Saham NISP, Mulai Jadi Pilihan Para Dividen Hunter?

Saham NISP mulai rutin bagi dividen nih. Apakah, saham yang digadang-gadang sebagai the next BBCA ini bisa jadi buruan para dividen hunter? Begini prospek saham NISP

Saham NISP, Mulai Jadi Pilihan Para Dividen Hunter?

Mikir Duit – PT Bank OCBC NISP Tbk. alias saham NISP lagi menjadi buah bibir setelah kembali membagikan dividen dua tahun berturut-turut. Ditambah, kehadiran Lo Kheng Hong dalam RUPS NISP menandakan sang maestro investor saham asal Indonesia itu juga punya saham bank berwarna merah tersebut. Memang, seberapa oke sih saham NISP?

Sejarah Saham NISP

Bank OCBC NISP adalah bank paling tua keempat yang ada di Indonesia. Bank dengan nama awalnya NV Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank didirikan pada 4 April 1941 di Bandung. NISP sendiri adalah singkatan dari Nila Inti Sari Penyimpanan.

Awalnya, Bank itu didirikan oleh tiga orang Belanda, yakni Gustaaf Adolf van Haastert, Otto Richard Wermuller von Elg, dan Erich Wademar Emanuel Denniger. Namun, tak lama kemudian, Jepang menginvasi Indonesia  pada 1942. Akhirnya, Van Haastert mencari orang untuk mengambil alih kepemilikan saham di bank tersebut.

Di situ, Van Haastert menawarkan kepemilikannya di bank tersebut kepada Lim Khe Tjie, temannya bermain kartu. Van Haastert pun melepas mayoritas saham bank tersebut ke Lim senilai 5.000 gulde Belanda. Jika dikalkulasikan dengan kalkulator konversi, setara Rp40 jutaan.

Namun, masalah datang setelah pemegang saham sebanyak 43 persen bank itu mengalami bangkrut. Kinerja bank pun terganggu. Sampai akhirnya, Lim menyerahkan bank itu kepada Karmaka Surdjaudaja, yang merupakan menantunya. Sampai akhirnya, Karmaka berhasil menyelamatkan bank NISP hingga eksis sampai saat ini.

BACA JUGA: Begini Kisah Saham TLKM yang Ketergantungan dengan Telkomsel

Kisah OCBC Masuk ke NISP

Sebelum, Oversea-Chinese Banking Corporation (OCBC) asal Singapura masuk ke NISP, International Financial Corporation (IFC) lebih dulu masuk menjadi pemegang saham sejak 2001.

OCBC sendiri masuk secara bertahap ke NISP. Mulai dari masuk sebanyak 22,5 persen dari total saham NISP pada akhir 2004. Lalu, masuk kesepakatan selanjutnya untuk akuisisi 28,5 persen saham NISP pada 2005, sehingga kala itu OCBC sudah memegang 51 persen saham NISP.

Sampai akhirnya, OCBC memiliki 85 persen saham NISP, termasuk mengambil alih kepemilikan IFC sebelumnya.

NISP Kembali Menjadi Saham Dividen yang Menarik?

Sebelumnya, NISP memang sempat rutin bagi dividen sejak 1999 sampai 2004. Dari periode itu, tercatat NISP hanya sekali absen bagi dividen, yakni di 2002. Meski, rata-rata tingkat dividen yieldnya juga tidak konsisten sih, sempat 6,97 persen, tapi juga pernah hingga di bawah 1 persen.

Sayangnya, setelah 2004, NISP puasa bagi dividen hingga mulai kembali membagikan dividen pada 2022 kemarin,

Presiden Direktur NISP Parwati Surjaudaya sempat mengatakan alasan perseroan tidak bagikan dividen karena lebih memilih untuk meniingkatkan bisnis dan struktur permodalan.

Toh, kinerja NISP sendiri bisa dibilang cukup bagus. Jadi, tidak ada pembagian dividen mungkin benar-benar sesuai dengan alasan sang Presdir.

Sebelum konsep permodalan bank di ubah dari bank umum kegiatan usaha menjadi Kelompok Bank Berdasarkan MOdal Inti, NISP sempat ingin mengejar status sebagai bank BUKU IV, yakni bank dengan permodalan di atas Rp30 triliun.

Dengan memperkuat struktur permodalan dari seluruh hasil laba, NISP menargetkan bisa masuk ke jajaran kasta bank terbesar di Indonesia tersebut.

Sampai akhir tahun lalu, NISP sudah memiliki modal inti tier 1 hingga Rp32 triliun. Jika sesuai aturan lama, NISP sudah gabung ke kasta bank besar bersama PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank Panin Tbk. (PNBN), PT Bank Danamon Tbk. (BDMN), dan PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA).

Sampai setelah memupuk modal inti lebih dari Rp30 triliun, NISP pun mulai kembali royal bagi dividen.

Pertama kali dalam 18 tahun, NISP bagikan dividen pada 2022 senilai Rp22 per saham. Jika dihitung dengan harga saham posisi ex-date, dividen yield NISP itu mencapai 3,31 persen.

NISP pun melanjutkan tren bagi dividen dua tahun berturut-turut pada 2023. Perseroan bagikan dividen senilai Rp58 per saham. Jika dihitung dengan harga penutupan pasar 11 April 2023, tingkat dividen yieldnya mencapai 7 persen. Sebuah kenaikan signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Adapun, NISP berpotensi mulai rutin membagikan dividen setelah struktur permodalan dirasa cukup kuat. Kita tinggal tunggu, apakah tren pembagian dividen NISP akan rutin atau kembali bolong-bolong.

Kinerja Keuangan NISP

NISP sempat dianggap sebagai calon BBCA selanjutnya. Yaps, terms saham BBCA adalah saham bank yang karakternya mengutamakan manajemen risiko yang baik sehingga kinerja keuangannya bisa konsisten bertumbuh. Dari situ, kualitas kinerja keuangan akan terepresentasikan ke harga saham. Meski, sebelum 2022, salah satu kekurangan NISP adalah masih puasa bagi dividen.

Di sisi lain, anggapan NISP adalah The Next BBCA bukan sekadar isapan jempol belaka. Hal itu bisa terlihat bagaimana strategi NISP dalam manajemen risiko dan terus mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih yang konsisten.

Buktinya, kinerja pendapatan bunga bersih NISP sepanjang periode 2016-2022 itu sekitar 10,41 persen per tahun. Lalu, kinerja laba bersih NISP sepanjang periode yang sama sekitar 13,84 persen per tahun.

Kinerja NISP ketika pandemi Covid-19 pada 2020 pun tidak goyah. Perseroan masih mampu mencatatkan kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 6 persen menjadi Rp6,82 triliun. Angka pertumbuhan itu malah lebih tinggi dari 2019 yang hanya naik kurang dari 1 persen.

Namun, laba bersih NISP pada periode Covid-19 memang turun sekitar 28 persen menjadi Rp2,1 triliun. Penurunan laba bersih NISP pada periode awal Covid-19 itu lebih disebabkan oleh kenaikan pencadangan kerugian penurunan nilai untuk antisipasi kredit bermasalah. NISP memasang pencadangan hingga Rp2 triliun pada 2020, padahal di 2019 hanya menganggarkan sekitar Rp600 miliar.

Dari segi rasio kredit bermasalah, tingkat non-peforming loan gross (NPL) NISP juga terjaga selalu di bawah 3 persen. Meski, memang terlihat ada kenaikan di 2022 hingga tembus 2,4 persen. Namun, posisi itu masih rentang yang cukup aman bagi bank.

Apalagi, kenaikan NPL gross itu juga diiringi dengan kenaikan net interest margin (NIM) yang kembali ke 4 persen. Artinya, ekspansi bisnis yang menghasilkan keuntungan setara dengan kenaikan risikonya juga.

Kesimpulan

Sebenarnya, saham NISP ini bagus untuk investasi. Namun, memang pergerakan sahamnya kurang terlalu aktif. Apalagi, dulu sempat puasa dividen cukup lama juga.

Namun, dengan pembagian dividen selama dua tahun berturut-turut berpotensi membuat saham NISP ini lebih menarik. Meski, kita harus lihat bagaimana risiko ekonomi global bisa berdampak kepada kinerja emiten bank.

Kira-kira, kamu mulai beralih ke saham bank-bank menengah seperti NISP nggak nih? atau tetap setiap di bank besar seperti BBCA, BMRI, BBRI, dan BBNI?