BEBS Gagal Bayar Repo, Begini Deretan Skandal Gadai Saham Lainnya

BEBS mengawali awal tahun dengan cerita gagal bayar repo. Apa sih repo itu? kenapa gagal bayar repo kerap jadi petaka bagi harga saham?

BEBS Gagal Bayar Repo, Begini Deretan Skandal Gadai Saham Lainnya

Mikir Duit – PT Berkah Beton Sadaya Tbk. alias BEBS dikabarkan mengalami gagal bayar transaksi gadai saham atau repurchase agreement (Repo). Emiten milik Sultan Subang Asep Sulaeman itu pun sudah disuspensi Bursa Efek Indonesia. Apa sebenarnya transaksi repo itu? dan kenapa bisa berefek negatif ke harga saham?

Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI) mengonfirmasi kalau BEBS telah mengalami gagal bayar dengan nilai nominal yang tidak bisa disebutkan.

Harga saham BEBS yang sempat tembus Rp1.400-an per saham pun kini telah turun menjadi Rp595 per saham. Suspensi saham BEBS sejak 19 Januari 2023 disebut ada kaitannya dengan gagal bayar repo tersebut.

Lalu, saham-saham milik sultan Subang lainnya itu, seperti PT Bersama Zatta Jaya Tbk. (ZATA) dan PT Indo Pureco Pratama Tbk. (IPPE) juga dalam tekanan jual yang tinggi setelah alami auto rejection bawah berjilid-jilid.

Memang, apa sih transaksi repo ini? kenapa efeknya bisa besar ke harga saham

Transaksi Repo Emiten

Transaksi repo adalah transaksi yang dilakukan oleh dua belah pihak dengan melakukan penggadaian aset keuangan tertentu dalam periode tertentu. Praktek ini sudah lazim di dunia keuangan, seperti bank yang menggadaikan surat berharga negaranya ke Bank Indonesia untuk mendapatkan likuiditas sementara.

Adapun, pengembangan transaksi repo ini meluas juga ke pemilik Emiten yang bisa menggadaikan sahamnya ke pihak tertentu untuk mendapatkan dana segar. Alasan penggunaan dana cukup sederhana, untuk mengembangkan proyek dan sebagainya.

Lalu, pemberi dana akan ditawarkan posisi eksekusi harga pelaksanaan yang di bawah harga pasar. Jadi, jika transaksi mengalami gagal bayar, pemberi dana tinggal menjual harga saham di bawah harga pasar itu saja.

Hal itu terlihat seperti sebuah transaksi yang rendah risiko dan aman bagi pemberi dana maupun emiten yang dapat dana segar tanpa biaya bunga tinggi? tapi bagaimana kalau harga saham sengaja dinaikkan tinggi terlebih dulu sebelum mengajukan repo. Setelah transaksi repo harga saham malah turun ke bawah harga pelaksanaan pemberi dana.

Artinya, pemberi dana malah rugi karena kalau menjual sahamnya, hanya mendapatkan sebagian dari total dana pokok yang dipinjamkan. Apalagi, regulasi transaksi repo ini bilateral alias tidak transparan dan kurang ketat. Sehingga risiko seperti yang disebutkan sebelumnya berpotensi besar terjadi.

Deretan Tragedi Saham Repo Terparah

Salah satu skandal transaksi repo paling fenomenal adalah dari Grup Bakrie. Hal itu terjadi ketika PT Bakrie and Brothers Tbk. (BNBR) menggadaikan saham PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) kepada sekuritas dan investor ritel pada medio 2007-2008. Kala itu disebut nilainya ditaksir tembus Rp6 triliun.

Harga saham BUMI saat itu juga lagi melejit tinggi hingga tembus Rp8.000 per saham. Lalu, saham BUMI pun masuk deretan 10 besar saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa  Efek Indonesia (BEI).

Namun, BNBR gagal bayar repo, yang membuat harga saham BNBR maupun BUMI turun drastis. Di sini, BNBR terlilit utang dan BUMI menjadi korban gagal bayar saham repo BNBR.

Harga saham emiten tambang batu bara terbesar itu pun terus turun hingga sampai tembus Rp50 per saham.

Bukan cuma BUMI, skandal repo lainnya adalah PT Sekawan Intpratama Tbk. (SIAP), yang kini sahamnya sudah tidak terdaftar di BEI.

Jadi, SIAP yang punya bisnis awal sebagai percetakan plastik lembaran mengganti bisnisnya menjadi pertambangan batu bara.

Isu menggarap pertambangan batu bara itu membuat harga saham SIAP meroket. Setelah harga saham naik tinggi, salah satu pemegang saham melakukan transaksi repo. Sayangnya, sampai jatuh tempo, si pemegang saham itu tidak membayar saham yang sudah digadainya alias gagal bayar.

Akhirnya, saham SIAP pun dijual paksa dan harganya turun tajam. Gara-gara transaksi SIAP, BEI sempat menginterogasi delapan sekuritas. Bahkan, tiga diantaranya dibekukan sementara, yakni PT Danareksa Sekuritas (sekarang PT BRI Danareksa Sekuritas), PT Reliance Sekuritas, dan PT Millenium Danatama Sekuritas.

Sampai akhirnya, SIAP pun delisting dari BEI pada medio 2019.

Kesimpulan

Sebenarnya, tidak jelas bagaimana investor ritel bisa mendapatkan akses transaksi repo tersebut. Namun, ini adalah transaksi bilateral di luar bursa efek sehingga risiko yang terjadi tidak terhubung dengan bursa efek, meski sekarang sudah ada Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI). Tapi, tetap saja regulasi transaksi repo ini masih sangat longgar dan punya celah penyimpangan.

Adapun, transaksi repo memang terkesan aman karena menggadaikan saham untuk modal kerja atau dana segar bagi emiten atau pemilik saham. Namun, masalahnya jika harga saham baru saja digoreng dan naik tinggi sehingga tidak sesuai dengan fundamentalnya. Lalu, pemilik saham melakukan transaksi repo dengan penawaran manis harga pelaksanaan jauh di bawah harga pasar.

Pemberi dana pasti sempat berpikir bisa untung besar, meski risiko besar menanti akibat harga saham naik terlalu tinggi tidak sesuai fundamentalnya.

Adapun, hubungan erat antara gagal bayar repo dengan harga saham adalah ketika terjadi gagal bayar, berarti akan ada aksi jual paksa saham di harga yang ditentukan. Dengan rata-rata harga jual saham di bawah pasar, berarti ada tekanan jual besar di harga rendah.

Akhirnya, harga saham yang gagal bayar repo pun mengalami penurunan cukup dalam.


Disclaimer: Artikel ini tidak mengajak kamu membeli atau menjual salah satu saham. Artikel ini hanya memberikan informasi yang bisa jadi pertimbanganmu untuk membeli atau menjual sebuah saham. Investasi saham memiliki risiko yang harus ditanggung oleh diri sendiri.