Adu Kinerja Bank Kuartal III/2025 dari Big Bank Sampai Digital Bank, Siapa yang Terbaik?

Deretan perusahaan bank RI sudah merilis kinerja keuangan sepanjang kuartal III/2025, mulai dari perbankan big caps, mid banks, sampai bank digital. Kira-kira siapa yang paling kuat?

saham bank

Mikirduit — Kami merekap 12 perusahaan bank Tanah Air yang sudah merilis laporan keuangan sepanjang kuartal III/2025, mulai dari bank big caps, middle banks, bank digital, dan bank syariah. Kira-kira siapa yang paling kuat? 

Highlight
  • BBCA jadi satu-satunya bank yang catat pertumbuhan laba positif, ditengah penurunan laba big bank lain. 
  • Segmen bank mid caps, kinerja gak terlalu mulus, ada tekanan margin bunga dan biaya pencadagan naik. 
  • Dari sektor bank digital masih pada ngebut pertumbuhan-nya, tapi sudah ada yang mulai berupaya menstabilkan kualitas aset dan efisiensi pendanaan.
  • Untuk diskusi saham secara lengkap, pilihan saham bulanan, dan insight komprehensif untuk member, kamu bisa join di Mikirsaham dengan klik link di sini

Kami melakukan kompilasi 12 bank yang telah merilis kinerja keuangan sampai akhir September 2025.

Mulai dari empat perbankan big caps yang terdiri dari PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI). 

Berikutnya bank middle caps yang kami rekap ada tiga yaitu  PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP),dan  PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN). 

Lalu, ada saham bank syariah yaitu PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dan PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS).

Terakhir deretan bank digital yang terdiri dari PT Bank Jago Tbk (ARTO), PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), dan PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB).

Hasilnya, ada beberapa hal yang tengah dialami oleh sektor bank.: 

Battle Bank Big Caps : BBCA Vs BBRI Vs BMRI Vs BBNI 

Kalau melihat kinerja keuangan empat bank besar hingga kuartal III-2025, posisi BBCA masih menjadi yang paling solid secara keseluruhan, meski pertumbuhan kredit dan DPK-nya lebih moderat dibanding bank BUMN.

Dari sisi pembiayaan, BMRI dan BBNI memimpin dengan pertumbuhan kredit masing-masing 11 persen dan 10,5 persen, sementara pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) BBNI bahkan mencapai 21,4 persen, tertinggi di antara empat bank besar. Sebaliknya, BBCA dan BBRI mencatat pertumbuhan yang lebih stabil di kisaran 7–8 persen.

Secara profitabilitas, BBCA unggul dengan pertumbuhan Net Interest Income (NII) sebesar 5,2 persen dan kenaikan laba bersih 5,7 persen, menjadi satu-satunya bank yang masih mencatat pertumbuhan laba positif. Net Interest Margin (NIM) BBCA tercatat 5,8 persen, cukup efisien jika dibandingkan dengan BBRI yang memiliki NIM tertinggi 7,7 persen, tetapi diiringi rasio Non Performing Loan (NPL) yang lebih tinggi, yakni 3,08 persen.

Dari sisi efisiensi pendanaan, BBCA juga menonjol lewat porsi Current Account Saving Account (CASA) yang mencapai 83,8 persen, jauh di atas bank lainnya. BMRI dan BBNI masing-masing mencatat rasio CASA 69,3 persen dan 65,6 persen. Sementara itu, Capital Adequacy Ratio (CAR) BBCA juga tertinggi di 29,9 persen, menandakan posisi permodalan yang sangat kuat.

Dalam hal kualitas aset, BMRI memiliki NPL terendah di 1,19 persen dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) 91 persen, artinya ekspansi kredit yang cukup agresif namun tetap terkelola dengan baik. Sebaliknya, BBRI dan BBNI memiliki LDR di kisaran 86 persen dengan kualitas aset yang sedikit lebih berisiko.

Dengan kombinasi efisiensi, kualitas aset yang terjaga, dan permodalan kuat, BBCA masih layak disebut sebagai bank paling sehat secara fundamental. Sementara BMRI menempati posisi kedua berkat kinerja kredit yang kuat dan kualitas aset terbaik di antara big banks, meski profitabilitasnya masih tertekan.

Update 3 Prospek Saham Small Caps Mikirsaham yang Sudah Melewati Area BUY
Sepanjang 10 bulan pekan ini, sudah ada beberapa saham value investing kami yang meningkat signifikan, tapi masih ada juga yang sideways atau kembali turun ke area BUY. Berikut ini, 3 saham value investing small caps yang menanjak sebulan terakhir.

Battle Bank Mid Caps : BNGA Vs NISP Vs BBTN 

Berlanjut ke adu kinerja bank mid caps ada tiga yang kami review yaitu BNGA, NISP, dan BBTN. Secara umum, ketiganya masih cukup stabil di tengah tekanan margin bunga dan naiknya biaya pencadangan, tapi performanya gak semuanya mulus.

Dari sisi penyaluran kredit, BBTN jadi yang paling agresif dengan pertumbuhan 7 persen secara tahunan, diikuti BNGA yang naik 4,6 persen. Sementara NISP tumbuh tipis 2 persen aja. Buat penghimpunan DPK, BBTN dan NISP justru lebih ngebut, masing-masing naik 16 persen dan 15 persen, nunjukin kemampuan menarik dana masyarakatnya masih kuat.

Soal profitabilitas, BBTN jadi bintang utama. Pendapatan bunga bersih melonjak 43,5 persen dan laba bersihnya naik 10,6 persen. Tapi di balik itu, biaya pencadangan (impairment) juga naik tajam lebih dari dua kali lipat, tanda masih ada tekanan dari kualitas kredit. BNGA lebih stabil dengan laba bersih tumbuh 2,6 persen dan NII yang cenderung datar, sedangkan NISP masih main aman, pertumbuhan labanya hampir gak berubah dari tahun lalu.

Dari sisi rasio keuangan, BNGA terlihat paling seimbang. NIM-nya 4 persen, CASA tinggi di 67,9 persen, dan modal kuat tercermin dari CAR di 24,7 persen. NPL-nya juga tergolong rendah di 1,98 persen, lebih baik dari BBTN yang masih di level 3,4 persen. Sementara NISP unggul di permodalan, CAR 25,1 persen dan rasio LDR yang rendah, nunjukin posisinya cukup likuid meski ekspansinya terbatas.

Secara keseluruhan, BNGA bisa dibilang yang paling “sehat” di antara tiga bank menengah ini, pertumbuhannya stabil, efisiensinya oke, dan risikonya terjaga. BBTN memang paling menonjol dari sisi lonjakan pendapatan, tapi masih harus hati-hati dengan risiko kredit yang meningkat. Sedangkan NISP tetap solid dan konservatif, cocok buat yang main aman dalam menjaga kualitas aset.

Battle Bank Syariah : BRIS Vs BTPS 

Lanjut ke sektor bank syariah, kalau lihat kinerja dua bank syariah BRIS dan BTPS sampai kuartal III-2025, keduanya menunjukkan arah yang cukup berbeda. Secara umum, BRIS mencatat pertumbuhan yang solid, sementara BTPS masih menghadapi tekanan di segmen pembiayaan mikro.

BRIS membukukan kenaikan pembiayaan 12,65 persen yoy, dengan pertumbuhan DPK mencapai 15,66 persen yoy. NII juga naik 12 persen yoy, diikuti laba bersih yang meningkat 9,04 persen yoy menjadi Rp5,57 triliun. Dari sisi efisiensi dan permodalan, BRIS masih dalam kondisi baik dengan NIM 5,64 persen, CASA 59,42 persen, serta NPF yang terjaga di 1,97 persen.

Sementara itu, BTPS justru mencatat penurunan pembiayaan sebesar 5,13 persen yoy dan NII yang melemah 3,47 persen yoy. Biaya pencadangan (impairment) naik tajam hingga lebih dari 40 persen yoy, yang memberi tekanan ke profitabilitas. 

Meski begitu, laba bersih BTPS tetap tumbuh 22,68 persen yoy berkat efisiensi operasional. Secara rasio, BTPS punya NIM tertinggi di 7,8 persen, cerminan margin besar dari pembiayaan mikro, tapi CASA rendah di 27,63 persen dan NPF 3,1 persen, menandakan profil risiko yang lebih tinggi dibanding BRIS.

Secara keseluruhan, BRIS terlihat lebih sehat dengan pertumbuhan berimbang di sisi pembiayaan, pendapatan, dan kualitas aset. Sementara BTPS masih dalam fase penyesuaian dan perbaikan kualitas portofolio.

Sebagai catatan juga, skala bisnis keduanya berbeda cukup jauh. BRIS merupakan bank syariah dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia, sedangkan BTPS beroperasi di segmen mikro dengan ukuran yang jauh lebih kecil. Karena itu, perbandingan keduanya kami ukur dilihat dari arah kinerja dan efisiensinya, bukan dari skala bisnis.

Battle Bank Digital : ARTO Vs BBHI Vs BBYB

Terakhir dari sektor bank digital ada tiga emiten yang kami bandingkan yaitu ARTO, BBHI, dan BBYB. Hasilnya beragam, sebagian berhasil ngebut tumbuh, tapi sebagian lagi masih nyari ritme buat stabilin kinerja.

Mulai dari ARTO, kinerjanya tergolong impresif. Pembiayaan tumbuh 36 persen yoy jadi Rp23,47 triliun, sejalan dengan lonjakan DPK 41 persen yoy ke Rp23,89 triliun. NII ikut naik tajam 65 persen yoy, meski beban pencadangan juga melonjak lebih dari 260 persen yoy. Untungnya, laba bersih tetap melesat 132 persen yoy ke Rp200 miliar. Rasio-rasionya pun solid: NIM 8,3 persen, CAR 48,21 persen, dan NPL 0,4 persen, salah satu yang paling rendah di antara BBHI dan BBYB.

Berikutnya, BBHI juga masih di jalur pertumbuhan. Kredit naik 15,58 persen yoy, meski DPK cuma tumbuh tipis 1,71 persen yoy. NII meningkat 28,75 persen yoy, tapi beban cadangan melonjak lebih dari 400 persen yoy, ini inline sama kredit macetnya yang tinggi sampai lebih dari 6 persen. Itu juga yang bikin pertumbuhan laba bersih terbatas di 25,54 persen yoy. Dari sisi efisiensi, NIM-nya tinggi di 10,43 persen, tapi CASA masih rendah di 11,58 persen, menandakan struktur pendanaan yang belum sekuat bank digital besar lainnya.

💡
Dapatkan Tools Analisis Saham Paling Cocok Untuk Investor Ritel serta Pilihan Saham Indonesia hingga AS dengan AI bersama Investing Pro. Dapatkan Promo Spesial Dari Mikirduit dengan Klik di sini

Sementara itu, BBYB (Bank Neo Commerce) tampil agak fluktuatif. Kredit justru turun 19,1 persen yoy, dan DPK ikut melemah 3,7 persen yoy. NII sedikit tertekan, tapi laba bersih justru melonjak signifikan, lebih dari 113 kali lipat yoy, berkat penurunan pencadangan sebesar 44 persen yoy. Walau begitu, NIM 14,8 persen dan CAR 46,7 persen menunjukkan masih adanya ruang untuk ekspansi, meski LDR 55 persen menandakan penyaluran kredit belum optimal.

Kalau dibandingkan, ARTO bisa dibilang paling “sehat” di antara trio bank digital ini, pertumbuhan kuat, kualitas aset terjaga, dan laba naik signifikan. BBHI masih menarik di sisi margin tinggi, tapi tantangannya ada di efisiensi pendanaan dan risiko kredit macet tinggi. Sedangkan BBYB mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan, walau masih butuh waktu buat konsolidasi setelah periode tekanan sebelumnya.

Sebagai catatan, ketiga bank ini sama-sama agresif di dunia digital banking, tapi dengan strategi yang beda. ARTO lebih fokus ke ekosistem kolaboratif (terutama lewat Gojek-Tokopedia), BBHI ke ekspansi digital mass-market lewat Allo, sementara BBYB masih berfokus ke efisiensi dan pembenahan fundamental setelah fase ekspansi agresif sebelumnya.

Berikut rekap data dari kinerja 12 bank : 

Kesimpulannya… 

Secara keseluruhan, kinerja perbankan masih menunjukkan dinamika yang beragam di tiap segmen. 

Dari kelompok big bank, strategi masih cenderung hati-hati, dengan penyaluran kredit yang tumbuh stabil namun diimbangi kenaikan pencadangan yang akhirnya menekan laba bersih. 

Di sisi lain, bank menengah seperti BNGA dan BBTN mencatat perbaikan margin dan efisiensi, meski tetap fokus menjaga kualitas aset. 

Untuk bank syariah, BRIS tampil solid dengan pertumbuhan dua digit di hampir semua lini, sementara BTPS masih dalam fase penyesuaian pasca perlambatan pembiayaan. 

Adapun di sektor bank digital, ARTO yang paling menonjol lewat pertumbuhan agresif dan efisiensi yang membaik, BBHI bertahan dengan kinerja stabil walaupun risiko kredit tinggi, dan BBYB mulai menunjukkan tanda pemulihan setelah tekanan panjang.

Gimana, tertarik koleksi saham bank yang mana? atau masih wait and see dulu?

Kalau mau mendapatkan insight saham sambil diskusi secara real time bersama founder Mikirduit, yuk join Mikirsaham

kamu bisa mendapatkan insight untuk mempermudah investasi saham-mu dengan join Mikirsaham Pro.

Benefit Mikirsaham Pro:

  • Stockpick investing (dividend, value, growth, contrarian) yang di-update setiap bulan
  • Stockpicking swing trade mingguan (khusus member mikirsaham elite jika kuota masih tersedia)
  • Insight saham terkini serta action-nya
  • IPO dan Corporate Action Digest
  • Event online bulanan
  • Grup Diskusi Saham

Join ke Member Mikirsaham Pro sekarang juga dengan klik link di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini