Hal yang Wajib Diketahui Holder BBRI dan TLKM

Saham TLKM dan BBRI sudah turun cukup dalam sepanjang sebulan terakhir. Kira-kira, apa yang bisa dilakukan holder kedua saham itu? simak ulasan lengkapnya di sini

Hal yang Wajib Diketahui Holder BBRI dan TLKM

Mikirduit – Saham TLKM dan BBRI menjadi sorotan setelah terus mencatatkan penurunan. Saham TLKM sudah turun sektiar 24 persen, sedangkan saham BBRI sudah turun 23 persen dalam sebulan terakhir. Apa yang terjadi dengan kedua saham ini? kenapa bisa turun? apakah tanda kedua saham itu bakal kiamat? apa yang harus dilakukan dan bisa dipelajari dari fluktuasi saham ini?

Jika bicara penurunan dan kenaikan harga saham, jawabannya ya pasti ada yang jualan. Terlepas bandar atau siapa, pasti permintaan jualnya lebih tinggi dari beli. Artinya, ada alasan kuat kenapa saat itu jualan. Untuk itu, kami coba menerka untuk memberikan pemahaman apa yang terjadi dengan TLKM dan BBRI.

Mengulik Penurunan Saham BBRI

Saham BBRI telah mencatatkan kenaikan sekitar 33 persen dalam periode 4 bulan (November 2023 sampai Maret 2024. Di sini, BBRI mencatatkan all time high harga sahamnya. Namun, setelah itu harga saham BBRI turun 24,88 persen dalam kurang dari sebulan. Apa yang sebenarnya terjadi? 

Penyebab utamanya ada aksi jual bersih asing yang sangat besar dalam sebulan terakhir, yakni Rp4,77 triliun. Kenapa angka itu disebut besar? Soalnya, jika melihat aksi jual asing dalam periode tiga bulan atau sepanjang 2024, posisinya lebih rendah dari angka sebulan terakhir. Berarti permintaan jual dari investor asing dalam sebulan terakhir juga sangat besar. Pertanyaannya, kenapa investor asing lepas saham BBRI?

Pertama, ada ekspektasi kinerja BBRI di 2024 bakal lebih lambat. Hal itu sudah diperkirakan karena insentif restrukturisasi kredit UMKM Covid-19 selesai di Maret 2024. Hal itu membuat BBRI akan mencatatkan kenaikan rasio kredit bermasalah dan butuh mencadangkan lebih banyak untuk antisipasi NPL sehingga laba bersih sulit tumbuh lebih tinggi. Tanda-tanda ini sudah terlihat dari tingkat pencadangan BBRI pada periode full year 2023 yang sudah dinaikkan, sedangkan bank besar lain masih menurunkan. Berikut ulasan tentang prospek BBRI yang sudah kami perkirakan sejak Januari 2024.

Prospek Saham BBCA, BBRI, BBNI, Mana yang Menarik Diborong
Sudah ada tiga bank besar yang rilis laporan keuangan. Kira-kira, mana yang paling layak diborong?

Kedua, tingkat suku bunga masih berada di level tinggi yang artinya berpotensi menekan laju pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini kurang menguntungkan bagi segmen pasar kredit BBRI, yakni mikro. Pasalnya, perlambatan ekonomi akan lebih terasa di segmen menengah ke bawah yang menjadi target utama pasar kredit usaha mikro. Untuk itu, dengan prospek yang kurang menarik, tren harga sham BBRI mencatatkan penurunan lebih dalam dibandingkan dengan sebelumnya. 

Ketiga, pelemahan kurs rupiah ke Rp16.000 juga menjadi sentimen ke saham bank, khususnya BBRI. Risiko dari pelemahan rupiah adalah berpotensi meningkatkan inflasi. Jika rupiah terus berada di level tinggi, inflasi bisa meningkat dan jadi batu sandungan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berdampak lebih besar ke BBRI karena segmen pasarnya di mikro seperti penjelasan nomor dua. 

Keempat, harga saham BBRI sudah diapresiasi terlalu tinggi dengan ekspektasi dividennya. Hal itu terlihat dari harga saham BBRI yang sempat all time high jelang bagi dividen. Namun, cerita dividen menjadi hal bagus terakhir bagi BBRI dalam jangka pendek. Sehingga setelah memasuki periode Ex-dividen dijadikan momentum aksi jual saham tersebut. 

Kelima, posisi valuasi price to book value BBRI sudah mencapai standard deviasi +2 dalam 5 tahun terakhir pada Maret 2024. Artinya, tingkat risiko masuk ke saham BBRI dengan valuasi setinggi itu sangat besar. Apalagi, rata-rata posisi itu sering dijadikan acuan jual karena harganya sudah ketinggan secara valuasi historisnya.

valuasi saham BBRI

Mengulik Penurunan Saham TLKM

Seperti BBRI, penyebab utama saham TLKM ambruk juga ada kaitannya dengan aksi jual bersih investor asing dalam sebulan terakhir mencapai Rp4,52 triliun. Angka aksi net sell itu jauh lebih besar daripada angka 3 bulan terakhir senilai Rp2,48 triliun atau sepanjang 2024 yang senilai Rp2,14 triliun. 

Untuk saham TLKM, jika dilihat sepanjang 2024, harga sahamnya sudah turun sangat dalam sebesar 23,29 persen dibandingkan dua emiten telekomunikasi lainnya seperti EXCL dan ISAT. Kedua saham telekomunikasi lainnya masih mencatatkan kenaikan harga saham masing-masing sebesar 19 persen dan 18,4 persen. Ada apa dengan TLKM? 

Kami menilai untuk saham TLKM belum ada trigger kuat yang bisa membuat saham ini terlihat menjadi lebih menarik dibandingkan dengan peers-nya seperti EXCL dan ISAT. 

EXCL lagi proses konsolidasi dengan bisnis LINK, sedangkan ISAT juga lagi mengembangkan bisnis konvergensi dengan akuisisi nasabah IPTV. 

Adapun, beberapa aksi korporasi TLKM dinilai kurang esensial juga, seperti merger Indihome dengan Telkomsel. Secara kasat mata memang terlihat tidak ada masalah, tapi secara umum berarti TLKM akan makin sangat bergantung dengan Telkomsel. Padahal, kepemilikan TLKM di sana tidak sendirian, tapi juga bareng Singtel. TLKM tercatat hanya pegang 69,9 persen saham Telkomsel, sedangkan sisanya Singtel. 

Jika Telkomsel dan Indihome digabungkan, laba bersih Telkomsel memang bisa meningkat, tapi ada bagian hasil laba yang akan diatribusikan untuk Singtel. 

Di luar itu, strategi merger Telkomsel dan Indihome ini adalah salah satu strategi untuk menghadappi pasar konvergensi (produk kolaborasi operator seluler dengan internet rumahan) yang sudah dijalankan oleh XL.

Di luar itu, saham TLKM juga dilanda berbagai isu yang sebenarnya tidak terlalu signifikan seperti:

Pertama, isu produk Telkomsel Lite (yang punya tarif lebih murah) yang berpotensi memicu perang harga di sektor telekomunikasi seperti medio 2014-2018 yang membuat kinerja bisnis saham sektor tersebut berdara-darah. Namun, skema bisnis Telkomsel Lite ini cenderung masuk ke pasar non kota utama karena hanya berlaku di 147 kota. Jadi, harusnya nggak ada efeknya ke prang harga.

Kedua, Starlink bisa mengambil pangsa pasar TLKM, EXCL, dan ISAT. Menurut kami, keberadaan Starlink tidak serta merta langsung mengambil pasar Indihome dan provider internet lainnya. Pasalnya, meski terlihat terjangkau dengan harga langganan Starlink RP750.000 per bulan, tapi belum diketahui dengan harga segitu bisa dapat kecepatan internet yang berapa serta harus beli alat agar internetnya bisa digunakan senilai Rp7,8 juta. Sehingga, produk Starlink cenderung tidak masuk ke semua market, termasuk market yang dimiliki Indihome. 

Di luar masalah itu, harga saham TLKM sudah mencapai level tertingginya sejak 2022. Saat itu, valuasi saham TLKM juga sudah tembus di atas standard deviasi +2. Namun, setelah mencapai level harga tertinggi, tidak ada trigger yang membuat saham TLKM bisa lebih menarik lagi prospeknya.

saham TLKM

Malah, saat itu kehajar IPO GOTO yang harga sahamnya terus turun hingga membuat laba bersih TLKM tergerus, meski sifatnya floating loss. Serta, tidak ada aksi korporasi signifikan untuk mendobrak pertumbuhan bisnisnya lebih agresif di masa depan.

