7 Faktor yang Menentukan Waktu Kebangkitan Pasar Saham

Pasar saham masih kurang bergairah di pekan kedua Januari. Lalu, bagaimana nasib pasar saham selanjutnya sepanjang tahun ini? Berikut 7 Faktor yang bisa diperhatikan

7 Faktor yang Menentukan Waktu Kebangkitan Pasar Saham

Mikirduit – Sempat ada harapan ketika IHSG dibuka menguat pada hari pertama perdagangan di 2025, tapi kini IHSG terus tertekan. Apa yang menyebabkan pasar saham tidak kunjung pulih? kapan pulihnya? kami akan mengurai penyebabnya dan peluang pemulihannya. 

Ingat, dasar saham adalah bisnis sebuah perusahaan. Bisnis perusahaan itu dipengaruhi oleh perkembangan makro ekonomi sebuah negara, meski selain itu ada efek sektoral serta internal manajemen masing-masing emiten. 

Sementara itu, investor asing masih menjadi andalan utama untuk menggerakkan pasar saham lebih bergairah. Sementara itu, dengan kondisi makro ekonomi yang dalam posisi ketidakpastian sangat tinggi membuat investor asing wait and see untuk berinvestasi di negara-negara emerging market seperti, Indonesia. 

Hasilnya, 3 bulan terakhir, investor asing mencatatkan net sell asing senilai Rp31,56 triliun. Apakah net sell asing ini berarti investor asing 100 persen keluar dari Indonesia? jawabannya tidak juga. Net sell asing berarti total antara jual dan beli, lebih banyak yang melakukan aksi jual sehingga akumulasinya menjadi net sell. 

Lalu, kapan pulihnya? dan apa saja ketidakpastian yang ditunggu? 

Deretan Sentimen Makro Ekonomi Indonesia yang Bikin Pasar Saham Lesu

Dalam Ngopdar Online edisi Desember 2024 bersama member Mikirdividen, kami mengungkapkan ada dua skenario prospek ekonomi. 

Good Skenario: skenario ketika ekonomi China menunjukkan tanda-tanda pemulihan di semester II/2025. Hal itu akan berdampak positif ke harga komoditas. Berhubung harga komoditas yang membaik juga akan positif ke penerimaan negara bukan pajak dari sektor komoditas. Apalagi jika disokong penurunan suku bunga BI yang membuat likuiditas di pasar meningkat. Namun, untuk mencapai level itu ada risiko gejolak di pasar saham karena China melakukan devaluasi yuan dan sebagainya. Jika Good Skenario, berarti paruh kedua 2025 bisa jadi titik transisi menuju pasar saham bullish pada 2026. 

Bad Skenario: skenario ketika ekonomi China masih belum mampu pulih. Efeknya, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh di bawah 5 persen. Risiko defisit melebar karena harga komoditas makin melandai. Jika bad skenario, berarti 2025 belum menjadi tahun yang baik untuk pasar saham.

Lalu, apa saja kondisi ekonomi makro yang menjadi perhatian investor? 

Defisit APBN

Dalam konferensi pers APBN Kita pada 6 Januari 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan realisasi defisit APBN dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang 2024 melebar menjadi 2,29 persen dibandingkan dengan 1,61 persen pada 2023. 

Meski, narasi Sri Mulyani membawa nada positif kalau defisit APBN lebih rendah dari ekspektasi sebelumnya yang bisa 2,7 persen, tapi secara hitungan historis tetap mengalami kenaikan dari 1,61 persen.

Hal ini menjadi sentimen negatif untuk pasar saham yang terlihat dari penurunan keempat saham big bank yang ada di Indonesia, sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Soalnya, keempat big bank itu memiliki pangsa pasar kredit sebesar 50 persen dari sekitar 100 bank yang ada di Indonesia. 

Faktor yang membuat defisit adalah penurunan PNBP sebesar 5,4 persen menjadi Rp579 triliun. Lalu, realisasi penerimaan pajak rata-rata di bawah 100 persen, dengan pertumbuhan rata-rata di bawah 5 persen. 

Selain disebabkan penurunan PNBP, defisit APBN yang melebar juga disebabkan oleh kenaikan belanja pemerintah sebesar 11 persen, ketika rata-rata pendapatan hanya naik 2 persen.

Kunci market kembali bergairah adalah munculnya data penurunan defisit APBN tersebut. Jika itu terjadi bisa jadi titik positif untuk pasar saham Indonesia.

Inflasi Rendah

Inflasi Indonesia sepanjang 2024 hanya sebesar 1,57 persen. Angka ini menjadi inflasi terendah sepanjang sejarah. Bukannya kalau inflasi rendah itu bagus? 

Inflasi rendah belum tentu bagus jika terjadi tren penurunan signifikan dari tahun ke tahun. Hal itu menandakan daya beli masyarakat menurun. Sehingga, harusnya segera distabilkan dengan penurunan suku bunga bank sentral, dalam hal ini Bank Indonesia. 

