Jika WSKT dkk Gagal Bayar, Begini Nasib Bank BUMN

Drama Waskita karya atau Saham WSKT masih berlanjut. Jika gagal bayar, gimana nasib saham bank BUMN ya?

Jika WSKT dkk Gagal Bayar, Begini Nasib Bank BUMN

Mikir Duit – Saham bank besar milik badan usaha milik negara atau BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) dianggap memiliki risiko kredit bermasalah dari debitur BUMN lainnya, seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Kira-kira seberapa besar risikonya?

Kami jadi tertarik mengulas ini setelah melihat kenaikan rasio kredit bermasalah segmen korporasi milik saham BBRI per kuartal I/2023 tembus 4,19 persen. Angka 4 persen terhitung besar secara umum, tapi memang perlu dilihat detailnya.

Untuk itu, kami sempat kaget, wah besar banget, pasti salah satunya gara-gara restrukturisasi Waskita. Untuk itu, kami mengecek nasib kredit korporasi terafiliasi dari saham bank besar BUMN ini.

BACA JUGA: Menganalisis Economi Moat Saham BBRI

Risiko Kredit Korporasi Saham BBRI

Berhubung BBRI jadi saham yang memicu kami mengulik risiko kredit berelasi bank BUMN, kita ulas pertama kali.

Secara keseluruhan, total kredit korporasi BBRI sepanjang kuartal I/2023 senilai Rp190 triliun. Dari total itu, 40 persen kredit korporasi disalurkan kepada pihak terafiliasinya, yakni BUMN lainnya. Nah, kalau dilihat 5 portofolio kredit korporasi terbesarnya itu berasal dari, PT Pertamina Patra Niaga (yang mengurus distribusi BBM), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan Perum Bulog.

Nah, dari total kredit korporasi itu, BBRI mencatatkan kredit bermasalah secara gross pada kuartal I/2023 sebanyak 4,19 persennya. Artinya, ketika debitur telat bayar lebih dari 90 hari alias statusnya kurang lancar sudah dihitung sebagai kredit bermasalah. Berarti, nilai total kredit bermasalah di segmen korporasi BBRI sekitar Rp7,91 triliun.

Apakah nilai itu besar dan berbahaya untuk BBRI? jawabannya tidak sih. Bahkan, secara nominal, posisi kredit bermasalah segmen korporasi BBRI per kuartal I/2023 malah lebih baik dari akhir 2022 yang totalnya Rp8,13 triliun.

Belum lagi, nilai risiko kredit bermasalah gross BBRI itu kurang dari 10 persen total pencadangan yang sudah disiapkan BBRI. Per kuartal I/2023, total pencadangan BBRI tembus Rp90 triliun. Pencadangan itu adalah modal yang disiapkan jika kredit bermasalah itu harus dihapus buku atau menjadi kredit macet.

Risiko Kredit Korporasi Bermasalah BMRI

Selanjutnya, saham BMRI yang bisa dibilang segmen utamanya ada di korporasi. Secara keseluruhan, BMRI memiliki total kredit segmen korporasi di kuartal I/2023 senilai Rp396 triliun. 49 persen dari total kredit korporasi itu sifatnya terafiliasi atau berelasi dengan BUMN lainnya. Sayangnya, dalam laporan keuangan BMRI tidak menunjukkan detail penyaluran kredit ke setiap perusahaan BUMN tersebut.

Namun, kinerja kualitas kredit korporasi BMRI bisa dibilang cukup bagus. NPL gross segmen korporasi hanya 0,85 persen. Artinya, total nilai kredit korporasi BMRI yang nunggak lebih dari 90 hari hanya senilai Rp3,3 triliun.

Artinya, kondisi risiko kredit korporasi BMRI lebih rendah, bahkan dibandingkan dengan BBRI jika dilihat dari total kredit korporasi yang disalurkannya.

Namun, pekerjaan rumah dari BMRI adalah menyelesaikan kredit bermasalah di segmen komersial atau korporasi skala menengah. Perseroan masih punya warisan kredit bermasalah di segmen komersial yang mencapai 9,4 persen. Namun, masalah kredit bermasalah segmen komersial ini sudah bisa tertangani dengan baik. Soalnya, rasio kredit bermasalah kredit komersial yang baru bisa dijaga di 0,44 persen.

Risiko Kredit Korporasi Bermasalah BBNI

Model bisnis BBNI yang mirip dengan BMRI, yakni punya banyak portofolio kredit di segmen korporasi. Nah, aku jelasin dulu nih, apa dampak buyback saham

Sampai kuartal I/2023, BBNI mencatatkan kredit korporasi senilai Rp317,4 triliun. Dengan 13 persen portofolionya ke korporasi BUMN. Dari total itu, NPL gross segmen korporasi BBNI sebesar 2,1 persen.

Berarti, ada sekitar Rp6,66 triliun dari kredit korporasi BBNI mengalami kredit bermasalah gross.

Menariknya, nikai kredit bermasalah korporasi secara nominal maupun persentase BBNI dan BMRI lebih rendah daripada BBRI. Meski begitu, hal tersebut wajar mengingat exspertise dari BBRI bukan di segmen korporasi.

Kesimpulan

Sebenarnya, jika ada masalah utang dengan BUMN, bank-bank besar BUMN ini tidak akan terlalu kena masalah signifikan. Alasannya, dalam aturan pasca krisis1998, perbankan memiliki batas maksimal penyaluran kredit (BMPK) untuk pihak terafiliasi.

Jadi, aturannya, bank tidak bisa menyalurkan kredit lebih dari 10 persen modal inti ke pihak terafiliasi. Kebijakan itu dilakukan sebagai pembelajaran dari kasus 1997-1998 di mana salah satu penyebab bank kolaps adalah karena penyaluran kredit ke perusahaan afiliasi sangat besar.

Artinya, jika ada bank besar BUMN yang kena efek gagal bayar utang dari BUMN lainnya, efeknya tidak akan signifikan.

Lalu, jika melihat data di atas, apakah berarti risiko BBRI paling besar? tentu saja tidak. Memang, segmen korporasi BBRI mencatatkan risiko kredit bermasalah lebih tinggi dibandingkan bank BUMN lainnya, tapi itu hanya sebagian kecil dari portofolio-nya yang besar.

Jadi, apakah saham bank BUMN tetap menarik? secara umum saham bank BUMN tidak akan terpengaruh signifikan terkait gagal bayar utangnya beberapa BUMN. Paling untuk antisipasi tinggal siapkan pencadangan lebih banyak karena permodalan bank BUMN cukup kokoh.