Adu Saham TLKM vs EXCL vs ISAT, Siapa yang Paling Oke?
Saham telekomunikasi seperti ISAT, EXCL, dan TLKM kompak turun, dengan karakter bisnis defensif seharusnya ini jadi peluang beli di harga bawah. Lalu, siapa yang terbaik?

Jadi, Apa yang Harus Dilakukan Oleh Holder Saham TLKM dan BBRI? 

Secara umum tidak ada masalah dengan fundamental TLKM dan BBRI jika mengacu ke laporan keuangan, termasuk laporan keuangan terbaru di kuartal I/2024. Penurunan ini terjadi karena memang tidak ada hal menarik yang bisa membuat TLKM dan BBRI bisa dinilai lebih tinggi dalam jangka pendek. Jika timeframe cenderung jangka panjang, ya bisa lebih santai saja nggak usah terlalu dipikirkan.

Untuk itu, hal yang bisa dilakukan adalah:

  • Jika alami loss sangat dalam seperti beli TLKM di Rp4.000 dan BBRI di Rp6.000, saran lebih baik modalnya dialokasikan ke saham murah yang potensial dibandingkan averaging down tanpa batas. Soalnya, efek ke penurunan harga rata-rata tidak terlalu besar (kecuali sekarang punya 1 lot, terus kamu mau averaging down 100 lot ya)
  • Jika alami loss kecil banget, kamu bisa averaging down dengan melihat posisi teknikal atau masuk saat dirasa harganya sudah sangat murah seperti menyentuh standard deviasi -2 PBV masing-masing emiten
  • Jika alami loss besar atau kecil, kamu bisa tidak melakukan apa-apa dan menyimpan cash untuk berbagai risiko tidak terduga. 
  • Jika sudah alami floating profit, momen penurunan ini bisa jadi aksi beli averaging up dengan maksimal modal 30 persen - 50 persen dari modal saat ini. 
  • Jika belum punya, bisa masuk dengan ekspektasi sekitar 1,5 -2 tahun ke depan harganya bisa melebihi harga tertinggi terakhir. 

Dari kerugian ini, kamu juga bisa mengambil beberapa kesimpulan untuk pelajaran di kemudian hari seperti:

  • Beli saham dengan tujuan investasi harus beli di harga yang dianggap wajar dan murah. Mau saham itu bagus banget, wajib beli di harga murah dengan tujuan agar panik saat ada penurunan harga saham seperti saat ini. Meski, beli di harga yang dianggap murah belum tentu memastikan kamu bakal cuan dalam jangka pendek ya. Tapi, setidaknya cukup aman untuk prospek cuan di masa depan. 
  • Jika kamu ingin investasi jangka menengah (maksimal 3 tahun), bisa gunakan strategi beli saham saat murah, ketika valuasi saham ada di level standard deviasi -1 atau 2 dan jual saat saham ada di standard deviasi +2 (bisa juga di +1 jika dirasa sulit kejemput)
  • Setiap saham punya risiko fluktuasi jangka pendek, termasuk saham dengan fundamental bagus. Soalnya,timeframe investasi itu jangka panjang bukan harian, jadi wajar jika dalam satu bulan ada penurunan harga saham, meski fundamental saham itu bagus. Soalnya, kenaikan harga saham juga berhubungan dengan prospek bisnis ke depan yang bisa jadi alasan beli dengan harga saat ini dan berharap jual di harga tinggi di masa depan. 
  • Investasi harus sabar karena tidak bicara berapa harga saham hari ini, tapi bicara bagaimana prospek saham itu di masa depan 5-10 tahun lagi. 
  • Pilih saham investasi yang bisnisnya terus bertumbuh dan rutin bagi dividen. Sehingga saat ada risiko jangka pendek seperti ini, kita bisa tetap cuan dari dividennya.

Jadi, kamu sudah bisa tenang sekarang dan fokus cari pendapatan aktif lagi?

Mau dapat info saham dividen jumbo serta strategi investasi dan outlook publikasi bulanan?

Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.

Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:

  • Update review laporan keuangan hingga full year 2023-2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
  • Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market

Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini