Suku Bunga Turun plus Paket Insentif, Sinyal Sektor Consumer Bangkit?

Tahun ini bisa dibilang banyak tantangan buat konsumsi, mulai dari daya beli loyo sampai inflasi rendah. Tapi beberapa emiten consumer kelihatan sudah mulai bangkit, apalagi prospeknya didiukung suku bunga BI turun dan ada paket stimulus ekonomi, kira-kira saham apa yang menarik?

saham consumer goods

Mikirduit - Kondisi ekonomi emang lagi gak baik-baik aja, tetapi sektor konsumer dinilai bisa pulih didukung BI rate turun dan pemerintah menggelontorkan stimulus lagi. Lantas gimana prospeknya? 

Sektor konsumer sangat berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi Tanah Air. Ini tercermin dari konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari 50 persen ke Produk Domestik Bruto (PDB). 

Pada kuartal pertama tahun ini kita mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi di mana PDB hanya tumbuh 4,87 persen secara tahunan (yoy), sementara secara kuartalan mengalami kontraksi 0,98 persen. 

Tantangan pun masih berlanjut karena daya beli masyarakat masih belum pulih. Ini tercermin dari Indeks Harga Konsumen (IHK) yang kembali deflasi secara bulanan -0,4 persen, sementara inflasi melandai 1,6 persen yoy. 

Perlambatan inflasi ini terjadi karena koreksi pasca Idul Fitri dan membaiknya harga pangan utama seperti cabai, bawang merah, aya,, dan ikan, serta pasokan domestik mulai membaik, seperti stok beras mencapai lebih dari 4 juta dan ada kelebihan pasokan anak ayan umur sehari (Day-Old-Chicken/DOC). 

Bisa dibilang paruh pertama 2025 menjadi momentum untuk fokus bertahan untuk sektor consumer dibandingkan ekspansi. Meski begitu, kami menilai ada potensi pemulihan yang akan semakin berlanjut pada paruh kedua bagi sektor ini.

Suku Bunga BI Lanjut Turun 

Prospek pemulihan pertama datang dari prospek penurunan suku bunga yang diprediksi berlanjut pada semester kedua tahun ini. 

Pelaku pasar memproyeksikan akan ada pemangkasan suku bunga sekitar 25 basis poin (bps) lagi. Sebagai catatan, saat ini suku bunga BI berada di 5,50 persen. 

Posisi ini sudah diturunkan dua kali pada tahun ini, pertama pada Januari dan berlanjut pada Mei bulan lalu. 

Sumber : Tradingeconomics, Bank indonesia, BI Rate 7 days repo rate

Transmisi penurunan suku bunga akan berdampak secara riil memang membutuhkan waktu yang tak singkat, paling tidak bisa sampai enam sampai setahun. 

Namun, pelonggaran moneter tetap memberikan kabar baik bagi pasar. Simple-nya, ketika BI rate turun, suku bunga untuk pinjaman seperti KPR perlahan akan turun juga, artinya cicilan bisa lebih murah. 

Pengeluaran kreditur jadi lebih ringan, ini akan mendongkrak selisih biaya cicilan untuk alokasi hal lainnya, seperti untuk tambah modal investasi maupun untuk belanja. Artinya, daya beli masyarakat bisa semakin pulih.

💡
Mau Fitur Propicks AI untuk Mendapatkan Stockpick Saham AS yang Menarik, serta data harga wajar saham di Indonesia hingga AS, kamu bisa dapatkan semua itu klik link di sini

Stabilitas Rupiah Terjaga, Potensi Tekan Biaya 

Seiring dengan suku bunga acuan BI turun, hal ini juga didasari dari posisi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung stabil. 

Merujuk data Refinitiv, mata uang Garuda ditutup di posisi Rp16.270/US$ pada psrdagangan Selasa kemarin (5/6/2025). Sepanjang pekan rupiah menguat 0,09 persen. 

Sebagai catatan juga, sepanjang Mei lalu rupiah menguat cukup signifikan dan relatif singkat hingga 1,87 persen dari level Rp16.500/US$ ke kisaran Rp16.200/US$. 

Penguatan rupiah rasanya masih bisa berlanjut didukung the greenback yang kian melandai. Melansir dat Google Finance, indeks dolar AS (DXY) per 6 Juni 2025 pukul 17.06 WIB berada di level 98,98, jika ditarik sejak awal tahun posisi ini sudah menyusut nyaris 9 persen. 

Sementara rupiah sejak awal tahun malah masih terkontraksi 1,12%. Bisa dibilang mata uang Garuda bergerak laggard. Jadi, penguatan rupiah dinilai bisa berlanjut. 

Namun, ada beberapa hal yang perlu diantisipasi seperti kekhawatiran yang meningkat atas keputusan pemerintah AS untuk menggandakan tarif impor baja dan aluminium, yang berpotensi meningkatkan ketegangan perdagangan dan potensi outflow dari pembayaran utang jatuh tempo pemerintah bulan ini, 

Meski begitu, kami meyakini stabilitas rupiah yang terjaga ini masih akan membantu emiten dalam menekan biaya utamanya di kuartal ketiga tahun ini. 

Bagi sektor consumer ini akan memberikan kelonggaran kas dari sisi financing maupun operasional. Apalagi untuk yang punya utang dolar denominasi AS ongkos pinjaman bisa lebih ditekan, kemudian untuk importir bisa menekan biaya dari selisih keuntungan kurs. 

Stimulus Ekonomi Rp24 T Kembali Bergulir 

Tak berhenti di pelonggaran moneter, pemerintah juga memberikan suntikan likuiditas melalui stimulus fiskal dengan total lebih dari Rp24,44 triliun. Kebijakan ini mulai berlaku dan dicairkan sejak 5 Juni 2025. 

Ada lima stimulus ekonomi yang kembali digulirkan, berikut rinciannya : 

Perlu dicatat, pemberian stimulus sempat direvisi, dari yang seharusnya ada diskon listrik sampai 50 persen untuk 1300 VA ke bawah, tetapi dibatalkan dan dialihkan untuk menambah BSU dari sebelumnya Rp150.000 per bulan menjadi Rp300.000 per bulan. 

Sebenarnya cukup disayangkan karena diskon listrik dibatalkan karena itu yang sangat berpengaruh langsung terhadap kalangan menengah ke bawah. Meski begitu, sudah ada bantalan fiskal yang digulirkan lagi menunjukkan dukungan pemerintah terhadap pemulihan daya beli masyarakat utamanya di momen libur anak sekolah yang berlangsung selama dua bulan (Juni dan Juli 2025).

5 Cara Pilih Saham AS untuk Investasi
Saham AS bisa menjadi pilihan alternatif untuk menumbuhkan aset. Namun, apa saja yang harus diperhatikan sebelum mulai investasi saham AS?

Lantas, Pilih Saham Konsumer yang Mana? 

Pilihan saham di sektor consumer mungkin akan sedikit terbatas, karena tahun ini fokusnya bertahan, jadi yang akan pulih tentu mereka yang sudah punya kondisi neraca relatif kuat, ditambah yang potensial dapat dampak maksimal dari stimulus fiskal, pelonggaran moneter, dan stabilitas rupiah. 

Kami menilai ada empat emiten yang masih menarik dilirik di sektor ini yaitu MYOR, CMRY, ICBP, dan induk usahanya INDF. 

Mari kita ulas satu per satu : 

MYOR 

Prospek yang menarik adalah potensi pemulihan dengan margin laba kotor akan membaik di paruh kedua tahun ini terdorong reformulasi produk, penyesuaian Average Selling Price (ASP), dan efisiensi biaya. 

Menariknya, MYOR juga mengalokasikan Rp1 triliun untuk buyback saham dalam setahun, mulai 5 Juni 2025 sampai 5 Juni 2026. 

Membahas kinerja MYOR pada kuartal pertama tahun ini bisa dibilang ada perlambatan. Margin laba kotor turun jadi 21,9 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya 27,8 persen. 

Ini terjadi karena COGS tertekan kenaikan harga kopi dan kakao, masing-masing naik 95 persen dan 58 persen secara tahunan (yoy). Meski begitu, perusahaan meyakinkan margin laba kotor untuk FY25 bisa pulih di kisaran 22 persen - 25 persen, didukung reformulasi produk, peluncuran produk baru, dan ekspansi ke pasar ekspor. 

Reformulasi produk yang disertai optimalisasi biaya diharapkan akan memberikan peningkatan pada harga jual produk. Ini berkaitan untuk memperluas portofolio produknya seperti memperkuat portofolionya di seluruh pasar, termasuk Kopi Turki (Indonesia), Kopiko Supremo (Filipina), D-Maxxx Marie Biscuit (Vietnam), dan Malkist Coconut Flakes (Thailand), serta bisa menjadi strategi untuk memperkuat pasar ekspor. 

