PSSI dan TPMA Terjebak di-Drama Nikel, Begini Prospeknya
Saham PSSI dan TPMA sempaat meramaikan kisah drama industri nikel dari kasus Raja Ampat hingga penutupan produksi stainless steel di Indonesia. Jadi, gimana prospek saham keduanya?

Mikirduit – Dalam sepekan ini, ada dua kejadian terkait sektor nikel mulai dari kasus para penambang nikel di Raja Ampat Papua hingga keputusan Tsinghan menutup pabrik stainless steel di Indonesia. Dari dua kejadian itu, ada dua emiten kapal yang terlibat. Lalu, apa efeknya ke prospek kedua saham kapal tersebut?
Kasus pertama terkait aktivitas tambang nikel di Pulau Raja Ampat yang melibatkan PT Gag Nikel, milik ANTM dan beberapa perusahaan lainnya. Di luar dari perusahaan tambang nikel, nama saham PSSI sempat disangkut pautkan karena ada cuplikan gambar kapal milik mereka di sana.
Namun, pihak PSSI membantah kalau kapal mereka terlibat dalam aktivitas pertambangan, termasuk di wilayah Raja Ampat. Peran perseroan disebut hanya penyedia jasa transportasi laut dan kegiatan operasional kapal dilakukan oleh pihak penyewa kapal.
Lalu, pihak PSSI mengungkapkan gambar kapal mereka di perairan Raja Ampat itu dokumentasi lama dan tidak mencerminkan kondisi operasional saat ini. Bahkan, kapal yang disebut sedang beroperasi di Kalimantan Timur sehingga tidak ada hubungan dengan aktivitas pengangkutan di Raja Ampat saat ini.
Sementara itu, kinerja PSSI pada kuartal I/2025 juga lagi tertekan setelah mengalami kerugian 464.000 dolar AS. Kerugian itu selaras dengan penurunan pendapatan sebesar 27 persen menjadi 15 juta dolar AS. Dengan biaya yang turun tidak sedalam pendapatan, laba kotor PSSI juga turun 68 persen menjadi 2,08 juta dolar AS.
Adapun, penerimaan pendapatan dari dua klien besarnya yang berkontribusi 20 persen ke pendapatan pada kuartal I/2024 mencatatkan penurunan signifikan menjadi hanya 1,5 juta dolar AS atau setara 10 persen. Kedua klien besar PSSI antara lain, PT Samudera Nusa Perkasa dan PT Summber Daya Alam Mulia.
Jika kinerja 2025 mengalami penurunan, kondisi itu menjadi penurunan pendapatan dan laba bersih dalam 3 tahun berturut-turut sejak 2022.
Namun, kinerja PSSI bisa berbalik arah jika ada kenaikan harga komoditas yang menandakan permintaan meningkat sehingga ada pengaruhnya dengan pengangkutan.
Tsingshan Tutup Produksi Stainless Steel Sementara
Sejak Mei 2025, Tsingshan Holding Group dikabarkan menghentikan sementara sebagian produksi baja dan stainless steel di Indonesia. Kebijakan itu dilakukan selaras dengan penurunan harga stainless steel. Sehingga pemangkasan produksi diharapkan bisa memperbaiki harga jual produk tersebut.
Di sisi lain, Tsingshan memiliki perusahaan patungan dengan emiten perkapalan TPMA. Sejak akhir 2021, perusahaan patungan TPMA dan Tsingshan itu melakukan ekspansi penambahan kapal. Perusahaan patungan itu dibuat dengan skema TPMA melepas 70 persen kepemilikannya di PT Trans Logistik Perkasa kepada PT Pacific Pelayaran Indonesia dan T&J Industrial Holding Ltd. Adapun, T&J Industrial Holding Ltd ini adalah afiliasi dari Tsingshan.
Dengan kepemilikan hanya 30 persen, kinerja pendapatan anak usaha PT Trans Logistik Perkasa itu tidak dikonsolidasikan ke TPMA. Kerja sama joint venture ini memiliki tujuan untuk membeli 60 set kapal tunda dan tongkang senilai 250 juta dolar AS hingga 2024. Sampai semester I/2024, perusahaan patungan itu sudah mendatangkan sekitar 41 set kapal. Sisanya ditargetkan dikirim pada 2025 (sekitar 19 set kapal). Target ini agak molor dari rencana semula yang diperkirakan pada 2024.
Jika melihat kontribusi PT Trans Logistik Perkasa yang kini di bawah PT Pelayaran Trans Nusantara sebagai entitas asosiasi, hingga kuartal I/2025 mencatatkan posisi laba bersih sekitar Rp42 miliar.
Apakah nilai itu besar? Jika mengacu ke kinerja laba bersih TPMA kuartal I/2025 senilai Rp95 miliar, kinerja laba bersih perusahaan patungan itu cukup signifikan hampir sekitar 45 persen dari laba bersih.
Namun, jika mengacu ke bagian atas laba entitas asosiasi, porsi yang diterima oleh TPMA hanya 830.612 dolar AS (dan ini termasuk hasil dari perusahaan patungan dengan KKGI). Nilai itu hanya di bawah 20 persen dari laba bersih perseroan.
Artinya, jika ada penurunan kinerja perusahaan JV dengan Tsingshan tersebut, efeknya cenderung rendah.
Apalagi, TPMA juga punya beberapa rencana ekspansi dengan membuat perusahaan patungan lainnya seperti, perusahaan patungan dengan PT Samudra Investama Maju. Dari perusahaan patungan itu, TPMA mendirikan PT Trans Ocean Permata pada September 2024. Dalam perusahaan patungan ini, porsi TPMA sebesar 51 persen sehingga masuk dalam konsolidasi kinerja perseroan.
Dari perusahaan patungan tersebut, TPMA berencana akuisisi 20 set kapal tunda dan tongkang, serta 2 unit floating crane dengan belanja modal sebesar 90 juta dolar AS. Aksi pembelian kapal itu akan menggunakan 20 persen kas internal, sedangkan sisanya utang bank.
Selain itu, TPMA juga membuat perusahaan patungan bersama KKGI bernama PT Trans Bahtera Pioneer. Adapun, porsi perusahaan patungan ini sebesar 50:50 dengan KKGI.
Nantinya, Trans Bahtera Pioneer berencana membeli sekitar 6 set kapal tunda dan tongkang bekas dan baru pada semester I/2025. Nantinya, kerja sama ini diperkirakan bisa berkembang dengan menambah 20 set kapal di tahun selanjutnya.
Perusahaan patungan ini akan menjadi pengangkut batu bara di wilayah Kalimantan Timur.
Jika melihat kinerja Trans Bahtera Pioneer hingga kuartal I/2025, kontribusi ke pendaptan sekitar Rp5 miliar, sedangkan laba bersih sekitar Rp1,6 miliar secara keseluruhan. Skala perusahaan patungan dengan KKGI ini hingga tiga bulan pertama tahun ini memang masih di bawah perusahaan patungan dengan Tsingshan. Harapannya, sesuai perkembangan jumlah kapal yang bertambah secara bertahap dan aktivitas pengiriman yang meningkat bisa mendorong kinerja TPMA.
Hingga kuartal I/2025, TPMA mencatatkan kenaikan laba bersih yang cukup tipis sebesar 1,52% menjadi 5,79 juta dolar AS. Di sisi lain, angka pendapatan TPMA mencatatkan penurunan sebesar 7 persen menjadi 26,48 juta dolar AS.
Penurunan pendapatan TPMA didorong oleh penurunan pendapatan tunda dan tongkang serta skema sewa time charter. Sementera itu, pendapatan floating crane naik sebesar 8 persen menjadi 5 juta dolar AS.

Kesimpulan
Jika mengacu ke PBV band TPMA dan PSSI, keduanya sudah berada di area yang cukup murah karena berada di bawah standard deviasi -1. Namun, dalam jangka pendek, kinerja bisnis keduanya berpotensi terhadang risiko aktivitas tambang komoditas yang tidak agresif.
Adapun, jika ada kenaikan harga komoditas yang artinya menggambarkan potensi demand meningkat (meski bisa juga risiko gangguan supply), kinerja kedua emiten perkapalan pengangkut komoditas ini bisa kembali menarik.
Lalu, antara TPMA dengan PSSI, mana yang lebih menarik?
Seberapa Menarik Saham TPMA dan PSSI untuk Investasi? Kamu Bisa Konsultasikan dengan Join Mikirsaham
Kamu konsultasi, diskusi, dapat update hingga bisa dapatkan saham pilihannya dengan Join membership Mikirsaham (dulu bernama Mikirdividen) dan dapatkan benefit:
- Pilihan saham value-growth investing bulanan
- Pilihan saham dividen yang potensial
- Insight saham komprehensif serta actionnya
- IPO digest untuk menentukan action-mu di saham IPO
- Diskusi saham dan rekap diskusinya
- Event online bulanan
- Update porto founder jangka pendek, menengah, dan panjang setiap e bulan
Gabung Mikirsaham sekarang dengan klik di sini