Rahasia Peter Lynch Dalam Menentukan Waktu Jual-Beli Saham

Salah satu yang masih sering jadi dilema bagi para investor saham ada periode waktu jual-beli saham. Saat beli bingung kapan yang tepat, bahkan saat saham sudah cuan juga galau jual atau hold. Siapa yang begini?

Alasan Peter Lynch Jual Beli Saham

Mikirduit – Salah satu permasalahan terbesar seorang yang mencoba investasi atau trading saham adalah kapan waktu beli dan jual? Dari sini, kami akan membahas dari segi perspektif Peter Lynch. Kira-kira bagaimana strategi jual-beli investor global tersebut?

Highlight
  • Peter Lynch menilai waktu terbaik membeli saham adalah saat pasar sedang turun karena siklus musiman atau market crash, dengan catatan investor punya dana cadangan.
  • Informasi A1 atau rumor belum tentu bisa dijadikan dasar keputusan beli-jual saham karena seringkali tidak detail, tertunda, atau bahkan batal.
  • Strategi jual saham menurut Lynch berfokus pada alasan awal membeli saham, bukan mengikuti rumor, FOMO, atau prediksi makro yang sulit dipastikan.
  • Untuk diskusi saham secara lengkap, pilihan saham bulanan, dan insight komprehensif untuk member, kamu bisa join di Mikirsaham dengan klik link di sini

Selain mencari saham yang lagi murah dengan prospek fundamental serta pertumbuhan yang bagus, Peter Lynch mengungkapkan dalam membeli saham bisa mengikuti dua cara ini. Meski, kedua cara ini memang menyesuaikan dengan kondisi pasar atau market timing. 

Cara pertama memahami siklus saham. Peter Lynch menceritakan ada pola-pola tertentu di pasar saham AS yang bisa menjadi momentum bagus untuk membeli. Beberapa itu antara lain,

Pertama, periode ritual pencatatan pengurangan pajak di AS. Jadi, ada periode di Oktober-Desember itu menjadi momentum untuk mengurangi pajak penghasilan serta masuk liburan akhir tahun. Sehingga ada kecenderungan tingkat daya jual lebih tinggi daripada daya beli di pasar saham.

“Apalagi, misalnya ada broker yang menelpon kliennya (dalam gambaran transaksi saham zaman dulu) untuk melakukan penjualan saham agar bisa mengurangi pajak penghasilan. Investor yang dananya besar pasti tertarik dan melakukan transaksi tersebut seperti mendapatkan hadiah,” tulis Lynch dalam bukunya One Up on Wall Street. 

Di sisi lain, investor institusi juga ada kecenderungan melakukan penjualan saham terjeleknya agar portofolionya menjadi terlihat lebih menarik secara historis. Akhirnya, kombinasi penjualan karena ingin mengurangi pajak, kebutuhan liburan akhir tahun, hingga aksi investor institusi itu membuat kecenderungan pasar saham mengalami penurunan.

Sehingga, saat pasar saham lagi turun itu bisa menjadi momentum bagus untuk membeli saham. Namun, itu di pasar saham AS, bagaimana dengan Indonesia?

Karakter saham di Indonesia jelas berbeda. Jika melihat seasonality IHSG dalam 20 tahun terakhir, periode terburuk IHSG terjadi pada September dan November. Dengan probabilitas penurunan masing-masing sekitar 53 persen hingga 63 persen.

Ada apa di periode tersebut? kami belum bisa mendeteksi detail apa yang terjadi di September, selain periode Juli-Agustus memang termasuk periode 5 besar terbaik IHSG sehingga ada teknikal taking profit di September.

seasonality IHSG

Untuk penurunan di November memiliki alasan yang kurang lebih mirip di AS, secara investor institusi ada yang me-rebalancing portofolionya yang kurang bagus ke saham yang berpotensi perform bagus. Sehingga ujung-ujungnya sering menciptakan window dressing di Desember.

Namun, periode ini hanya sebagai acuan bukan memberikan kepastian kalau pasar saham di September dan November pasti turun. Investor juga perlu menilai secara masing-masing kinerja dan valuasi saham yang ingin dibeli. Soalnya, meski market secara keseluruhan turun, tapi jika saham yang dibeli secara valuasi masih mahal dan volatilitasnya masih di pucuk (artinya risiko turun lebih tinggi dari peluang kenaikan), berarti itu bukan pilihan saham yang tepat.

Kedua, waktu terbaik beli saham yang kedua adalah ketika ada market crash. Peter Lynch menceritakan periode diskon Oktober 1987 (salah satu periode market crash yang dikenangnya karena market crash terjadi ketika Lynch lagi liburan).

Dalam periode market crash, biasanya pemulihan saham bisa cukup cepat dan memberikan keuntungan yang luar biasa. Namun, momen ini tidak selalu ada. Serta, ketika ada momen ini diharapkan investor punya cash cadangan untuk bisa menangkap peluangnya.

Untuk pasar saham Indonesia sendiri, selain market crash 2020 kemarin, ada beberapa mini crash yang terjadi seperti Juni 2024 hingga Februari-Maret 2025, serta ada 1 hari di Juli 2025 (tapi tidak terlalu signifikan karena hanya sehari).

Informasi A1 Menarik untuk Jadi Momentum Beli?

Sejak era backdoor listing, banyak yang mencari info A1 terkait aksi korporasi dengan harapan bisa membeli saham tersebut sejak di harga bawah. Kenyataannya, cara ini hampir mustahil kecuali ada keberuntungan.

Kenapa mustahil? pertama, jangan bayangkan informasi A1 itu berbentuk detail kapan waktu transaksi dilakukan, nilai transaksi, hingga gambaran detail transaksi lainnya. Biasanya, informasi A1 juga bersifat umum dan tidak detail, terutama periode transaksi. Pasalnya, informasi A1 biasanya muncul saat kepastian transaksi belum terjadi, sehingga ada potensi transaksi batal atau kesepakatannya molor hingga lebih dari 1 tahun.

Sehingga jika kita membeli saham dengan alasan informasi A1 itu belum tentu memberikan keuntungan yang cepat dan juga harus siap mengalami kerugian terlebih dulu.

Peter Lynch pernah menceritakan dirinya pernah hampir terjebak dengan informasi yang didapatkan. Jadi, dia hampir saja tidak membeli sebuah saham bernama La Quinta karena ada informasi orang penting di perusahaan tersebut telah menjual sahamnya. (Jangan bayangkan mendapatkan info transaksi saham owner semudah sekarang ya)

Dalam hal ini, untungnya Lynch mengabaikan informasi A1 tersebut dan objektif dengan analisisnya. Hasilnya, Lynch mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga saham La Quinta tersebut.

Strategi Jual Saham ala Peter Lynch

Salah satu yang membuat ragu para investor saham ketika ingin menjual saham adalah, “Apakah harga saham saat ini sudah pucuk atau malah bisa naik lagi?” sehingga banyak yang bingung dan galau karena khawatir jika dijual sekarang nanti malah lanjut naik lagi.

Hal yang pertama harus dipahami adalah probabilitas kita menjual saham tepat saat di pucuk itu sangat rendah (jika bisa ada kontribusi keberuntungan juga). Serta, jika seorang investor menjual terlalu cepat bisa jadi hal wajar. Bahkan, seorang Peter Lynch pernah melewati potensi 25 bagger saham Toys R us sehingga hanya cuan 5 bagger hingga Cathy Wood yang menjual NVDA terlalu dini meski posisi selanjutnya masih bisa naik.

Selain itu, ada kesalahan Lynch dalam memutuskan menjual saham, yakni terjebak informasi orang dalam. Jadi, Lynch memiliki saham Flowers, sebuah perusahaan roti dan kue kering. Lalu, ada rumor yang mengatakan perusahaan ini akan diakuisisi.

Namun, dari proses kabar akuisisi itu muncul hingga realisasinya cukup lama hingga akhirnya Lynch memutuskan menjual saham tersebut. Namun, akhirnya harga saham Flowers Food naik. Di sini, Lynch terlalu terpaku dengan rumor akuisisi-merger, padahal dia bisa bersikap objektif untuk menilai prospek saham tersebut tanpa tepengaruh rumor yang beredar.

Dalam strategi menjual saham ala Peter Lynch, dia mengakui salah satu yang menjadi tantangan adalah godaan menjual saham tersebut ketika sudah cuan. (ternyata seorang Peter Lynch juga mengalaminya). Untuk memutuskan apakah saatnya jual saham tersebut, investor bisa meninjau kembali alasan dan rencana kenapa membeli saham itu (untuk trading, investing, serta plan targetnya seperti apa, dan tesis utama yang mendukung plan tersebut apa).

Banjir Informasi yang Membuat FOMO Jual-Beli 

Saat ini, informasi bisa didapatkan dari mana saja. Bahkan, perkembangan media sosial membuat banyak informasi-informasi yang kepastiannya masih belum jelas seolah-olah sudah pasti. Mulai dari transaksi akuisisi DADA yang langsung dibuat narasi calon Next PANI hingga terbaru rencana Grup Salim akuisisi MBSS yang sudah dibantah oleh pihak terkait tapi masih memunculkan harapan. Bahkan, ada isu muncul MBSS memiliki tambang bauksit, padahal yang memiliki tambang bauksit adalah induknya Grup Daidan, bukan MBSS.

Ternyata, hal tersebut juga sudah terjadi di Amerika Serikat pada 1980-1990-an. Kala itu, informasi bukan cuma dari  media massa yang bisa membuat panik jual atau mau borong beli, tapi juga ada dari broker.

Promo event Tuwaga-Mikirduit
Daftar Sekarang dengan Klik di Sini

Lynch menceritakan ada kejadian nasabah sebuah broker diberikan selamat atas keuntungan di saham ToggleStich dengan peringatan jangan serakah dan diminta take profit. Lalu, direkomendasikan untuk memindahkan saham ToggleSwitch ke Kindermind. Hasilnya, saham kindermind bangkrut, dan Togglestich tetap mengalami kenaikan. Di sini, keuntungan investor di saham Togglestich sirna dengan kebangkrutan Kindermind. Sementara itu, broker yang merekomendasikan mendapatkan keuntungan komisi dari kedua transaksi tersebut.

Selain itu, banyak juga mitos waktu jual-beli saham berdasarkan momentum ekonomi makro. Misalnya, jual sebelum suku bunga naik dan beli sebelum suku bunga turun, serta jual sebelum ada resesi dan beli setelah resesi terjadi. Padahal, tidak ada yang bisa memprediksi pasti seluruh momentum tersebut. Serta, efek saham terhadap momentum tersebut bisa berbeda-beda tergantung sektor bisnis hingga rencana dan internal masing-masing emiten.

Di sisi lain, Peter Lynch mengaku tidak selalu membeli dan menjual saham karena sebuah sentimen makro. Hanya beberapa kasus khusus yang membuat dia memutuskan transaksi karena kejadian makro, seperti ketika harga minyak jeblok dia menjual saham related migas, tapi tetap hold saham farmasi. Lalu, saat dolar AS melemah signifikan, Lynch menjual saham otomotif asing (seperti Honda, Subaru, Jaguar) dengan alasan kejatuhan dolar AS. Alasannya, pelemahan dolar AS bisa menekan kinerja emiten otomotif asing yang melakukan penjualan di AS.

Pesan dari Peter Lynch saat membeli dan menjual saham antara lain: “Jika kita tahu kenapa membeli saham tersebut, artinya kita juga akan tahu kapan waktu terbaik untuk menjualnya” dalam contoh kita tahu kenapa membeli saham banking yang labanya lagi turun seperti BBRI dan BJBR di harga murah (bukan sekarang pas mulai naik) karena menilai kinerja mereka di tahun depan akan naik karena potensi pencadangan lebih rendah dari tahun ini. Serta, mungkin bisa mempertimbangkan hold saham banking yang saat ini labanya turun hingga suku bunga mulai naik lagi. Dari sini, sudah terlihat kapan waktu jual dan beli saham tersebut.

Mau dapat pilihan saham bulanan untuk investing serta strategi dan tesisnya?

Join mikirsaham untuk mendapatkan detail plan investasi saham. Kamu juga bisa diskusi saham real-time, insight saham yang menarik, hingga pilihan saham bulanan. Mau dapat list lengkapnya sekaligus konsultasi dengan Mikirduit? yuk join Mikirsaham sekarang juga dengan klik di sini dan dapatkan semua benefit ini:

  • Pilihan saham dividen, value, growth, dan contrarian
  • Kamu bisa tanya lebih detail alasan pemilihan saham tersebut
  • Curhat soal kondisi porto-mu
  • Update perkembangan market secara real-time
  • Konfirmasi isu yang kamu dapatkan dan impact-nya ke saham terkait

Semua itu bisa didapatkan dengan gabung Mikirsaham, Join sekarang dengan klik di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini

💡
Mau Fitur Propicks AI untuk Mendapatkan Stockpick Saham AS yang Menarik, serta data harga wajar saham di Indonesia hingga AS, kamu bisa dapatkan semua itu klik link di sini