Kenapa Negara Tidak Mencetak Uang untuk Bikin Kaya Warganya?

Bank sentral Amerika Serikat melakukan printing money untuk menyelamatkan bank di sana. Terus, kenapa negara tidak mencetak uang agar kita semua kaya?

Kenapa Negara Tidak Mencetak Uang untuk Bikin Kaya Warganya?

Mikir Duit – Kamu masih penasaran kenapa negara tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya dan diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat agar semuanya bisa sejahtera? jika iya, kita akan ulas soal mencetak uang dan apa efeknya ke kehidupan kita.

Sebenarnya, otoritas mencetak uang bukan di tangah pemerintah, melainkan bank sentral sebagai regulator moneter. Lalu, kapan bank sentral menentukan butuh mencetak uang atau tidak?

Nah, sebenarnya kisah mencetak uang lagi ramai lagi nih. Soalnya, bank sentral Amerika  Serikat (AS) alias Federal Reserve (The Fed) lagi mulai cetak uang lagi. Hal itu terlihat dari balance sheet atau neraca milik The Fed justru mengalami kenaikan.

Jelas, ini adalah hal yang anomali. Alasannya, saat ini posisi kebijakan The Fed adalah menaikkan suku bunga. Artinya, The Fed ingin membatasi peredaran mata uang. Lalu, kenapa neraca The Fed malah naik? Padahal The Fed tidak melakukan quantitative easing? kalau tidak melakukan itu, berarti The Fed printing money?

💡
Quantitative easing (QE) adalah pelonggaran moneter dengan menambah jumlah uang beredar melalui aksi beli surat berharga oleh bank sentral. Bedanya dengan printing money adalah jumlah uang beredar ditambah dengan cara mencetak uang, sedangkan untuk QE menggunakan uang yang memang tersedia.

Nah, anomali ini terjadi karena adanya beberapa bank gagal di Amerika Serikat (AS), salah satunya bank tingkat menengah Sillicon Valley Bank (SVB). Gara-gara bank kolaps itu, akhirnya The Fed menyuntikkan dana ke beberapa pihak, termasuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) AS. Tujuannya agar kasus bank gagal ini tidak menular dan menjadi krisis.

Di luar The Fed, Somalia, negara di Afrika, juga bakal melakukan pencetakan uang pertama kalinya sejak 1991. Dalam kasus Somalia agak berbeda dengan The Fed, negara Afrika itu tengah bermasalah akibat banyaknya beredar shiling, mata uang mereka, yang palsu. Lalu, negara itu juga beredar dolar AS.

Hasilnya, sejak 2017, bank sentral Somalia ingin membuat mata uang yang lebih bernilai. Namun, kondisi ekonomi Somalia malah makin tertekan ketika pandemi Covid-19. Untuk itu, penerbitan uang Somalia ini diharapkan menjadi obat untuk ekonominya yang tengah terpuruk.

BACA JUGA: Apa yang Terjadi Jika Tidak Ada Negara Lagi yang Menggunakan Dolar AS?

Lalu, Kapan Bank Indonesia Terakhir Kali Mencetak Uang?

Bank Indonesia melakukan pencetakan uang untuk menambah uang beredar terakhir kali dilakukan pada 1999. Kala itu, Indonesia diminta lembaga internasional untuk memiliki persediaan uang tunai sebanyak lima kali lipat dari situasi normal.

Akhirnya, Bank Indonesia mencetak uang baru dengan nominal Rp100.000 sebanyak Rp50 triliun. Pencetakan uang waktu itu pun dilakukan di Note Printing Australia, lembaga di bawah naungan Bank sentral Australia.

Bank Indonesia terpaksa mencetak uang di luar negeri karena mengalami kelangkaan uang di dalam negeri. Lalu, sulit menemukan bahan uang yang berkualitas atau anti pemalsuan.

Setelah itu, selama pandemi Covid-19, Bank Indonesia cenderung melakukan quantitative easing (QE) ketimbang printing money. Bank Indonesia mencatat sejak 2020 hingga 2021, mereka telah melakukan QE sebanyak Rp845 triliun.

Kenapa Bank Sentral Tidak Mencetak Uang Sebanyak-banyaknya?

Ada beberapa tujuan bank sentral mencetak uang, seperti untuk mengganti uang-uang yang sudah tidak layak edar dengan jenis terbaru, meningkatkan kualitas teknologi uang sehingga sulit dipalsukan, ada kebutuhan nominal baru mata uang, ada rencana redenominasi mata uang, hingga memang butuh mencetak uang untuk tambah peredaran di masyarakat.

Lalu, kenapa Bank Indonesia tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya saja biar masyarakat sejahtera.

Nah, jika Bank Indonesia mencetak uang sebanyak-banyaknya dan memberikan Rp1 miliar ke setiap penduduk Indonesia. Hal itu bisa meningkatkan harga jual barang dan jasa.

Kenapa? ya karena permintaan beli meningkat. Dengan kenaikan permintaan itu, penjual akan menawar dengan harga lebih tinggi. Pembelian masih bisa terus dilakukan hingga satu titik inflasi terus naik, ekonomi pun goyah. Soalnya, kenaikan harga jual barang sudah tidak bisa dijangkau masyarakat.

Dengan semakin banyak uang beredar, maka nilai uang tidak ada lagi harganya. Hal itu pernah terjadi di Zimbabwe di mana untuk belanja ke pasar harus membawa uang hingga segerobak. Bahkan, nilai mata uang Zimbabwe sudah tidak bernilai lagi pada medio 2008-an.

Penurunan nilai mata uang juga akan berefek kepada jumlah utang negara. Dengan menerbitkan uang tanpa ada jaminan komoditas berarti uang itu pun tidak bernilai. Rupiah melemah dan utang negara malah bertambah. Sehingga berpotensi menganggu kestabilan ekonomi.

Jadi, sudah tahu kan? kenapa sih pencetakan uang itu terbatas dan tidak bisa sering-sering? nah kalau kamu penasaran kenapa Amerika Serikat bisa mencetak uang semaunya? kita akan ulas lagi di artikel lainnya ya.