ICBP dan INDF 

ICBP dan INDF, dua emiten yang masih berhubungan yakni anak usaha dan induk usaha di bidang konsumer ini punya prospek pemulihan yang berlanjut pada semester II/2025. 

Pada sepanjang kuartal I/2025, dua emiten ini secara berkesinambungan sudah mencatatkan pemulihan profitabilitas, bahkan ICBP mencatat turnaround dari rugi ke laba secara kuartalan. 

ICBP menghasilkan pendapatan pada tiga bulan pertama tahun ini sebanyak Rp20,2 triliun, tumbuh 18% qoq. Sementara dari sisi efisiensi, perusahaan berhasil menaikkan margin laba bersih (NPM) jadi 13,2 persen dari kuartal sebelumnya minus 6,3 persen. 

Sementara untuk INDF, mencatat top line sebesar Rp31,55 triliun pada periode yang sama, tumbuh moderat 2,5 persen yoy, tetapi secara kuartalan tumbuh lebih pesat 9,4 persen. 

Sama sepert ICBP, INDF juga mengoptimalkan efisiensi operasional yang terbukti mampu mendongkrak margin laba bersih, tercatat NPM berhasil naik siginifikan, dari 2,7% persen menjadi 12,4 persen. 

Pemulihan akan semakin berlanjut pada beberapa bulan ke depan terdorong stabilitasi rupiah. Sebagaimana diketahui, INDF dan ICBP ini punya banyak utang dengan denominasi dolar AS, kurang lebih sekitar 30 persen dari total liabilitas. 

CMRY

Terakhir, ada emiten produsen susu dan yogurt, CMRY yang juga menunjukkan pemulihan kinerja. 

Tercatat sepanjang periode kuartal pertama tahun ni, CMRY mencatat laba Rp480 miliar, naik 32 persen qoq dan 24,2 persen yoy. Ini didukung kenaikan volume, meskipun perusahaan tidak menaikkan harga jual. 

Alhasil, pendapatan naik 2 persen qoq dan 12,4 yoy jadi Rp2,43 triliun. Dari sisi margin laba kotor tercatat masih melemah tipis, dari 46 persen jadi 44,5 pesen, akibat kenaikan harga bahan baku dan depresiasi rupiah. 

Meski begitu, perusahaan mengoptimalkan efisiensi biaya, alhasil NPM naik dari 15,2 persen jadi 19,7 persen. Ini juga didukugn keuntungan kurs sampai Rp42 miliar, dibandingkan kuartalan sebelumnya ini naik dua kali lipat. 

Kami menilai dengan prospek rupiah yang menguat dan pemulihan daya beli, CMRY bisa mendapatkan keuntungan kurs lebih lanjut dan efisiensi biaya lebih optimal. 

Siapa paling murah? 

Bicara soal valuasi untuk lebih meyakinkan mau pilih saham yang mana, kami memakai metrik Price to Sales (P/S) untuk data yang diambil per 5 Juni 2025 menurut Simply Wall St. 

Dibandingkan rata-rata industri, pilihan dari yang paling murah mulai INDF, MYOR, ICBP, lalu yang paling mahal CMRY. 

Dari segi valuasi bisa dibilang INDF paling menarik. Meski begitu, kita tetap perlu selektif dan mengantisipasi risiko perlambatan ekonomi yang masih berlanjut, serta manage expectation terhadap indikasi kalangan menengah yang dinilai lebih menahan pengeluaran, tidak hanya soal daya beli masyarakat yang loyo.

Jadi, atur aset alokasi dengan lebih bijak juga supaya toleransi risiko bisa lebih di-minimalisir. Gimana, kamu mau pilih saham consumer yang mana?

Mau Diskusi Lebih Intensif Terkait Prospek Saham Consumer Goods yang Paling Menarik Saat Ini?

Kamu bisa dapatkan saham pilihannya, sekaligus diskusi dan konsultasi di grup dengan Join membership Mikirsaham (dulu bernama Mikirdividen) dan dapatkan benefit:

  • Pilihan saham value-growth investing bulanan
  • Pilihan saham dividen yang potensial
  • Insight saham komprehensif serta actionnya
  • IPO digest untuk menentukan action-mu di saham IPO
  • Diskusi saham dan rekap diskusinya
  • Event online bulanan
  • Update porto founder jangka pendek, menengah, dan panjang setiap e bulan

Gabung Mikirsaham sekarang dengan klik di sini

Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini