstein disebut jadi korban dari market crash 1929. Begini kisahnya

Kisah Einstein yang Jadi Korban Market Crash 1929

Mikir Duit – Albert Einstein, seorang jenius di bidang Fisika, juga dikabarkan pernah merugi besar di pasar saham. Hal itu menjadi perbincangan banyak orang, meski kebenarannya masih diragukan. Berikut kisah dua sisi tentang kabar Albert Eisntein disebut merugi di pasar saham.

Daftar Isi konten

Uang Hasil Penghargaan Nobel Einstein

Albert Einstein memenangkan hadiah Nobel Prize untuk bidang Fisika pada 1921. Konon, Einstein mendapatkan hadiah setara 121.572 kronor Swedia. Berapa banyak nilai uang itu? sebenarnya, kami mencoba menghitungnya dengan kurs saat ini, tetapi nilainya menjadi tidak sinkron dengan penggunaan uangnya.

Dari beberapa sumber menyebutkan, nilai uang penghargaan nobel itu bisa setara 50 kali dari gaji tahunan Einstein. Berarti, nilai uangnya memang cukup besar.

Dengan menggunakan kurs SAAT INI, nilai uang hadiah itu cuma Rp170 juta. Namun, dengan asumsi uang itu diberikan pada 1921, berarti memang nilainya cukup besar.

Nah, saat mendapatkan penghargaan tersebut, hadiah uang Nobel Prize Einstein juga diatur untuk proses perceraiannya. Jadi, Einstein harus membagi hasil dari hadiah itu untuk istrinya Mileva dan anak-anaknya. Setelah mendapatkan hadiah itu, Einstein mentrasfer uang sekitar 45.000 franc Swiss untuk Mileva.

💡
Di sini, nilai 45.000 franc Swiss saat ini jauh lebih besar dibandingkan dengan 121.572 kronor Swedia. Untuk itu, kami tidak bisa mengasumsikan seberapa besar sisa uang yang dipegang oleh Einstein

Hasil uang dari Einstein itu digunakan Mileva untuk investasi di real estate. Adapun, Einstein yang agak resah dengan ekonomi Eropa pasca perang dunia I pun memutuskan pindahkan uangnya ke bank di Amerika Serikat pada medio 1920-an.

Waktu itu, ekonomi AS memang lagi beranjak bangkit. Industrinya tumbuh bagus, pasar saham melejit, dan tingkat konsumsi meningkat. Dengan mengesampingkan risiko krisis pangan karena produksi pasca perang tumbuh lebih lambat dibandingkan konsumsi.

Einstein Dikabarkan Berinvestasi Saham di AS

Tidak banyak cerita tentang investasi saham Einstein di Amerika Serikat. Rata-rata kalimat yang muncul adalah, "Sedikit yang mengetahui kalau Einstein menginvestasikan banyak uang hadiah Nobelnya di pasar saham."

Namun, jika Einstein dapat uang hadiah nobel pada 1922, ada potensi Einstein mulai investasi saham di AS sekitar periode 1922-1925. Waktu itu, pasar saham AS memang lagi bullish banget.

Bukan tidak mungkin Einstein tertarik untuk masuk ke pasar saham demi menumbuhkan asetnya. Apalagi, Einstein juga butuh uang lebih banyak untuk memberikan nafkah ke anak-anaknya.

Di sisi lain, Einstein disebutkan tidak sekadar investasi di saham, tapi juga obligasi.

Sayangnya, nasib investasi saham Einstein hancur setelah adanya market crash pada 1929 sebagai titik awal penanda ekonomi AS menuju The Great Depression.

Di sini, banyak yang menilai kerugian Einstein di pasar saham disebabkan oleh edukasi tentang saham yang masih rendah. Saat itu, transaksi di saham dilakukan 100 persen dengan spekulasi tanpa adanya analisis fundamental.

Toh, ilmu Margin of Safety Benjamin Graham baru mulai dikenal pada 1934.

Jadi, apa yang bisa dipelajari dari kisah  Einstein ini?

Kesimpulan

Dari kisah Einstein yang secuil itu, kita bisa mengambil pelajaran dalam investasi saham, kita harus benar-benar punya pola sendiri dan konsisten. Bukan berspekulasi di saham yang lagi naik.

Jangan terpengaruh dengan pamer cuan orang-orang yang investasi saham dari periode pasar saat masih bullish. Soalnya, ketika pasar saham bullish, siapapun bisa dengan mudah mendapatkan keuntungan.

Untuk mindset investasi, dalam artian jangka panjang 5-10 tahun, ada beberapa hal yang bisa diperhatikan sebelum membeli saham:

  • Pilih saham yang punya fundamental keuangan yang sehat, tidak terancam gagal bayar kredit hingga kena PKPU
  • Pilih saham yang prospek bisnisnya masih oke. Jangan beli saham yang bisnisnya otw sunset seperti rokok.
  • Pilih saham yang valuasi harganya masih murah atau terdiskon

Kita sebagai investor ritel tidak perlu melakukan perhitungan rumit, cukup menggunakan tiga indikator sederhana itu untuk mengetahui apakah sebuah saham layak dibeli atau tidak. Walaupun, ada jalan yang rumit lainnya seperti menghitung margin of safety yang akan kita bahas di konten selanjutnya.
Dari tiga poin ini, kita bisa mendulang potensi keuntungan yang besar dari investasi saham, meski tetap berpeluang mengalami floating loss dalam jangka panjang.