Mengukur Risiko Koperasi Merah Putih untuk Saham Bank BUMN
Banyak kekhawatiran terkait penunjukkan Bank BUMN sebagai penyalur kredit untuk koperasi merah putih. Memang seberapa besar risikonya? ini simulasinya.

Mikirduit – Pemerintah disebut bakal mendirikan 27.000 koperasi merah putih baru dengan bantuan bank BUMN serta jaminan dari APBN. Dengan asumsi satu koperasi membutuhkan Rp2 miliar - Rp3 miliar, artinya butuh dana hingga Rp81 triliun. Jika semua dana tersebut didapatkan dari kredit bank BUMN, bagaimana tingkat risiko kredit Bank BUMN atas program koperasi merah putih ini?
Program koperasi merah putih dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 yang berisi Percepatan Pembentukan Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih ini membentuk koperasi yang menjalankan bisnis hingga jasa simpan pinjam.
Dalam Inpres tersebut, layanan koperasi Merah Putih ini mencakup sembako dengan harga terjangkau, fasilitas simpan pinjam, klinik, apotek desa, jasa penyimpanan hasil pertanian dan perikanan dalam cold storage, dan sistem distribusi logistik.
Dengan target 80.000 koperasi merah putih, Pemerintah akan membangunnya dalam tiga skema, yakni 27.000 bikin baru, dan sisanya me-revitalisasi koperasi yang sudah ada, serta mengembangkan yang sudah ada.
Adapun, skema pembiayaan koperasi merah putih ini akan menggunakan APBN yang disalurkan via bank BUMN sekitar Rp2 miliar - Rp3 miliar. Nantinya, pihak koperasi akan melakukan cicilan dana pinjaman itu selama 10-15 tahun dengan jaminan dana desa dari APBN.
Dari ekspektasi kami, jika nantinya dalam proses bisnis koperasi mengalami masalah profitabilitas, artinya pinjaman dari bank BUMN itu bisa tetap dibayarkan dengan menggunakan anggaran dana desa dari APBN.
Narasinya, saat ini bank BUMN dan pihak terkait sedang melakukan kajian terkait risiko untuk mengukur berapa pembiayaan yang bisa disalurkan untuk program tersebut.
Dengan spesifikasi ini, bagaimana tingkat risiko bisnis bank BUMN (yang sering disebut Himbara)?
Gambaran Risiko ke Kinerja Bank BUMN
Program koperasi merah putih ini memang penuh lika-liku, dari ingin bentuk 70.000 koperasi hingga diubah menjadi 80.000 koperasi. Setelah itu, skemanya bisa merapikan koperasi yang sudah mati segan hidup tak mau hingga memanfaatkan koperasi yang sudah ada.
Lalu nilai dana yang dianggarkan untuk koperasi merah putih ini awalnya Rp5 miliar, tapi kini menjadi sekitar Rp3 miliar. Namun, angka ini tidak memperhitungkan berapa angka anggaran untuk koperasi yang tidak dibangun dari nol. (karena kami menangkap informasi Rp3 miliar ini untuk koperasi yang dibangun dari nol).
Secara umum, permodalan untuk koperasi ini akan dibuat tidak hanya dari bank, tapi juga aset BUMN dan pemerintah seperti tanah dan lainnya. Sehingga nilai Rp2 miliar- Rp3 miliar itu mengakumulasikan dengan aset yang akan digunakan koperasi tersebut.
Adapun, jika mengambil informasi awal Rp2 miliar - Rp3 miliar ini dari bank BUMN. Berarti, total dana yang dibutuhkan paling banyak Rp81 triliun. Dengan karakter koperasi ini masuk ke segmen kredit UKM, serta dengan mempertimbangkan skala bisnis bank, BRI kami ekspektasikan dapat porsi 40 persen, BMRI 35 persen, dan BBNI sebesar 25 persen. (Ini hanya simulasi kasar).
Dari sini, BBRI berpotensi menyalurkan Rp32 triliun, BMRI sekitar Rp28 triliun, dan BBNI sekitar Rp20 triliun. Apakah itu nilai yang besar? jika dibandingkan dengan dana pihak ketiga per Maret 2025 (BMRI dan BBRI menggunakan data per Februari 2025), total dana itu sekitar 2 persen dari total dana pihak ketiga masing-masing bank.
Masalahnya, jika pembiayaan untuk program koperasi merah putih ini dianggap transaksi dengan pihak terafiliasi, ketiga bank itu tidak bisa menyalurkan dana hingga Rp81 triliun. Alasannya, ada aturan BMPK, yang mana penyaluran kredit pihak terafiliasi tidak boleh lebih dari 10 persen modal intinya.
Sehingga anggaran maksimal yang bisa disalurkan 3 big bank BUMN terhadap program tersebut hanya Rp61,93 triliun. Bahkan, jika ditambah dengan pembiayaan dari BRIS juga baru bisa menambah Rp4,16 triliun menjadi Rp66 triliun.
Jika pembiayaan masih berada di batas BMPK tersebut, kami menilai risiko kredit ke koperasi merah putih ini memiliki risiko yang rendah. Namun, tetap ada beberapa catatan yang bisa menjadi risiko.
Pertama, Risiko Likuiditas Jangka Pendek
Jika dana untuk koperasi itu cair dalam waktu dekat dengan jumlah puluhan triliun rupiah di masing-masing bank BUMN, hal itu bisa menjadi risiko likuiditas jangka pendek. Pasalnya, pinjaman memiliki tenor yang cukup panjang, yakni 10-15 tahun. Untuk itu, bank BUMN perlu mencari sumber likuiditas tambahan, seperti meningkatkan porsi dana pihak ketiga atau menerbitkan obligasi untuk menyesuaikan dengan kondisi dana puluhan triliun yang menjadi bersifat tidak likuid.
Kondisi ini bisa meningkatkan cost of fund dari bank BUMN karena butuh menghimpun dana lebih besar. Selain itu, pilihannya bisa mengurangi ekspansi kredit demi memberikan ruang likuiditas ke program tersebut. Dari dua kemungkinan ini, cara pertama yang menjadi lebih bagus dibandingkan kedua untuk sudut pandang pertumbuhan bisnis. Tapi, ya risikonya juga lebih tinggi karena adanya pertumbuhan kredit yang signifikan dengan karakter jangka panjang tersebut.

Kedua, Risiko Kenaikan Rasio Kredit Bermasalah hingga Kenaikan Pencadangan
Selain itu, ketika cicilan dana dari koperasi ini mandek karena masalah pengelolaan bisnis atau faktor lainnya, hal itu bisa meningkatkan rasio kredit bermasalah hingga menaikkan pencadangan yang bisa menggerus laba bersih bank terkait.
Adapun, kami memperkirakan jaminan APBN ini sifatnya juga tidak se-cair jika koperasi mulai mengalami keterlambatan tahap awal saja (atau kolektibilitas awal-awal). Kami memperkirakan ada ketentuan jaminan dana desa dari APBN bisa cair ke bank BUMN jika kondisi koperasi sudah sampai tahap macet. Artinya, dalam periode baru bermasalah tipis-tipis sampai macet ini ada potensi lagging yang membuat bank tetap harus menganggarkan dana pencadangan.
Kecuali, cicilan dilakukan otomatis lewat dana desa di APBN sehingga bagi bank ini menjadi zero risk. Berarti tidak ada risiko kredit bermasalah maupun potensi kenaikan pencadangan akibat program tersebut.
Jadi, Apakah Saham Bank BUMN ini Berisiko untuk Investasi?
Kami menilai secara keseluruhan program koperasi merah putih ini tidak menjadi risiko besar bagi saham bank BUMN. Namun, dalam periode tertentu seperti ketika ada koperasi-koperasi mengalami kendala pembayaran cicilan (dengan konsep cicilan dibayar oleh koperasi). Namun, jika skema cicilan auto dibayar bertahap dari dana desa berarti benar-benar tidak ada risiko untuk bank BUMN.
Namun, sebagai catatan, jika tertarik investasi saham di Bank BUMN dalam jangka panjang, pastikan untuk beli di harga yang memang sudah cukup murah, bukan lagi tinggi-tingginya. Lalu, kapan murahnya?
Kamu bisa diskusikan tentang strategi jual-beli saham bank BUMN lebih lengkap dengan join Mikirdividen
Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .
Untuk mengetahui tentang saham pertama, kamu bisa klik di sini.
Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini
Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.
Beberapa benefit baru:
- IPO Digest Premium
- Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
- Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini