Adu Laba Big Bank Vs Mid Bank Semester I/2025, Siapa Paling Kuat?
Sederet perbankan menengah besar sudah merilis laporan keuangan sepanjang paruh pertama 2025. Kira-kira siapa yang paling kuat?

Mikirduit - Kami mencatat 10 emiten perbankan big caps sampai mid caps yang sudah merilis laporan keuangan semester I/2025. Mayoritas laba hanya tumbuh single digit sampai ada yang turun. Dari sini, bagaimana prospek saham-saham perbankan tersebut?
Highlight
- Kinerja 10 emiten perbankan semester I/2025 menunjukkan mayoritas pertumbuhan laba hanya single digit bahkan ada yang turun, dengan penyaluran kredit dan pertumbuhan DPK cenderung moderat.
- Potensi penurunan suku bunga The Fed dan BI menjadi katalis positif bagi saham bank, karena bisa menurunkan cost of fund dan mempercepat pertumbuhan kredit.
- Saham yang dinilai menarik adalah BBCA dan ARTO karena pertumbuhan kinerja positif dengan valuasi masih relatif murah, sementara BBRI dan BBNI mulai menarik meski prospek laba perlu diantisipasi.
- Untuk diskusi saham secara lengkap, pilihan saham bulanan, dan insight komprehensif untuk member, kamu bisa join di Mikirsaham dengan klik link di sini
Kami melakukan kompilasi 10 bank yang terlah merilis kinerja keuangan sampai Juni 2025. Mereka adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP), PT Bank Permata Tbk (BNLI), PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), PT Bank Jago Tbk (ARTO), PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), dan PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB).
Hasilnya, ada beberapa hal yang tengah dialami oleh sektor bank.
Pertama, dari segi penyaluran kredit, mayoritas masih tumbuh, tetapi hanya single digit saja. Dari 10 emiten, hanya empat yang berhasil tumbuh di atas rata-rata industri 7,77 persen yoy pada Juni 2025, yaitu BBCA, BBNI, BNLI, dan ARTO.
Sebagai catatan, penyaluran kredit bank digital BBHI dan BBYB malah terkontraksi.
Ini menunjukkan sikap bank yang nampaknya masih hati-hati dalam menyalurkan kredit/pembiayaan di tengah kondisi ekonomi yang melambat pada tahun ini.
Kedua, dari sisi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) tampaknya cukup variatif. Lima emiten mencatat pertumbuhan DPK lebih tinggi dibandingkan kredit, dengan tiga diantaranya tumbuh agresif yaitu BBNI, BBHI, dan ARTO.
BBCA, BNGA, dan BDMN mencatatkan DPK tumbuh lebih lambat daripada kredit. Sementara BNLI dan BBYB justri mengalami kontraksi.
Bagi bank yang berhasil mencatat DPK tumbuh lebih tinggi, artinya mereka memilih untuk menjaga likuiditas dan cenderung hati-hati dalam penyaluran kredit.
Sementara, bagi yang mengalami pertumbuhan DPK lebih lambat dibandingkan kredit ada risiko kenaikan beban bunga karena bank akan berebut dana pihak ketiga untuk ekspansi kredit.
Ketiga, mayoritas pendapatan bunga bersih bank masih tumbuh moderat. Beberapa masih turun akibat pertumbuhan DPK dan kredit yang melambat.
3 dari 10 emiten tercatat mengalami penurunan pendapatan bunga bersih, sementara 4 lainnya hanya tumbuh moderat di bawah 4 persen secara tahunan (yoy).
Termasuk, BBCA yang tumbuh hanya single digit, 7% yoy bisa dibilang cukup langka karena biasanya posisi bank swasta terbesar di RI mencatat pertumbuhan NII dua digit.
Hanya dua emiten bank yang masuk ke kategori digital yaitu ARTO dan BBHI mencatat NII cukup pesat, masing-masing 64,69 persen dan 26,74 persen.
Keempat, tren kenaikan pencadangan tampaknya sudah mulai mereda.
Bank besar seperti BBCA mencatatkan pemulihan pencadangan sebesar Rp2 triliun. BDMN juga mencetak pemulihan impairment yang senilai Rp1,16 triliun.
Hanya tiga yang mencatat kenaikan cadangan signifikan yaitu BBNI, NISP, dan ARTO.
Khusus ARTO ini cukup relevan karena satu-satunya yang mencatatkan penyaluran kredit lebih dari 30 persen.
Sebagai catatan, kenaikan pencadangan mengimplikasikan adanya antisipasi potensi kenaikan rasio kredit bermasalah, sedangkan penurunan pencadangan menjadi indikasi risiko kredit bermasalah tengah melandai.
Meski, dalam beberapa kasus penurunan pencadangan bisa terjadi saat NPL tinggi, tapi mayoritas pencadangan sudah dilakukan di periode sebelumnya.
Kelima, dari segi laba bersih mayoritas hanya berhasil tumbuh single digit saja. Bank besar BUMN seperti BBRI dan BBNI malah masih kontraksi.
Namun, ada yang mencetak pertumbuhan laba luar biasa yaitu ARTO dan BBYB.
ARTO bisa dibilang cukup menarik karena laba dihasilkan dari penyaluran kredit yang agresif yang tercermin sampai pendapatan bunga bersih tumbuh di atas 60 persen.
Sementara BBYB berhasil turnaround dari rugi ke laba. Sayangnya, ini perlu dicatat karena laba yang dihasilkan lebih banyak karena pemulihan sebagian pencadangan. Hal serupa juga terjadi di BBYB dengan laba senilai Rp1,63 triliun, impairment yang dipulihkan senilai Rp1,16 triliun.
Berikut perbandingan kinerja dari sederet saham bank :
Saham Bank yang Masih Menarik Dilirik
Salah satu momentum saham perbankan adalah potensi penurunan suku bunga the Fed sebanyak tiga kali pada tahun ini.
Dalam proyeksi Fed Rate Monitor Tool, ada sekitar tiga pertemuan The Fed pada sisa tahun ini.
Dalam tiga pertemuan itu, probabilitas keputusan The Fed dengan mengacu ke data-data ekonomi existing antara lain:
- September: turunkan suku bunga 25 bps
- Oktober: turunkan suku bunga 25 bps
- Desember: turunkan suku bunga 25 bps
Jika dari 3 ekspektasi penurunan itu terealisasi 2 penurunan saja bisa membuka ruang BI untuk menurunkan suku bunga sekitar 50 bps lagi. Hal ini mengingat Bank Indonesia (BI) sudah forward looking menurunkan suku bunga pada Juli lalu.
Jadi, Bank Indonesia (BI) sampai saat ini sudah melakukan pemangkasan suku bunga tiga kali, yakni pada Januari, Mei, dan Juli.
Kontras dengan the Fed yang sama sekali belum menurunkan suku bunga. Jadi, penantian suku bunga the Fed yang akan segera turun ini bisa menjadi momentum positif untuk melirik saham bank lagi, mengingat harga saham sudah turun yang membuat valuasi-nya murah juga.
Jika nanti akselerasi penurunan suku bunga mulai terasa, dari segi fundamental juga akan menguntungkan bank, di mana posisi suku bunga yang lebih rendah diharapkan bisa menurunkan tingkat biaya dana atau cost of fund serta kondisi ekonomi yang bisa ke mode pertumbuhan lebih cepat lagi.
Dari situ, ada potensi perputaran kredit lebih cepat dengan tingkat risiko yang lebih rendah.
Membahas soal valuasi, 7 dari 10 bank masih bisa dianggap di level yang murah.
Namun, catatan khusus untuk saham bank digital BBHI, BBYB, dan ARTO meskipun undervalued, sahamnya memiliki tingkat volatiltas yang lebih tinggi, mengingat valuasi pernah sampai PBV di atas 10 kali karena sekitar 2021-2022 harga-nya melonjak drastis berkali-kali lipat.
Sementara itu, ada tiga yang masih mencatat valuasi premium alias PBV saat ini lebih tinggi dari rata-rata lima tahun, yaitu BNGA, BNLI, dan NISP.
Sebenarnya, jika mengacu ke kinerja saham bank yang sudah kembali bertumbuh yang didorong bisnis utamanya terkait penyaluran kredit, opsi yang lebih menarik ada BBCA dan ARTO.
Meski, posisi BBCA bisa dibilang menjadi bank termahal, tapi secara historis 5 tahunnya, valuasi BBCA saat ini masih murah dengan kondisi kinerja laba bersih yang masih bertumbuh positif.
Sementara itu untuk ARTO kami menilai ada perbaikan struktural dari kinerja ARTO, seperti kinerja loan sudah bisa lebih berimbang dengan pertumbuhan DPK.
Lalu tingkat loan to deposit ratio (LDR) sudah kembali normal ke level 96%, dibandingkan pada periode akhir Juni 2024 di level 106%. Risiko kredit juga masih aman dengan Non Performing Loan (NPL) di 0,3%.
Harga saham saat ini di bawah Rp2000 per lembar juga masih di area menarik, karena sejak awal tahun sudah terkontraksi lebih dari 20%.
Di sisi lain, untuk saham bank besar BUMN seperti BBRI dan BBNI yang sudah rilis kinerja keuangan sebenarnya juga mulai cukup menarik.
Namun, untuk mengharapkan pertumbuhan laba ke arah positif nampaknya kita masih harus manage ekspektasi, mengingat ada beberapa kebijakan pemerintah yang baru-baru ini bisa mempengaruhi seperti koperasi merah putih, kelanjutan dari progress pemutihan kredit UMKM, dan lainnya.

Kesimpulan
Perhitungan pilihan saham bank yang menarik menurut kami ini dengan plan untuk jangka menengah hingga penurunan suku bunga ke level dasar, serta mulai ada kebijakan kenaikan suku bunga yang mungkin bisa terjadi 3-4 tahun dari sekarang.
Hingga nanti efek penurunan suku bunga bisa berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan emiten bank tersebut.
Pilihan saham bank ini mengecualikan beberapa saham bank yang belum merilis laporan keuangan Juni 2025 seperti BBTN, BRIS, dan BMRI.
Lalu, bagaimana strategi lebih detail untuk mulai masuk ke saham bank sebelum periode penurunan suku bunga terjadi?
Mau dapat Update Saham Bulanan Mikirsaham Edisi Agustus 2025 yang Terbaru?
Join mikirsaham untuk mendapatkan detail plan investasi saham. Kamu juga bisa diskusi saham real-time, insight saham yang menarik, hingga pilihan saham bulanan. Mau dapat list lengkapnya sekaligus konsultasi dengan Mikirduit? yuk join Mikirsaham sekarang juga dengan klik di sini dan dapatkan semua benefit ini:
- Pilihan saham dividen, value, growth, dan contrarian
- Kamu bisa tanya lebih detail alasan pemilihan saham tersebut
- Curhat soal kondisi porto-mu
- Update perkembangan market secara real-time
- Konfirmasi isu yang kamu dapatkan dan impact-nya ke saham terkait
Semua itu bisa didapatkan dengan gabung Mikirsaham, Join sekarang dengan klik di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini