Misteri Pembeli Siaga Saham WIFI, Begini Gambaran Prospeknya
Saham WIFI dala periode perdagangan dan pelaksanaan right issue jumbonya. Menariknya, antara prospektus dan manajemen terjadi kontrakdiksi dari segi pembeli siaga. Jadi, bagaimana prospek right issuenya?

Mikirduit – Saham WIFI sudah masuk ke periode perdagangan dan pelaksanaan right issue. Harga sahamnya masih sideways di Rp2.000-an per saham. Berbagai narasi termasuk investor gathering sudah dilakukan jelang perdagangan right issue. Lalu, apakah prospek WIFI masih indah?
Highlight
- Right issue WIFI berpotensi menghimpun dana hingga Rp5,89 triliun, namun keberhasilannya sangat tergantung pada penyerapan investor dan kesanggupan pengendali sebagai standby buyer yang tidak tercatat resmi di prospektus.
- WIFI agresif membangun narasi ekspansi dengan target 40 juta rumah tangga melalui berbagai kerja sama strategis, termasuk dengan NTT, Nokia, PLN Icon Plus, dan Telkom.
- Keberlanjutan harga saham WIFI pasca right issue sangat ditentukan oleh realisasi proyek dan kemampuan perusahaan mengelola utang agar tidak membebani margin laba di masa depan.
- Untuk diskusi saham secara lengkap, pilihan saham bulanan, dan insight komprehensif untuk member, kamu bisa join di Mikirsaham dengan klik link di sini
Saat ini, WIFI tengah melakukan perdagangan dan pelaksanaan right issue pada 7-15 Juli 2025. Harga pelaksanaan right issue Rp2.000 per saham dengan rasio right issue 4:5 artinya 4 saham lama dapat 5 hak saham baru. Jika punya 4 lot saham WIFI berarti punya 5 lot hak saham baru.
Target dana yang dihimpun sekitar Rp5,89 triliun. Dalam aksi korporasi ini, PT Investasi Sukses Bersama dan Ibu Tinawati bersedia melaksanakan hak saham barunya. Namun, dalam prospektus tersebut tidak disebutkan adanya pihak pembeli siaga.
Jika ada saham yang tidak dieksekusi, berarti akan dialokasikan kepada pemesan HMETD lainnya yang memesan lebih banyak. Lalu, jika masih ada yang tersisa berarti saham baru yang tersisa tidak jadi diterbitkan. Artinya ada risiko penerimaan dana right issue kurang optimal.
Menariknya, meski dalam prospektus RESMI tidak tertulis pembeli siaga, tapi seperti dikutip dalam pertemuan shareholder gathering, Direktur WIFI Shannedy Ong menyebutkan PT Investasi Sukses Bersama dipastikan akan bertindak sebagai pembeli siaga atas right issue yang tidak terserap investor.
Shannedy Ong mengatakan, meski tidak secara eksplisit tertulis dalam prospektus, pemegang saham utama siap menyerap saham baru yang tersisa. Dengan harapan investor tetap menebus HMETD (saham baru dari right issua) yang dimilikinya.
Menariknya adalah, jika Investasi Sukses Bersama siap menjadi standby buyer dari awal, kenapa tidak tertulis dalam prospektus?
Sebenarnya, aturan menuliskan pembeli siaga tidak diwajibkan, tapi jika ada justru bisa bagus karena emiten lebih transparan.
Pasalnya, jika menuliskan pembeli siaga harus ada beberapa data yang dicantumkan seperti:
- Nama dan alamat domisili pembeli siaga
- Bidang usaha
- Status badan hukum
- Susunan pengurus dan pengawas
- Struktur permodalan atau informasi yang setara
- Penerima manfaat akhir
- Sumber dana yang digunakan oleh pembeli siaga
- Sifat hubungan afiliasi dengan emiten
Seperti TOWR yang menjadikan PT Dwimuria Investama sebagai pembeli siaga. Dalam prospektus right issue lengkapnya, Ditunjukkan secara detail poin-poin tersebut. Termasuk pemegang saham dari Dwimuria, yakni dipegang langsung oleh Robert Budi dan Bambang Hartono, pemilik Grup Djarum.
Artinya, penyembunyian nama pembeli siaga dalam WIFI ini ada kemungkinan agar struktur Investasi Sukses Bersama ini tidak terungkap lebih detail ke publik. Selain itu, ada potensi pengendali juga tidak ingin menjamin bakal menyerap seluruh hak saham baru yang tidak dieksekusi oleh publik.
Adapun, Investasi Sukses Bersama harus menyiapkan dana tambahan di luar eksekusi hak saham barunya maksimal Rp2,6 triliun untuk menjamin sebagai pembeli siaga, meski tidak terdaftar di prospektus.
Natinya dana right issue senilai Rp5,89 triliun itu akan digunakan 90-an persen untuk pembangunan jaringan FTTH 4 juta homepass di Jawa. Nantinya, IJE, anak usaha WIFI, akan mulai tanda tangan dengan vendor dan kontraktor paling lambat akhir kuartal II/2025 atau pada akhir Juni 2025 kemarin.
Target keseluruhan WIFI mencapai 5 juta home pass dengan total kebutuhan dana diestimasikan sekitar Rp7,25 triliun. Sisa dana yang belum didapatkan akan dicari dari surat utang, utang bank, dan termasuk dana right issue. Artinya, ada dana Rp1,4 triliun yang masih dicari lagi oleh WIFI untuk menyelesaikan target proyek pada semester I/2026.
Narasi Positif Saham WIFI
Salah satu yang menarik dari WIFI adalah manajemen emiten sangat gencar mempromosikan rencana mereka. Sejauh ini, mereka menargetkan ekspansi 40 juta fiber to the home (FTTH) dalam 5 tahun ke depan. Apalagi, WIFI juga bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi asal Jepang, yakni NTT.
Sepanjang tahun ini, ada beberapa narasi yang dilakukan oleh WIFI:
Pertama, Narasi target mencapai 40 juta fiber to the home muncul ketika WIFI menandatangani perjanjian kerja sama dengan BBNI terkait pinjaman Rp978 miliar kepada anak usaha perseroan PT Integrasi Jaringan Ekosistem (IJE). Nantinya, kredit investasi itu disebut untuk membangun jaringan internet 40 juta rumah tangga di Pulau Jawa. Kisah ini muncul pada 30 Januari 2025, tapi baru dieksekusi pada kuartal II/2025 ketika IJE kerja sama dengan NTT.
Narasi yang sama juga muncul dua bulan setelahnya dengan tambahan story internet artificial intelligence lewat kerja sama dengan DOOH. Tarif internet harga terjangkau Rp100.000 per bulan dengan kecepatan 100 Mbps. Kerja sama dengan DOOH ini diumumkan pada Maret 2025. Nantinya peran DOOH membantu pemasaran WIFI lebih optimal. Jadi, DOOH cuma memberikan akses iklan yang harapannya membantu terhadap penjualan layanan WIFI.
Kedua, WIFI juga bekerja sama dengan PT Indonesia Comnets Plus (PLN ICon Plus) untuk penyediaan layanan FTTH. Perjanjian kerja sama dengan provider internet milik PLN itu disebut mencakup pengembangan jaringan pemanfaatan infrastruktur, serta penyediaan layanan bagi pelanggan di segmen perumahan dan komersial.
Ketiga, WIFI menandatangani kerja sama dengan Nokia, dan OREX Sai Inc. pada Maret 2025 untuk MoU berkolaborasi memperluas akses internet berkecepatan tinggi dengan target 40 juta rumah tangga. Dalam keterangan resmi, kesepakatan ini mencakup Surge, sebagai penyedia fasilitas jaringan, nokia menyediakan teknologi telekomunikasi 5G FWA Customer-Premise Equipment, dan OREX SAI menjadi perusahaan patungan antara NTT DOCOMO Inc. dan NEC Corporation untuk mendukung sistem Open RAN berbasis 5G FWA termasuk 5G Standalone Ran, service management and orchestration, dan solusi core Network.
Secara khusus, WIFI mulai kerja sama dengan OREX Sai dengan melakukan uji coba lapangan pada semester 2/2025, pra komersialisasi pada akhir 2025, dan komersialisasi penuh pada awal 2026.
Keempat, WIFI sepakat dengan NTT East dari Jepang untuk melakukan private placement (penerbitan saham baru) untuk anak usaha PT Integrasi Jaringan Ekosistem (IJE) dengan nilai investasi Rp4 triliun. Stelah private placement, kepemilikan NTT di IJE mencapai 49 persen. Nilai Rp4 triliun disebut dalam bentuk tunai maupun lainnya.
Dalam keterbukaan pada Juni 2025, NTT menyuntik IJE senilai Rp999 miliar untuk mendapatkan kepemilikan 49 persen. Nah, ada selisih lebih dari Rp3 triliun dalam rencana transaksi dan realisasi di sini untuk mendapatkan tingkat kepemilikan yang sama. Namun, belum jelas apakah Rp3 triliun nantinya dalam bentuk lainnya non tunai atau pinjaman.
Kelima, WIFI bekerja sama dengan TLKM dan PT Telkom Infrastruktur Indonesia dengan narasi 40 juta rumah tangga. kerja sama yang diumumkan pada Juni 2025 itu melingkupi pemanfaatan dan pembangunan infrastruktur jaringan metro-ethernet dan IP Transit, Penguatan layanan digital berbasis cloud dan messaging, optimalisasi edge data center, pemanfaatan infrastruktur pasif seperti tiang, tower, pole, ducting kabel optik, dan dark fiber, penerapan teknologi FTTX melalui skema virtual unbundling Line Access (VULA), serta layanan Managed Service berbasis collaborative Network optimization dan integrated monitoring system.
Keenam, WIFI mendapatkan fasilitas utang senilai 30 juta dolar AS (setara Rp492 miliar) dari Export Development Canada. Dana itu akan digunakan untuk membeli peralatan dari Nokia.
Ketujuh, IJE, anak usaha WIFI alias Weave menerbitkan obligasi II dan sukuk ijarah I tahun 2025 dengan nilai penawaran masing-masing maksimal Rp1,25 triliun artinya maksimal Rp2,5 triliun.
Surat utang terbagi menjadi dua seri:
- Seri A tenor 370 hari (1 tahun) dengan kupon 9,5 persen - 10,25 persen
- Seri B dengan tenor 2 tahun dengan kupon 10,75 persen sampai 11,5 persen
Kabarnya surat utang itu digunakan untuk refinancing, belanja modal, dan modal kerja. Harusnya, obligasi anak usaha WIFI ini sudah didistribusikan pada 8 Juli 2025 kemarin.

Kesimpulan
Dari rekapan timeline WIFI sepanjang tahun ini, jika dikombinasikan WIFI menghimpun dana Rp13,8 triliun dengan rincian:
- Rp5,89 triliun jika hasil right issue optimal
- Rp2,5 triliun jika hasil obligasi IJE optimal
- Rp978 miliar dari pinjaman BBNI
- Rp999 miliar dari penyertaan modal via private placement NTT east ke IJE
- Rp492 miliar dari Export Development Canada
- Rp3 triliun dari selisih nilai transaksi WIFI dengan NTT seperti dalam keterangan resmi yang belum diketahui detailnya untuk apa dan dalam bentuk apa.
Tantangan dari WIFI adalah jika ternyata selisih antara target maksimal dana yang bisa dihimpun dan kemampuan standby buyer untuk menyerap selisihnya yang bisa mencapai Rp2 triliun. Jika ternyata pengendali tidak menyerap keseluruhannya berarti total dana right issue yang diterima WIFI tersisa Rp3 triliun. Hal ini menjadi sentimen negatif.
Adapun, momentum selanjutnya menunggu realisasi dari proyek WIFI yang ditargetkan rampung pada semester I/2026, serta ambisi WIFI yang berharap memenangkan lelang spektrum frekuensi 1,4 Ghz. Meski, kemenangan lelang itu akan membuat WIFI mengeluarkan biaya cukup besar.
Selain itu, ada potensi catatan utang WIFI membengkak yang menggerus net profit margin perseroan.
Lalu, apakah saham WIFI akan jatuh setelah right issue? jawabannya masih 50:50. Tingkat risiko saham WIFI akan tergantung dari penyerapan hasil right issue. Jika pengendali Investasi Sukses Bersama meningkatkan kepemilikan menjadi 69 persen, mungkin bisa jadi angin segar untuk mengerek harga dalam jangka pendek. Sisanya tergantung dari realisasi proyek yang dikerjakan.
Namun, kalau ternyata hasil right issue tidak optimal, mungkin daya tarik saham WIFI akan mulai menurun.
Mau Diskusi Terkait Aksi Korporasi dan Hal Terbaru yang Terjadi di Pasar Modal?
Kamu juga bisa diskusi saham real-time, insight saham yang menarik, hingga pilihan saham bulanan. Mau dapat list lengkapnya sekaligus konsultasi dengan Mikirduit? yuk join Mikirsaham sekarang juga dengan klik di sini dan dapatkan semua benefit ini:
- Pilihan saham dividen, value, growth, dan contrarian
- Kamu bisa tanya lebih detail alasan pemilihan saham tersebut
- Curhat soal kondisi porto-mu
- Update perkembangan market secara real-time
- Konfirmasi isu yang kamu dapatkan dan impact-nya ke saham terkait
Semua itu bisa didapatkan dengan gabung Mikirsaham, Join sekarang dengan klik di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini