Dampak Bunga Deposito Valas 4 Persen ke Saham Bank, BI Rate Bisa Dicuekin?

Bank himbara kompak menaikkan bunga deposito valas menjadi 4 persen pada November 2025. Hal ini bisa berdampak positif dan negatif ke satu sektor bank. Begini penjelasannya

saham big bank

Mikirduit – Emiten Bank Himbara terus mendapatkan tugas berat dari diberikan likuiditas dengan bunga premium 4 persen, hingga teranyar memberikan insentif ke deposan dalam dolar AS dengan tingkat bunga 4 persen. Lalu, bagaimana dampaknya terhadap kinerja emiten himbara?

Highlight

  • Kenaikan bunga deposito valas Himbara menjadi 4% berpotensi lebih banyak memindahkan dana dari bank swasta dan deposito rupiah ke valas, ketimbang menarik dolar baru dari luar negeri.
  • Dampak positif terutama dirasakan BMRI dan BBNI yang bisa memanfaatkan tambahan likuiditas valas untuk ekspansi kredit, meski dengan margin yang lebih tipis.
  • Risiko lebih besar ada pada BBRI dan BBTN karena penyaluran kredit valasnya terbatas, sehingga kelebihan likuiditas valas bisa menekan margin dan menambah risiko fluktuasi kurs.
  • Untuk diskusi saham secara lengkap, pilihan saham bulanan, dan insight komprehensif untuk member, kamu bisa join di Mikirsaham dengan klik link di sini

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sempat mengungkapkan pihaknya lagi menyiapkan insentif agar WNI pemilik dolar AS bisa simpan dolarnya di dalam negeri.

Jika merujuk cerita pada 2017, salah satu faktor pengusaha menempatkan dananya di luar negeri karena biaya hedging di Indonesia cukup tinggi. Sehingga, pengusaha menempatkan dana di luar negeri dengan biaya hedging yang lebih menarik.

Kala itu, Bank Indonesia pun membuat structure product hedging yang diharapkan bisa menarik minat pengusaha bernama Hedging Call Spread. Namun, kami belum mendapatkan perkembangan nyata dari adanya produk tersebut.

Lalu, sejak 2024-2025, pemerintah juga membuat aturan untuk penempatan devisa hasil ekspor 100 persen di Indonesia selama minimal 1 tahun. Harapannya, hal ini juga mendorong perpindahan dana dolar AS di luar negeri ke Indonesia.

Teranyar, kebijakan itu ditambah dengan kenaikan bunga deposito valas Himbara menjadi 4 persen di atas rata-rata sekitar 2 persen.

Kami menilai kebijakan bunga deposito valas menjadi 4 persen bisa memberikan dua dampak:

  • Membuat deposan di luar negeri memindahkan asetnya ke Indonesia (tapi biasanya tetap dihitung spread kurs-nya yang seringnya kurang oke)
  • Membuat deposan rupiah menukar ke dolar AS sehingga likuiditas dalam rupiah malah menyusut

Lalu, bagaimana dampaknya terhadap bank Himbara?

Dampak Bunga Deposito Valas 4 Persen ke Saham Himbara

Jika melihat dari kebijakan bank, kenaikan bunga deposito valas menjadi 4 persen berlaku pada 5 November 2025. (untuk Bank Mandiri) dengan tiering berlaku mulai di bawah 100.000 dolar AS (biasanya minimal deposito sekitar 1.000 dolar AS) hingga di atas 10 juta dolar AS.

Di sisi lain, jika melihat posisi deposito valas bank Himbara (BMRI, BBRI, BBNI, BBTN, BRIS) itu hanya sekitar 2,8 persen dari total DPK senilai Rp118 triliun. Meski, perlu diantisipasi adanya kenaikan jumlah deposan secara signifikan.

Sehingga efeknya mungkin tidak terlalu besar mendorong kenaikan biaya dana perseroan, tapi bisa membuat tingkat biaya dana bank BUMN kurang kompetitif dibandingkan dengan bank swasta. Tapi, ada beberapa risiko yang harus diantisipasi:

Pertama, kebijakan ini tidak membawa dolar AS dari luar negeri, tapi memindahkan dolar AS dari bank swasta ke Himbara hingga deposito rupiah menjadi valas.

Pasalnya, dengan tingkat bunga di atas deposito rupiah dan dalam bentuk valas, deposito valas ini menjadi pilihan yang lebih menarik.

Hal itu bisa membuat likuiditas dalam rupiah maupun likuiditas bank swasta (terutama menengah kecil) bisa terserap dan berpindah ke bank BUMN. Sehingga yang terjadi bukan kedatangan likuiditas dari luar negeri, tapi perpindahan internal di dalam negeri.

Kedua, menyimpan banyak deposito valas dengan suku bunga di atas rata-rata bisa berisiko jika bunga kredit valas tetap. Artinya, margin dari bunga kredit valas menyusut.

Belum lagi, demand kredit valas tidak sebesar demand kredit rupiah. Sehingga, jika ada kenaikan likuiditas valas yang signifikan dalam bentuk deposito, bank juga harus siap mencari peluang kreditnya. Jika terpaksa dikonversi menjadi rupiah berarti ada risiko kerugian kurs. Lalu, bank juga harus menjaga rasio valas di likuiditasnya untuk kebutuhan penarikan dana.

5 Cara Cuan di Pasar Saham AS yang Lagi All Time High
Ada 5 cara cuan di pasar saham AS yang lagi all time high jelang penurunan suku bunga The Fed. Simak caranya di sini

Bank Himbara dengan Deposito Valas  Terbesar

Jika melihat posisi kredit dan dana pihak ketiga dalam bentuk valas, secara umum BMRI berpotensi diuntungkan dengan adanya tambahan likuiditas valas tersebut. Alasannya, tingkat loan to deposit rasio dalam bentuk valas BMRI per Juni 2025 cukup ketat mencapai 98 persen.

Dengan potensi tambahan likuiditas per November 2025 nanti, ruang ekspansi kredit valas di segmen korporasi BMRI bisa terbuka. Meski, harus mengorbankan margin keuntungan yang lebih tipis karena cost of fund yang cukup tinggi.

Apalagi, jika dibandingkan dengan BBRI, BBNI, dan BBTN, porsi dana murah dalam bentuk valas BMRI menjadi yang terbesar, yakni 87 persen. 

Sementara itu, posisi BBRI menjadi yang punya loan to deposit rasio (LDR) dalam valas yang cukup rendah hanya 64 persen. Sehingga kehadiran potensi deposan valas baru bisa membuat margin BBRI tergerus, dengan penyaluran kredit ke valas yang cenderung rendah. Apalagi, rata-rata kredit valas BBRI disalurkan ke BUMN lagi.

Peluang lainnya, likuiditas valas ini bisa dikonversi sebagian ke rupiah untuk penyaluran kredit rupiah. Pasalnya, deposito valas jika terlalu lama disimpan bank tanpa disalurkan kredit bisa memangkas margin perseroan.

Sementara itu, BBNI menjadi pemilik dana murah valas paling rendah dibandingkan dengan dua big bank Himbara lainnya. Porsi dana murah valas BBNI hanya 80 persen, dibandingkan BMRI sebesar 87 persen dan BBRI sebesar 83 persen. Likuiditas valas BBNI terjaga normal, masih lebih bagus ketimbang BBRI. Dengan segmen korporasi dan konsumsi, kami menilai BBNI menjadi salah satu bank yang bisa mampu memanfaatkan tambahan likuiditas valas tersebut.

Terakhir, BBTN menjadi emiten dengan porsi dana murah valas paling rendah, yakni 54 persen. Lalu, dari penelusuran kami di laporan keuangan BBTN, perseroan tidak mencatatkan kredit valas. Artinya, dari likuiditas valas dengan tingkat rasio tertentu akan dikonversi ke rupiah untuk penyaluran kredit dalam mata uang lokal. Dari sisi risiko likuiditas  valas dalam jumlah besar ini, BBTN mendapatkan potensi risiko yang lebih tinggi dengan biaya dana yang tidak terlalu murah.

Event online mikirsaham
Daftar sekarang dengan klik di sini

Kesimpulan

Kami menilai bagi BMRI dan BBNI, kebijakan suku bunga deposito valas menjadi 4 persen ini tidak terlalu signifikan. Pasalnya dengan segmen kreditnya, BMRI dan BBNI berpotensi menyalurkan atau ekspansi kredit valas secara optimal. Hanya saja, dengan bunga 4 persen, mungkin margin bunga bersihnya bakal lebihi rendah.

Soalnya, dengan kondisi ekonomi seperti ini, bank bakal berebut debitur berkualitas dengan memberikan rate kredit khusus yang lebih rendah. Apalagi, segmen korporasi ini sangat sensitif dengan tingkat suku bunga.

Sorotan ada di BBRI dan BBTN yang jika memiliki likuiditas valas berlebih bisa berisiko lebih tinggi dalam menghadapi risiko pasar dalam fluktuasi kurs (jika likuiditas dolar AS dikonversi menjadi rupiah).

Namun, kebijakan ini baru berlaku di november 2025 artinya baru terepresentasi ke kinerja kuartal IV/2025. 

Dengan adanya kenaikan bunga deposito valas sebesar 4 persen, serta tambahan likuiditas dari pemerintah ke himbara dengan bunga 4 persen, ada potensi saham bank (termasuk swasta) tidak mendapatkan manfaat dari penurunan suku bunga BI maupun the Fed berupa penurunan biaya dana.

Pasalnya, ketika ada bank dengan rate lebih tinggi ada potensi dana-dana dari bank lain juga ikut berpindah sehingga membuat keselarasan likuiditas terganggu. Untuk antisipasi itu bank swasta bisa juga menaikkan bunga deposito untuk mempertahankan dana. Hal ini membuat penurunan suku bunga BI berpotensi tidak memberikan dampak signifikan.

Risiko terburuknya, kebijakan pemerintah memberikan insentif ini bisa melanggar barrier kebijakan fiskal dan moneter.

Namun, sejauh ini, kami masih memasang ekspektasi pemulihan kinerja bank bisa terjadi di 2026 (minimal di semester II/2026) hingga terburuknya ke 2027.

Mau Tau Strategi Menganalisis Saham Cuan Sendiri, Termasuk Masuk Sebelum Sahamnya Naik?

Yuk ikut event mini bootcamp Mikirduit di Stockverse: Cara Pilih Saham Cuan Secara Mandiri yang memiliki beberapa rangkaian seperti:

  • Video edukasi dasar (akses Lifetime untuk bagian video edukasinya di Mikirsaham.com )
  • Mengombinasikan Psikologis vs Hasil Analisis untuk Cuan Optimal + Praktek Analisis Saham ala Mikirduit
  • Belajar analisis teknikal bersama tim trader Mikirduit
  • Praktek analisis saham secara mandiri dan dievaluasi serta diskusi dengan Founder Mikirduit
  • Market Outlook 2026

Akses video edukasi akan dibuka mulai 1 Oktober 2025, serta acara online akan diadakan dalam 3 pertemuan, yakni pada:

  • Sabtu, 1 November 2025, Pukul 10:00 WIB sampai dengan selesai
  • Sabtu, 7 November 2025, Pukul 10:00 WIB sampai dengan selesai
  • Minggu, 8 November 2025, Pukul 10:00 WIB sampai dengan selesai

Untuk tahap awal, kami membuka pendaftaran inden (sebelum materi video edukasi dibuka) sebagai pre-sale tahap 1 dengan diskon lebih dari 60% menjadi Rp1,5 juta Rp350.000 hanya berlaku hingga 30 September 2025 (Kuota terbatas hanya 100 pendaftar pertama).

Daftar Sekarang Mumpung Masih Pre-sale 1 dengan Kuota Terbatas Hanya untuk 100 orang Pertama

💡
Manfaatkan Nilai Wajar instan saham Indonesia, AS dan bursa global lainnya dengan berlangganan InvestingPro! Manfaatkan pula fitur ProPicks AI untuk mendapatkan stock pick saham AS dan Indonesia (segera!) yang jauh mengungguli performa indeks acuan. Dapatkan diskon khusus InvestingPro dari MikirDuit sebesar 15%, [klik di sini]