IHSG Di Pucuk, Bagaimana Strategi Cuan Terbaik di Saham?
Dengan kondisi banyak saham FCA, secondliner meroket, hingga saham big caps oleng, banyak yang mikir, apa strategi terbaik dalam saham agar bisa cuan? kami ulas dua strategi besarnya.

Mikirduit – IHSG sudah all time high dengan kondisi pelemahan rupiah yang signifikan dari Rp16.300 menjadi Rp16.700 per dolar AS. Dengan kondisi begini, bagaimana strategi yang tepat untuk memanfaatkan momentum pasar yang berpotensi turun?
Highlight
- Strategi market timing secara teori bisa memberi cuan optimal karena membeli di harga bawah dan menjual di harga atas, tapi realitanya sulit menebak momentum yang tepat.
- Strategi buy and hold lebih konservatif dan cocok bagi investor sibuk karena tidak perlu pusing dengan fluktuasi jangka pendek, meski hasilnya terasa lambat dibanding trader.
- Tidak ada strategi terbaik secara mutlak, pilihan harus disesuaikan dengan kondisi, pengalaman, dan tujuan investor agar bisa bertahan dan cuan konsisten di pasar saham.
- Untuk diskusi saham secara lengkap, pilihan saham bulanan, dan insight komprehensif untuk member, kamu bisa join di Mikirsaham dengan klik link di sini
Tekanan volume jual IHSG dalam dua hari terakhir 24-25 September 2025 cukup tinggi, meski net sell asing masih tipis di bawah Rp1 triliun dalam dua hari tersebut. Namun, banyak yang khawatir ini bisa menjadi momentum penurunan pasar saham, jadi apa yang sebaiknya dilakukan?
Dalam saham, ada dua strategi yang bisa digunakan, yakni Market Timing dan Buy and Hold. Market timing biasanya menyesuaikan dengan potensi kenaikan dan penurunan harga saham, sedangkan Buy and hold dengan cara beli dan hold selama beberapa waktu hingga harga saham sudah naik signifikan tanpa memikirkan naik-turun harga saham secara harian dalam jangka pendek. Dari strategi ini, mana yang terbaik?
Strategi Market Timing Secara Teori dan Backtesting Adalah yang Terbaik
Strategi market timing adalah yang terbaik karena secara teori kita membeli ketika harga saham di bawah yang siap naik segera dan menjual ketika harga di atas mengikuti sentimen terkini.
Misalnya, sentimen terbaru Indonesia menandatangani CEPA dengan Uni Eropa dan Kanada. Dari sini, jika dilihat dengan Uni Eropa yang diuntungkan saham yang impor produk farmasi dari Eropa seperti MERK, mobil dari Eropa seperti IMAS dan ASII, ekspor pangan seperti perikanan, DSFI, IKAN, SKLT, dan SKBM. Sementara itu, CEPA dengan Kanada bisa berhubungan erat dengan CPO.
Dari sini, jika market timing, kita akan mencari saham yang diuntungkan dari kebijakan tersebut. Lalu, mengecek secara teknikal saham-saham yang berhubungan dan naiknya belum tinggi serta mencoba spekulasi masuk. Harapannya bisa untung dalam jangka pendek.
Selain itu, contoh market timing lainnya saat saham emas dan CPO booming. Jika menggunakan market timing, kita bisa mencari saham CPO dan Emas yang belum naik signifikan untuk memanfaatkan momen.
Terlihat mudah? yaps, tapi dalam prosesnya market timing tidak semudah itu.Ketika masuk ke saham yang secara sektoral, sentimen, atau fundamental market timingnya pas, bisa jadi tidak langsung gerak.
Contohnya, saat saham CPO lain seperti TAPG dan LSIP sudah naik, DSNG sempat belum kemana-mana di bawah Rp1.000 per saham. Namun, tak lama kemudian saham DSNG naik hingga ke atas Rp1.500 per saham. Jika kamu holder DSNG dengan asumsi CPO naik, tapi ternyata DSNG masih sideways, apakah kamu yakin nggak tergoda jual dengan cuan tipis atau rugi karena merasa pilihannya salah?
Selain itu, kasus NCKL juga bisa diperhatikan Saat saham nikel lainnya naik seperti, MBMA, INCO, ANTM, DKFT, hingga NICL, saham NCKL malah masih sideways. Di sini, banyak yang menilai saham NCKL lelet dan tidak diurus oleh owner-nya karena masih belum bergerak. Padahal, dari segi momentum sektoral berdasarkan kenaikan harga saham sektor yang sama, seharusnya NCKL juga ngebut.
Namun, beberapa waktu kemudian, NCKL juga ikut naik, malah MBMA yang sempat agresif menjadi melempem.
Jadi, Market Timing adalah strategi terbaik secara teori, tapi seperti kata Peter Lynch, realita dari strategi market timing adalah kita nggak tahu kapan waktu terbaik untuk beli dan jual. Dalam artian saat beli belum tentu langsung naik, jika pun ketika beli sudah langsung naik setelahnya psikologis manusia akan bingung mending jual atau hold.
Artinya, strategi market timing secara realita tidak bisa dibeli dengan harga paling bottom dan langsung naik, dan jual di pucuk sebelum turun. Pasalnya, bisa jadi kita beli harga yang dianggap bottom, tapi ternyata turun lebih dalam atau kita jual di harga yang diasumsikan pucuk, ternyata malah lanjut naik.
Keuntungan market timing secara teori potensi cuan bisa optimal. Kelemahannya secara realita, kita tidak pernah tahu waktu terbaik masuk dan keluar di market sehingga risikonya cukup tinggi. Strategi market timing juga harus dengan kenekatan action dan tidak banyak analisis yang panjang, tapi harus siap dengan risikonya.

Strategi Buy and Hold Cara Konservatif untuk Kamu yang Sibuk
Strategi buy and hold memang terlihat membosankan dan secara teori kalah dibandingkan dengan Market Timing. Namun, ini akan cocok untuk kamu yang nggak mau pusing dengan fluktuasi jangka pendek.
Strategi buy and hold biasanya diterapkan di saham investasi jangka menengah panjang. Untuk Jangka menengah, kami biasanya memiliki timeframe toleransi hold hingga 2 tahun (jika 3-6 bulan sudah cuan bisa take profit), sedangkan untuk jangka panjang lebih dari 2 tahun.
Lalu, apa bedanya buy and hold dengan market timing? perbedaannya adalah kita nggak musingin apa yang terjadi saat ini karena target kita bisa 3-12 bulan ke depan. Jadi, kalau ada isu negatif yang non-esensial bisa dicuekin.
Misalnya, saya (penulis) pernah beli saham PBSA pada akhir 2024 dengan harga Rp320 per saham. Alasannya, saya ada daftar sekuritas baru yang baru diisi uang nganggur, akhirnya dibelikan saham yang asumsinya punya dividen oke (plan-nya dividen), serta masih murah. Dengan porsi modal yang tidak besar, saya cari saham yang market cap cenderung secondliner, ketemu momennya si PBSA ini (yang juga jadi salah satu pilihan saham dividen Mikirsaham sejak 2023)
Dari akhir 2024 saya buy and hold hingga cek di awal September 2025, harganya sudah naik di Rp600-an per saham. Kalau dihitung keuntungannya sudah setara dengan 10 tahun dividen jika asumsi rata-rata yield dividen dari harga pegangan saya sekitar 10 persen. Akhirnya, saya lepas, meski lanjut naik. Namun, ya tidak apa-apa toh keuntungannya sudah 100 persen dan total modal bisa dipindahkan ke saham lainnya.
Jadi, transaksi jual-beli saham yang saya lakukan bukan berdasarkan momentum market, tapi sesuai dengan target dan perhitungan untung-rugi yang dicapai saat ini.
Lalu, apakah keuntungan yang didapatkan semulus jalan tol? jawabannya ya tidak juga, di Maret 2025 sempat mengalami floating loss tipis. Namun, karena tidak mempedulikan sentimen jangka pendek (yang dirasa tidak esensial) ya tetap hold terus.
Jadi kelebihan dari buy and hold adalah kita bisa investasi tanpa memusingkan fluktuasi jangka pendek yang berpotensi sangat liar. Kekurangannya, jika melihat yang market timing pamer cuan pasti berasa kok strategi buy and holdnya lambat ya. Meski, tidak melihat perjuangan si market timer ini serta kerugian yang telah direalisasikan untuk bisa konsisten dengan strateginya.
Kesimpulan
Tidak ada strategi yang terbaik, yang ada strategi yang sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, kamu sibuk banget, tapi pengen cuan kayak yang trading. Jika kamu coba nekat trading, yang ada risiko ruginya bisa tinggi karena fluktuasi pasar saham secara harian sangat tinggi.
Jadi, pilihan strategi investasi atau trading saham disesuaikan dengan kondisimu masing-masing.
Kalau kami selalu menyarankan bagi pemula untuk memulai dengan investing minimal jangka menengah. Alasannya, agar investor pemula bisa merasakan bagaimana fluktuasi pasar saham dan tidak kaget. Soalnya, 9 dari 10 investor saham pemula merugi karena kaget melihat fluktuasi pasar saham yang sangat tinggi. 1 Investor saham yang tidak merugi karena masuk ketika pasar saham lagi bullish, tapi setelah periode bullish mereda dia langsung kaget juga dengan fluktuasi turun yang luar biasa.
Tapi, kalau investing dulu kapan kayanya? ya di pasar saham ini bukan kebut-kebutan siapa yang jadi kaya tercepat, tapi adu daya tahan siapa yang paling lama bertahan dan mampu cuan konsisten. Jadi, yang perlu dipelajari tahap awal merasakan risiko fluktuasi pasar saham dengan ongkos (biaya rugi) yang rendah dengan cara investing.
Setelah lebih memahami pasar saham, kamu bisa mulai mencoba strategi lain untuk menilai kecocokan dengan alokasi modal dari kecil secara bertahap. Pola ini yang paling bisa membuatmu bertahan di pasar saham karena bisa merasakan cuan dan memahami risikonya.
Mau Belajar Cara Pilih Saham yang Cuan Secara Mandiri?
Mikirduit menyelenggarakan Bootcamp Short Course Stockverse: Cara Pilih Saham Cuan Secara Mandiri yang memiliki beberapa rangkaian seperti:
- Video edukasi dasar (akses Lifetime untuk bagian video edukasinya di Mikirsaham.com )
- Mengombinasikan Psikologis vs Hasil Analisis untuk Cuan Optimal + Praktek Analisis Saham ala Mikirduit
- Belajar analisis teknikal bersama tim trader Mikirduit
- Praktek analisis saham secara mandiri dan dievaluasi serta diskusi dengan Founder Mikirduit
- Market Outlook 2026
Akses video edukasi akan dibuka mulai 1 Oktober 2025, serta acara online akan diadakan dalam 3 pertemuan, yakni pada:
- Sabtu, 1 November 2025, Pukul 10:00 WIB sampai dengan selesai
- Sabtu, 8 November 2025, Pukul 10:00 WIB sampai dengan selesai
- Minggu, 9 November 2025, Pukul 10:00 WIB sampai dengan selesai
Untuk tahap awal, kami membuka pendaftaran inden (sebelum materi video edukasi dibuka) sebagai pre-sale tahap 1 dengan diskon lebih dari 60% menjadi Rp1,5 juta Rp350.000 hanya berlaku hingga 30 September 2025 (Kuota Sisa 15 Lagi).
Daftar Sekarang dengan Klik di Sini
Harga pendaftaran setelah 30 September 2025:
- Harga pre-sale 2: Rp750.000 (Berlaku 1-15 Oktober) -> Kuota 100 peserta
- Harga Pre-sale 3: Rp1 juta (16-25 Oktober) -> Kuota 100 Peserta
- Harga Normal: Rp1,5 juta (26 - 31 Oktober 2025)