Namun, BI masih wait and see menurunkan suku bunga karena fluktuasi rupiah juga masih cukup tinggi. Namun, kami menilai seharusnya BI mulai kembali memangkas BI 7DRRR minimal 25 bps dalam jangka dekat, minimal di rapat dewan gubernur Januari 2025. 

Alasannya, inflasi sudah cukup rendah, sedangkan spread atau selisih antara BI7DRRR dengan Fed Fund Rate sudah melebar hingga 150 bps. Sehingga ada ruang pemangkasan minimal 25 bps. 

Jika itu terjadi, bisa jadi angin segar untuk pasar saham dalam jangka pendek, terutama saham banking. Soalnya, cost of fund mereka bisa menjadi lebih efisien dan terasa di kuartal II/2025.

Nasib Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Salah satu yang ditunggu lainnya adalah tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2024. Data ini akan dirilis pada 5 Februari 2025.

Dari ekspektasi Trading economics masih optimistis memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di 5,2 persen. Jika itu terealiasi jelas akan menjadi angin segar dibandingkan pertumbuhan pada 2023 yang hanya 5,04 persen. 

Di sisi lain, dari proyeksi Mikirduit, kami menilai prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di sekitar 5 persen - 5,05 persen. 

Jika data pertumbuhan ekonomi masih lebih tinggi dibandingkan dengan 2023, hal ini juga bisa menjadi angin segar untuk pasar saham dalam jangka pendek di Februari - Maret 2025. Apalagi, saat itu sudah mulai masuk musim pembagian dividen final.

5 Saham Dividen yang Menarik, tapi Sideways Mulu, Buy or Bye?
Ada 5 saham yang secara dividen menarik, tapi harga sahamnya cenderung sideways. Apakah saham seperti ini menarik jadi pilihan? simak ulasannya di sini

Deretan Sentimen Global yang Dinantikan oleh Investor

Selain data ekonomi domestik, ada beberapa sentimen global yang dinantikan oleh investor dan bisa mengubah prospek pasar saham. 

Realisasi Jumlah Penurunan Suku Bunga The Fed Sepanjang 2025

Cerita suku bunga The Fed masih berlanjut di 2025 meski sudah bukan jadi topik yang utama seperti pada 2024. Saat ini, investor menanti perkembangan perubahan rencana penurunan suku bunga di 2025. Jadi, dalam FOMC terakhir, The Fed melalui Jerome Powell mengungkapkan mungkin akan menurunkan suku bunga hanya 2 kali dari proyeksi sebelumnya sebanyak 4 kali di 2025. 

Hal ini menjadi penentu karena jika semakin sedikit penurunan suku bunga yang dilakukan, berarti potensi membuat penurunan suku bunga di domestik Indonesia juga menjadi lebih lambat. Padahal, kondisi ekonomi di Amerika Serikat dan Indonesia mungkin berbeda dari segi titik pemulihan. Hal itu bisa menekan kurs rupiah hingga pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Namun, jika ternyata dari data-data ekonomi AS, The Fed terpaksa menurunkan suku bunga lebih banyak dari 2 kali, hal itu bisa jadi sentimen positif karena ruang penurunan suku bunga BI menjadi terbuka lebih lebar.

Kebijakan Donald Trump

Salah satu yang dinantikan lainnya adalah kebijakan pemerintahan Donald Trump, salah satunya terkait risiko perang dagang dengan China. Meski, beberapa analis dan ekonom menilai efek dari perang dagang dengan China tidak akan sebesar seperti periode pertama kepemimpinan Trump. Alasannya, porsi perdagangan antara AS dengan China sudah menurun signifikan sejak kejadian pertama. 

Namun, kita belum mengetahui secara detail kebijakan-kebijakan lainnya. Hal ini bisa jadi tekanan untuk pasar saham secara global, termasuk Indonesia, untuk menanti efek kebijakan Trump terhadap ekonomi China. Alasannya, ekonomi China menjadi salah satu motor permintaan komoditas seluruh dunia. Jika ekonominya terhambat pulih oleh kebijakan Trump bisa berdampak tidak bagus untuk makro ekonomi negara penghasil komoditas, seperti Indonesia. 

Pemulihan Ekonomi China

Salah satu sentimen kunci di 2025 adalah kabar pemulihan ekonomi China. Pasalnya, China sudah menggelontorkan cukup banyak stimulus di 2024 yang harapannya mulai terasa di pertumbuhan ekonominya pada 2025. 

Sayangnya, beberapa data ekonomi China yang dirilis akhir tahun hasilnya kurang oke. Seperti, data penjualan ritel yang tumbuh lebih lambat di November 2024 sebesar 3 persen dibandingkan dengan sebelumnya hingga 4,8 persen. Bahkan, angka itu lebih dari dari dua bulan sebelumnya di September yang sebesar 3,2 persen. 

Di sisi lain, data indeks purchasing manager indeks (PMI) Manufaktur China pada Desember 2024 masih ada di area ekspansi, tapi nilainya mengalami penurunan. PMI manufaktur Caixin China per Desember sebesar 50,5. Angka ini lebih rendah dari level November sebesar 51,5. 

Tantangannya adalah berarti ada risiko pertumbuhan ekonomi China di 2024 masih akan di bawah 5 persen. Alasannya, pertumbuhan ekonomi China di Q2 dan Q3 sudah di bawah 5 persen. Hal ini akan menjadi tekanan jangka pendek dari global. Kecuali, tiba-tiba pertumbuhan ekonomi di kuartal IV/2024 bisa menggendong ekonomi China bisa tumbuh 5 persen. 

Namun, meski pertumbuhan ekonomi China berpotensi di bawah 5 persen, kami menilai ekonomi China bisa bangkit di kuartal II/2025 dengan basis pertumbuhan yang lebih rendah. Soalnya, untuk kuartal I/2025, basis awalnya masih cukup tinggi, yakni pertumbuhan sebesar 5,3 persen di kuartal I/2024. 

Catatannya, jika virus flu baru di China tidak berefek signifikan seperti pandemi Covid-19.

Perkembangan Kondisi Ekonomi Brasil

Salah satu risiko ekonomi global adalah gejolak ekonomi di Brasil. Kurs mata uang Brasil anjlok ke level lebih rendah karena ada kekhawatiran risiko ekonomi di Negeri Samba tersebut. 

Alasannya, APBN Brazil tengah mengalami defisit anggaran yang cukup parah. Bayangkan, APBN Brazil defisit sebesar 9,5 persen dari pertumbuhan ekonomi sejak presiden barunya menjabat. Hal ini membuat Menteri Keuangan mengajukan pemangkasan anggaran belanja hingga 11,3 miliar dolar AS sebelum Natal kemarin. 

Risiko selanjutnya adalah efek ke ekonomi Brazil karena pelemahan mata uang dan risiko bank sentral yang terus melakukan intervensi ke mata uangnya bisa mempengaruhi posisi cadangan devisanya. 

Jika ekonomi Brazil tumbang, hal ini bisa menjadi efek negatif terhadap negara emerging market lainnya, termasuk Indonesia. Pasar modal (saham dan SBN) di negara emerging market lainnya bisa mengalami outflow cukup besar. Kondisi itu bisa jadi penekan kurs mata uang masing-masing negara karena ada arus modal keluar yang besar. Pelemahan mata uang bisa berdampak buruk terhadap anggaran APBN setiap negara yang mengalami outflow hingga risiko inflasi karena bahan baku impor yang melonjak. 

Untuk itu, kami berharap tidak ada hal buruk yang terjadi dengan Brazil karena dampaknya bisa cukup besar. 

Jadi, Apa yang Harus Dilakukan dengan Kondisi Saat Ini?

Risiko ketidakpastian pasar masih sangat tinggi dengan sentimen yang masih mengarah ke bad skenario. Jika itu terjadi, 2025 bukan menjadi tahun yang bagus untuk pasar saham. Hal yang bisa dilakukan adalah:

  • Jika masih punya modal uang dingin yang bisa hold 1-3 tahun ke depan, kamu bisa masuk ke saham 100 big caps dengan fundamental bagus dan harganya sudah cukup murah. Beberapa sudah kami singgung di sini, total ada 17 saham value investing yang menarik dibeli dengan timeframe 1-3 tahun di 24 Digest Desember Mikirdividen. 
  • Bagi porsi investasi dengan trading, disarankan mayoritas untuk investasi maksimal 70 (investasi) : 30 (Trading). Untuk Trading bisa ikut IPO yang potensial (untuk tahunya, kami akan beritahukan via grup dan konten khusus member di IPODigest) atau saham booming potensial. Tapi ingat, aturan dari ikut IPO dan trading saham booming adalah menentukan titik taking profit dan stop loss. Soalnya, timeframe tradingnya super pendek dan tidak ingin telat keluar sebelum harganya runtuh. 
  • Jika belum punya modal, kamu bisa hold saham existing yang fundamentalnya memang oke dan keluar dari saham yang harga sahamnya liar dan lagi floating loss.
  • Lalu, kamu bisa cicil beli saham-saham fundamental oke yang lagi murah setiap bulan dengan maksimal modal yang sama (dollar cost averaging). 

Pasar saham tidak selamanya tertekan, tapi karena ekonomi makro yang kurang bagus membuat daya tarik masuk ke saham dengan porsi besar,terutama dari investor asing, menjadi agak melandai. Jadi, untuk menghadapi kondisi market saat ini adalah menyiapkan rencana dengan kondisi yang ada. Kalau mau curhat di grup Mikirdividen bisa join sekarang juga.

PROMO JANUARI 2025: JOIN MIKIRDIVIDEN BONUS PAKET E-BOOK SAHAM PERTAMA

Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .

Untuk mengetahui tentang saham pertama, kamu bisa klik di sini.

Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini

Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.

Beberapa benefit baru yang sedang disiapkan:

  • IPO Digest Premium
  • Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
  • Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini