Melirik Peluang Beli 4 Saham yang Keluar MSCI dengan Harga Diskon
Ada 4 saham yang didepak dari indeks MSCI, yakni ICBP, KLBF, SMSM, dan ULTJ. Namun, hal itu bisa jadi peluang beli saham-saham tersebut dengan harga diskon. Lalu, mana yang paling menarik?
Mikirduit – Per 24 November 2025, akan menjadi hari terakhir jelang efektif rebalancing MSCI. Di tengah rebalancing ini, kami justru menilai bisa mengambil posisi jangka menengah untuk saham yang keluar MSCI. Lalu, bagaimana prospek saham yang keluar MSCI ini?
Highlight
- Rebalancing MSCI justru membuka peluang posisi jangka menengah karena saham yang keluar indeks historisnya masih punya probabilitas hampir 50% untuk naik setelah tiga bulan.
- Keempat saham yang keluar—ICBP, KLBF, ULTJ, dan SMSM—sedang berada pada valuasi yang relatif murah secara historis maupun sektoral di tengah kinerja fundamental yang tetap solid.
- Kondisi diskon saat ini bisa menjadi entry pertama hingga 50% alokasi modal, sambil menunggu pemulihan ekonomi dan potensi kinerja yang kembali mengangkat harga ke level premium.
- Untuk diskusi saham secara lengkap, pilihan saham bulanan, dan insight komprehensif untuk member, kamu bisa join di Mikirsaham dengan klik link di sini
Sejak awal, MSCI adalah indeks yang tidak mengacu ke data fundamental, melainkan dari data likuiditas dan metriks kuantitatif seperti market cap, free float, hingga Annualized trading value ratio (ATVR).
Kami juga melakukan perhitungan dari 41 saham yang keluar dari MSCI sejak 2022 (mengecualikan WIKA dan WSKT yang suspensi) serta MBMA dan PNLF yang baru direbalancing pada Agustus 2025. (karena ingin menghitung pergerakan harga saham setelah tiga bulan efektif rebalancing)
Hasilnya, ada probabilitas 48 persen mengalami kenaikan. Memang, probabilitasnya masih di bawah 50 persen, tapi dengan begini bisa dijadikan titik menarik untuk beli dengan timeframe jangka menengah 12-24 bulan.
Nah, 24 November 2025 menjadi periode terakhir sebelum efektif rebalancing MSCI terbaru. Dari periode rebalancing kali ini, KLBF dan ICBP keluar dari MSCI Global Standard dengan detail KLBF turun kasta ke small cap, sedangkan ICBP keluar dari MSCI. Lalu, SMSM dan ULTJ keluar dari MSCI small caps.
Apakah keempatnya sudah masuk posisi menarik beli?
Saham ICBP
Harga saham ICBP sudah turun 27,69 persen sejak awal tahun. Dalam 3 bulan erakhir sudah turun 14 persen. Lalu, apakah saham ICBP sudah cukup murah?
Kami akan melakukan perbandingan PE ICBP dengan cara historis dan sektoral.
Pertama, secara historis, PE twelve trailing month ICBP sebesar 15,93 kali. Dalam PE band 5 tahunnya, posisi itu masih di bawah PE Mean, tapi memang menunjukkan tren kenaikan PE dari di bawah 13 kali menjadi naik ke 15 kali. Hal ini, indikasinya karena ada penurunan laba bersih yang cukup signifikan. PE TTM ICBP sekitar Rp517 per saham. Meski begitu, jika mengacu ke PE forward dengan asumsi laba bersih per saham di 2025 sekitar Rp607, berarti PE forward sekitar 13,59 kali.
Kedua, jika dibandingkan secara sektoral, PE TTM ICBP menjadi salah satu yang masih murah. Dengan membandingkan PE AISA, KINO, ICBP, MYOR, GOOD, dan UNVR. Hasilnya, PE rata-rata sektoral sekitar 18,29 kali. Angka ini di bawah PE ICBP yang sekitar 15,89 kali.
Lalu, bagaimana kinerja keuangan ICBP per kuartal III/2025?
Jika melihat kinerja 9 bulan 2025, ICBP mencatatkan kenaikan pendapatan 1,41 persen menjadi Rp56,26 triliun. Namun, dari segi laba kotor turun 3,58 persen menjadi Rp19,9 triliun. Hal itu disebabkan kenaikan beban bahan baku sebesar 1,6 persen, serta total kenaikan beban pokok penjualan tembus 5,8 persen.
Lalu, dari segi laba bersih, ICBP mencatatkan penurunan lebih dalam sebesar 12,77 persen menjadi Rp7,1 triliun. Tekanan laba bersih perseroan datang dari selisih rugi kurs yang mencapai Rp1,43 triliun.
Jika melihat dari operasional ICBP yang lebih efisien, perseroan bisa laba jika selisih kurs tidak mencapai Rp1 triliun. Apalagi, jika melihat laba usaha perseroan malah naik 6,23 persen menjadi Rp12,74 triliun.
Saham KLBF
Sepanjang 2025, harga saham KLBF sudah urun 13,24 persen. Tekanan besar saham KLBF terjadi dalam 3 bulan terakhir yang membuatnya turun 13,28 persen.
Kami juga akan mendeteksi valuasi relatif dari KLBF:
Pertama, secara historis tahunan, saham KLBF mencatatkan posisi PE TTM sekitar 15,81 kali. Posisi ini sudah di bawah standard deviasi minus 2 perseroan yang berada di 17 kali. Untuk posisi PE forward dari konsensus juga tidak terlalu jauh sekitar 15,73 kali. Ini menggunakan asumsi laba bersih per saham KLBF di 2025 menjadi Rp75,93 per saham.
Kedua, dengan menggunakan rata-rata sektoral saham farmasi. Kami menggunakan 7 saham produk konsumsi farmasi seperti KLBF, KAEF, PEHA, PYFA, SIDO, SOHO, TSPC, DVLA, dan MERK.
Dari perhitungan ini, kami membuat beberapa skenario:
- Pertama, skenario memasukkan 3 saham farmasi yang lagi merugi dengan PE negatif, yakni PYFA, KAEF, dan PEHA. Hasilnya, rata-rata PE sektoral sekitar 9,11 kali. Artinya, posisi KLBF masih cukup tinggi,
- Kedua, skenario tanpa 3 saham farmasi yang merugi. Hasilnya PE rata-rata sekitar 16,79 kali. Artinya posisi KLBF masih cukup murah.
Jika dilihat, kinerja KLBF juga masih tumbuh positif. Pendapatan naik 7,22 persen menjadi Rp25,98 triliun. Laba kotor juga naik lebih tinggi sebesar 10,93 persen menjadi Rp10,55 triliun. Lalu, laba bersih naik 10,64 persen menjadi Rp2,63 triliun.
Jika ditelisik lebih jauh, sumber pendapatan dan laba usaha terbesar KLBF berasal dari obat resep. Namun, kontributor margin terbesar dari bisnis produk kesehatan dengan margin segmen mencapai 64 persen. Adapun, margin obat resep hanya 50 persen.
Untuk kinerja di kuartal III/2025, penjualan produk nutrisi mengalami penurunan 2,12 persen menjadi Rp6 triliun. Namun, perseroan mampu menjaga operasional tetap efisien sehingga divisi nutrisi masih mencatatkan kenaikan laba segmen sebesar 3,37 persen menjadi Rp3,27 triliun.
Kami menilai ada ruang pertumbuhan yang menarik dari bisnis produk kesehatan KLBF yang menjadi kontributor terendah dibandingkan obat resep dan nutrisi.

Saham ULTJ
ULTJ telah mencatatkan penurunan sebesar 21,88 persen sepanjang 2025. Meski, sempat naik 10,59 persen dalam 3 bulan terakhir. Kenaikan saham ULTJ bersamaan dengan rumor ada potensi kerja sama strategis dengan FrieslandCampina, pemilik bisnis Frisian Flag di Indonesia. Keduanya adalah pemimpin pasar susu UHT di Indonesia. Spekulasi itu langsung mengerek harga saham ULTJ dalam jangka pendek.
Lalu, bagaimana dengan valuasi saham ULTJ?
Pertama, secara historis dengan PE Band 5 tahun terakhir, ULTJ memiliki PE TTM sekitar 12,05 kali atau sudah di bawah PE Standard deviasi -1 dalam 5 tahun terakhir. Posisi ini sudah cukup murah.
Kedua, secara sektoral, kami membandingkan dengan consumer goods produk susu lainnya seperti DMND dan CMRY. Hasilnya, rata-rata sektoral ada di 16,88 kali. Artinya, posisi ULTJ masih di bawah rata-rata sektoral juga dengan PE di 12,05 kali.
Secara kinerja keuangan, ULTJ masih menghadapi tekanan penurunan penjualan sebesar 5 persen menjadi Rp6,23 triliun. Apalagi, dari segi laba kotor juga mencatatkan tekanan lebih besar akibat kenaikan beban pokok pendapatan. Hasilnya, laba kotor turun 7,53 persen menjadi Rp2,05 triliun.
Namun, laba bersih perseroan masih tumbuh 9 persen menjadi Rp960 miliar. Efisiensi operasional membuat margin keuntungan bersih perseroan masih mencatatkan kenaikan. Beberapa biaya yang diteken perseroan antara lain, iklan dan promosi yang turun 20 persen menjadi Rp356 miliar.
Di luar itu, perseroan berencana merampungkan pabrik baru pada kuartal III/2025 di daerah MM2100 Cibitung.

Saham SMSM
SMSM mencatatkan penurunan harga saham sebesar 8,68 persen sepanjang 2025. Penurunan terdalam terjadi dalam 3 bulan terakhir sebesar 13,03 persen.
Kami juga akan membandingkan secara valuasi secara historis dan sektoral:
Pertama, secara PE Band 5 tahunnya, saham SMSM sudah mendekati PE standard deviasi -2 dengan PE TTM sebesar 8,89 kali. Sementara itu, posisi PE Standard deviasi -2 sekitar 8,84 kali. Dengan begitu, posisi harga saham SMSM seharusnya masih cukup terdiskon saat ini.
Kedua, secara sektoral kami menelaah valuasi SMSM berdasarkan beberapa saham komponen otomotif lainnya dengan valuasi relatif yang masih wajar (di luar AEGS dan BRAM), seperti AUTO, BOLT, DRMA, SMSM, dan INDS. Dari situ, rata-rata sektoral memiliki PE sekitar 12,61 kali. Artinya SMSM masih cukup terdiskon. Meski, jika dibandingkan dengan DRMA dan AUTO, posisi valuasi SMSM tetap yang tertinggi. (DRMA 8,42 kali, sedangkan AUTO 6,23 kali)
Kesimpulan
Posisi ini bisa dijadikan posisi masuk pertama dengan alokasi hingga 50 persen rencana modal di saham tersebut.
Adapun, ICBP, ULTJ, dan SMSM juga bisa terhindar dari risiko outflow masif jika MSCI jadi mengubah kriteria free float di saham-saham Indonesia. Dengan posisi mereka di luar indeks, bisa bergerak di luar tekanan outflow. Untuk KLBF, meski keluar dari Global standard, perseroan masih masuk MSCI small caps.
Di luar itu, dengan indikator secara fundamental yang solid, keempat saham ini tetap menarik saat lagi diskon. Hanya saja, tinggal menunggu momentum untuk bisa naik dan kembali memiliki harga premium. Kunci-nya ada di pemulihan ekonomi domestik (dan ekspor khusus SMSM) sehingga kinerja bisa tumbuh menarik lagi. Jika kinerja keuangan keempat emiten ini tumbuh, ekonomi Indonesia lebih baik, masa sih nggak menarik.
Lalu, bagaimana strategi beli keempat saham tersebut?
Kami sudah siapkan strategi hingga proyeksi upside dan dividen dari keempat saham itu di Mikirsaham
Kamu bisa mendapatkan insightnya dengan join Mikirsaham Pro hanya dengan Rp600.000 untuk periode 12 bulan atau setara Rp1.700 per hari untuk mendapatkan insight dan bisa berdiskusi saham secara sehat (anti pompom) .
Benefit Mikirsaham Pro:
- Stockpick investing (dividend, value, growth, contrarian) yang di-update setiap bulan
- Stockpicking swing trade mingguan (khusus member mikirsaham elite jika kuota masih tersedia)
- Insight saham terkini serta action-nya
- IPO dan Corporate Action Digest
- Event online bulanan
- Grup Diskusi Saham
Join ke Member Mikirsaham Pro sekarang juga dengan klik link di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini
