Saham WIFI Tumbang Setelah Rilis Lapkeu Kuartal III/2025, Begini Prospek dan Risiko ke Depannya
Saham WIFI ambruk dari level Rp4.000-an per saham. Padahal kalau bisa lanjut terus mungkin bisa masuk MSCI Global Standard jika ketentuan free float tidak diubah. Lalu, bagaimana prospek WIFI?
Mikirduit – Saham WIFI langsung auto rejection bawah pada 12 Desember 2025 selepas rilis laporan keuangan kuartal III/2025. Lalu, apa yang membuat adanya tekanan jual asing yang besar dari emiten terafiliasi Hashim Djojohadikusumo ini?
Highlight
- Meski laba bersih WIFI melonjak 71 persen menjadi Rp260 miliar, tekanan jual muncul karena net profit margin turun ke 25,63 persen akibat lonjakan beban keuangan dan kenaikan utang berbunga yang jauh lebih cepat dibanding pertumbuhan pendapatan.
- Struktur utang WIFI makin agresif dengan total utang berbunga naik 240 persen dan utang jangka pendek melonjak 346 persen, sehingga risiko refinancing dan beban bunga ke depan menjadi perhatian utama investor.
- Dari sisi operasional, ekspansi FTTH membuat take up rate WIFI turun ke 55 persen dan berpotensi normalisasi ke level industri, sementara tambahan beban FWA dan berkurangnya kontribusi laba IJE membuat 2026 berisiko menekan margin laba bersih.
- Untuk diskusi saham secara lengkap, pilihan saham bulanan, dan insight komprehensif untuk member, kamu bisa join di Mikirsaham dengan klik link di sini
Jika melihat realisasi laba bersih memang terlihat menarik. WIFI mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 71 persen menjadi Rp260 miliar. Namun, ada satu sorotan dari pertumbuhan laba bersih ini, yakni net profit margin WIFI turun menjadi 25,63 persen.
Dalam hal ini, ada dua penyebabnya:
Pertama, adanya kenaikan beban keuangan (terutama cicilan utang) sebesar 256 persen menjadi Rp117 miliar. (dalam 3 bulan di kuartal ketiga). Secara akumulasi 9 bulan naik 179 persen menjadi Rp204 miliar. Kenaikan beban bunga itu menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan yang hanya tumbuh 100 persen menjadi Rp1,01 triliun secara akumulasi 9 bulan.
Total utang berbunga WIFI per kuartal III/2025 naik 240 persen menjadi Rp5,22 triliun. Angka ini memasukkkan pos pinjaman (di luar utang bank), serta pinjaman pihak berelasi, yang akan kami bahas di artikel ini juga.
Di sisi lain, WIFI juga mencatatkan kenaikan utang jangka pendek (yang dalam kurang dari 1 tahun harus selesai) sebesar 346 persen menjadi Rp1,73 triliun. Dari jumlah itu, senilai Rp1,5 triliun dalam bentuk obligasi dan sukuk. Pembayaran pokok obligasi dan sukuk itu masih mungkin dilunasi dengan menggunakan kas dan setara kas senilai Rp5,73 triliun.
Namun, kami perkirakan WIFI akan melakukan refinancing dengan obligasi baru untuk melakukan pembayaran pokok atas utang-utang tersebut. Pasalnya, dana Rp5,73 triliun yang tercatat dalam kas setara kas WIFI itu ada potensi dari right issue pada Juli 2025. Sehingga tidak bisa digunakan untuk melunasi utang. Soalnya, mayoritas dana digunakan untuk ekspansi Fiber to the home (FTTH).
Sementara itu, dalam struktur utang berbunga WIFI ada pos pinjaman dan pinjaman dari pihak berelasi.
Untuk pos pinjaman ini berasal dari lembaga keuangan non bank seperti Export Development Canada senilai Rp258 miliar terkait rencana pembelian perangkat dari Nokia.
Lalu, perseroan juga mencatatkan kenaikan utang pihak berelasi sebesar 749 persen menjadi Rp334 miliar. Utang pihak berelasi di sini kepada dua pihak, yakni PT LHT Internasional untuk jual-beli piutang senilai Rp252 miliar dengan bunga 0,5 persen per tahun dan tenor perjanjian hingga 15 tahun. Lalu, kepada PT Investasi Sukses Bersama, pengendali perseroan senilai Rp18,4 miliar terkait jual-beli piutang juga, dengan tingkat bunga 9,5 persen per tahun, serta jangka waktu perjanjian sekitar 5 tahun. (terakhir ada revisi terkait bunga menjadi 0 persen)
Kedua, adanya kenaikan porsi kepentingan non-pengendali yang berasal dari anak usaha secara tidak langsung WIFI, yakni PT Integrasi Jaringan Ekosistem (IJE). Pasalnya, 49 persen saham IJE sudah dimiliki oleh NTT East. Dengan begitu, nilai laba konsolidasi IJE ke WIFI melalui PT Jaringan Infra Andalan tersisa 51 persen. Sehingga adanya kenaikan porsi kepentingan pengendali.
Dalam catatan hingga kuartal III/2025, catatan pembagian porsi NTT East belum dicatatkan full. Pasalnya, NTT East baru tercatat resmi menjadi pemegang 49 persen saham IJE pada kuartal III/2025. Dalam laporan keuangan WIFI, porsi kepemilikan IJE di kuartal II/2025 masih full 99 persen.
Menakar Prospek Saham WIFI Setelah Rilis Laporan Keuangan Kuartal III/2025
Kami akan menjelaskan dari segi peluang. Dari perkembangan bisnis fiber to the home (FTTH) WIFI (belum termasuk bisnis fixed Wireless Access), WIFI mampu menambah 627.000 homepass menjadi total 1,5 juta homepass pada September 2025. Dari total homepass tersebut, WIFI mencatatkan 831.000 konversi menjadi home connect sepanjang tahun ini. Artinya, tingkat konversi mencapai 55 persen.
Apakah angka ini bagus? kami akan membandingkan dengan beberapa kompetitor setara maupun di atas WIFI. Hingga historical konversi WIFI.
Pertama, jika dibandingkan dengan saham DATA yang juga memiliki ISP, dari data per 31 Agustus 2025, perseroan memiliki tota 93.605 home connect (termasuk resident dan Office). Dengan total home pass sekitar 317.522, berarti take up rate-nya sekitar 29 persen.
Lalu, dari target overview dalam laporan publik expose DATA pada September 2025, perseroan menargetkan total home pass menjadi 10,92 juta, serta home connect sekitar 3,27 juta. Artinya dari rata-rata target, DATA mengambil asumsi tingkat konversi menjadi pelanggan sekitar 30 persen.
Sementara itu, jika estimasi take up rate dari provider lainnya seperti Indihome ari TLKM mencapai 63-67 persen (karena ada beberapa wilayah yang hanya ada Indihome serta pemilik jaringan telepon biasanya ditawari Indihome juga).
Sementara itu, jika Biznet, First Media, dan My Republic estimasinya sekitar 23-38 persen.
Dari perbandingan ini, WIFI menjadi ISP dengan take up rate terbesar kedua (dengan asumsi Indihome sekitar 63 persen).
Kedua, tren historis take up rate WIFI. Jika dilihat pada Desember 2024 tingkat take up rate WIFI tembus 84 persen dengan home pass 220.000 serta home connect 185.000.
Namun, jumlah take up rate menyusut drastis menjadi 55 persen per September. Artinya, semakin banyak home pass yang dibangun ada potensi penurunan take up rate dibandingkan historis sebelumnya.
Dalam paparan publik, WIFI menargetkan di akhir tahun bisa mencapai 2,5 juta home pass dengan home connect mencapai 1,51 juta pengguna. Jika dalam realisasinya di bawah itu, bahkan di bawah angka 55 persen, ini menjadi pertanda risiko take up rate WIFI berpotensi normalisasi menjadi 20-30 persen sesuai kondisi industri.
Sementara itu, tingkat leverage atau utang yang digunakan WIFI makin besar. Dengan total biaya membangun ekosistem (berbagai perangkat pendukung) untuk FWA juga belum diketahui seberapa besar. Adapun, tingkat operating profit margin WIFI per kuartal III.2025 dari bisnis internet masih 60 persen karena belum ada tambahan bisnis internet FWA yang rencananya di-launching awal 2026.
Sehingga, pada kuartal I/2026, kita akan mengetahui seberapa besar biaya untuk bisnis internet FWA tersebut. Apakah mendorong kinerja lebih positiff dari upline hingga bottomline atau hanya terlihat dari segi upline saja.
Apalagi, internet pra-bayar dengan FWA itu berbiaya hanya Rp100.000 per bulan tanpa adanya sewa perangkat. Bahkan, bisa beli dalam periode harian. Sehingga bisa saja memperbaiki take up rasio karena transaksi harian bisa dianggap home connect (meski berfluktuasi), tapi bagaimana dengan biaya operasional dan beban pokok pendapatannya.
Dengan memenangkan lelang, WIFI juga harus membayar biaya jaringan. Artinya, setelah menang lelang, WIFI harus membayar 3 kali nilai penawaran pada tahun pertama yang berpotensi terasa di 2026. Jika ditotal, nilai penawaran WIFI Rp403 miliar, berarti total Rp1,2 triliun. Beban ini bisa menjadi penekan net profit margin WIFI ke depannya. Meski, ada potensi perbaikan margin pada tahun kedua karena cost-nya turun menjadi Rp403 miliar.
Sehingga, dengan berbagai tantangan itu, 2026 mungkin menjadi cukup menantang bagi saham WIFI dari segi menjaga tingkat net profit margin-nya. Apalagi, dengan keuntungan dari IJE yang secara full akan terpangkas setenganya untuk konsolidasi secara penuh saham WIFI.

Kesimpulan
Jika beberapa sekuritas ada yang memberikan target Rp4.000 bahkan Rp7.000 per saham untuk saham WIFI, kami menilai saham WIFI bisa saja mendapatkan gelombang kenaikan kedua kembali ke Rp4.000 per saham setelah bisnis FWA-nya launching di awal tahun. Namun, itu bisa jadi gelombang terakhir kenaikan agresif saham WIFI karena setelahnya, publik akan menanti bagaimana realisasi kinerja keuangan dari produk FWA dan penetrasi ekspansi FTTH-nya.
Di luar itu, hal-hal yang bisa menjadi pendorong saham WIFI lainnya adalah jika jadi melakukan transaksi akuisisi saham LINK, itu bisa jadi pendorong kinerja WIFI. Namun, jika ternyata kabar akuisisi LINK hanya pepesan kosong, bisa membenamkan saham WIFI hingga nantinya ada perbaikan bottom line tumbuh lebih agresif di 2027. Dengan catatan dalam pembangunan infrastruktur-nya serta konversi dari home pass menjadi home connect tidak ada kendala.
Kalau mau mendapatkan insight saham sambil diskusi secara real time bersama founder Mikirduit, yuk join Mikirsaham
Kamu bisa mendapatkan insightnya dengan join Mikirsaham Pro.
Benefit Mikirsaham Pro:
- Stockpick investing (dividend, value, growth, contrarian) yang di-update setiap bulan
- Stockpicking swing trade mingguan (khusus member mikirsaham elite jika kuota masih tersedia)
- Insight saham terkini serta action-nya
- IPO dan Corporate Action Digest
- Event online bulanan
- Grup Diskusi Saham
Join ke Member Mikirsaham Pro sekarang juga dengan klik link di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini
