Dihajar Bea Keluar hingga Kenaikan Porsi DMO, Begini Prospek Saham Batu Bara
Saham batu bara terus dihajar sentimen yang membuat harga sahamnya terus tertekan. Lalu, bagaimana prospek saham batu bara ke depannya?
Mikirduit – Saham batu bara terus terkena badai terus menerus. Setelah sebelumnya ada potensi pengenaan bea ekspor, emiten tambang ini juga berpotensi dikenakan kenaikan porsi domestic market obligation (DMO) dengan penjualan di harga 70 dolar AS per ton menjadi lebih dari 25 persen.
Highlight
- Saham batu bara menghadapi tekanan berlapis dari potensi kenaikan porsi DMO di atas 25 persen, rencana bea keluar 2026, serta tingginya cash cost yang mendekati 70–90 persen dari harga jual.
- Dampak kebijakan DMO berbeda pada PTBA, ITMG, dan BUMI, dengan selisih harga ekspor-domestik terbesar pada PTBA (30 persen) dan terkecil pada BUMI (8 persen).
- Emiten batu bara yang melakukan diversifikasi seperti ITMG ke nikel dan BUMI ke emas serta bauksit dinilai lebih menarik untuk mitigasi risiko, sementara PTBA masih menghadapi tantangan keekonomian DME.
- Untuk diskusi saham secara lengkap, pilihan saham bulanan, dan insight komprehensif untuk member, kamu bisa join di Mikirsaham dengan klik link di sini
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan pihaknya tengah mengkaji rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) batu bara, termasuk terkait DMO. Dalam rapat kerja bersama komisi XII DPR Pada 11 November 2025, Bahlil membuka peluang DMO bisa di atas 25 persen.
Saat ini, Porsi DMO diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 267.K/BM.01/MEM.B/2022 minimal 25 persen dari produksi dengan harga jual khusus 70 dolar AS per ton untuk PLN. Kebijakan ini sudah berlaku hampir 7 tahun terakhir (penerapan pertama kali DMO 25 persen pada 2015).
Namun, perubahan porsi DMO ini harus diperhatikan dengan baik oleh pemerintah. Pasalnya, dampak DMO akan cukup besar terhadap seluruh stakeholder mulai dari:
- Potensi penurunan ekspor
- Penurunan pendapatan perusahaan (karena harga jual di bawah harga basar)
- Akhirnya berdampak terhadap Pendapatan Negara Bukan Pajak
- Hingga berdampak terhadap Pajak Korporasi
Lalu, bagaimana dampaknya terhadap saham-saham batu bara di Indonesia?
Kami melakukan perhitungan dampak atas 3 saham batu bara besar, yakni PTBA, ITMG, dan BUMI. Kami tidak mengikutsertakan AADI karena belum ada data terkini di 2025.
Jika dihitung dari kinerja PTBA per semester I/2025 (yang memiliki data volume penjualan), kami mencatatkan harga rata-rata penjualan ekspor perseroan dengan domestik memiliki selisih Rp249.000 per ton. Harga jual ekspor Rp1,08 juta per ton, sedangkan harga jual domestik sekitar Rp831.000 per ton. (Perhitungan ini menggunakan data volume penjualan dan nominal penjualan pada semester I/2025).
Artinya, posisi harga rata-rata jual ekspor PTBA lebih tinggi 30 persen daripada harga rata-rata penjualan domestiknya.
Untuk porsinya, volume penjualan PTBA sebanyak 46 persen untuk ekspor, sedangkan mayoritas 54 persen untuk domestik.
Sementara itu, ITMG mencatatkan selisih harga ekspor lebih tinggi 28 persen dibandingkan dengan harga domestik. Rata-rata harga jual ekspor ITMG senilai 83 dolar AS per ton, sedangkan harga rata-rata domestik ITMG sekitar 65 dolar AS per ton.
Untuk porsinya, ITMG memiliki porsi ekspor 73 persen, sedangkan domestik sebesar 27 persen.
Lalu, BUMI yang cukup rumit melakukan perhitungannya karena anak usahanya PT Kaltim Prima Coal yang memiliki skala produksi dan cadangan cukup besar hanya dimiliki perseroan sekitar 27 persen dan total 51 persen (termasuk yang secara tidak langsung). Sesuai aturan akuntansi, akhirnya KPC dianggap entitas asosiasi. Sehingga yang tertulis di laporan keuangan hanya bagian laba sebagai entitas perusahaan patungan.
Kami melakukan perhitungan sederhana dengan membagi pendapatan coal BUMI dengan volume penjualan Arutmin sekitar 15,3 juta ton per kuartal III/2025. Hasilnya, dengan asumsi porsi domestik secara volume produksi BUMI sekitar 25 persen, BUMI memiliki selisih harga ekspor dan domestik paling rendah, yakni hanya 8 persen.
Harga rata-rata ekspor BUMI sekitar 50 dolar AS per ton, sedangkan harga jual domestik sekitar 46 dolar AS per ton.
Prospek Saham Batu Bara di Tengah Tekanan Pemerintah Indonesia
Saham batu bara tengah tertekan dari segi normalisasi harga batu bara pasca booming 2022 yang masih berlanjut, serta adanya kebijakan yang cenderung kurang mendorong pertumbuhan bisnis tersebut. Mulai dari perubahan skema royalti yang membuat beberapa emiten batu bara mencatatkan kenaikan pembayaran royalti, rencana bea keluar per 2026, hingga potensi kenaikan porsi DMO di atas 25 persen.
Untuk bea keluar, dalam perkembangan terakhir, Kementerian Keuangan memastikan batu bara akan dikenai bea keluar pada 2026. Pengenaan bea keluar itu mengakhiri keistimewaan komoditas emas hitam yang sudah berlangsung sejak 2006.
Namun, belum ada angka detail bea keluar sehingga mengukur dampaknya masih cukup sulit. Satu hal yang pasti, poin bea keluar ini bisa makin mengikis margin para pengusaha batu bara.
Di sisi lain, jika perbandingan batu bara punya hal yang istimewa dibandingkan dengan migas karena bea keluar juga kurang apple to apple. Pasalnya, cash cost batu bara terhitung lebih besar daripada migas.
Misalnya, PTBA memiliki cash cost secara akumulasi penjualan domestik dan ekspor per semester I/2025 sekitar Rp870.000 per ton, sedangkan harga jual rata-rata Rp930.000 per ton. Artinya, cash cost perusahaan batu bara tembus 90 persen dari rata-rata harga jualnya.
Selain itu, bisa menggunakan asumsi harga jual rata-rata ITMG sekitar 78,1 dolar AS per ton. Sementara itu, biayanya sekitar 64 dolar AS per ton. Artinya, cash cost ITMG tembus 82 persen dari rata-rata harga jual.
Begitu juga dengan BUMI yang mencatatkan total production cost (termasuk KPC) sekitar 42,2 dolar AS per ton, sedangkan harga jual rata-rata (termasuk KPC) sekitar 60,4 dolar AS per ton. Artinya, biaya cash cost-nya BUMI mencapai 70 persen dari total harga jual rata-rata.
Berbeda dengan MEDC di sektor migas (only divisi migas). Per semester I/2025, cash cost migasnya sekitar 8,5 dolar AS per barrel, dengan asumsi harga jual rata-rata terendah 55-60 dolar AS per barrel, artinya cash cost migas hanya 14-15 persen dari harga rata-rata jual sesuai dengan pasar.
Untuk itu, kami menilai saham batu bara yang memiliki plan diversifikasi bisa lebih menarik dilirik karena bisa kombinasi potensi bisnis batu bara meski dalam bayang-bayang biaya yang meningkat, serta bisnis barunya yang diharapkan bisa memberikan margin keuntungan yang lebih bagus.
Jika mengambil sampel dari ITMG, BUMI, dan PTBA, hanya dua dari 3 saham itu yang mulai fokus diversifikasi bisnis.
Pertama, ITMG mulai masuk ke bisnis nikel dengan mengakuisisi 9,62 persen saham NICE. Emiten yang juga dimiliki oleh LX Internasional ini memiliki cadangan sekitar 83,5 juta wet ton dengan rata-rata produksi bijih nikel (estimasi 2025) sekitar 2,5 juta wet ton per tahun.
NICE memiliki dua blok tambang di Sulawesi Tenggara dengan blok A seluas 1.225 hektar untuk area produksi dan pengembangan, serta 750 hektar yang menjadi area produksi utama saat ini. NICE juga memiliki pelabuhan pribadi dengan kapasitas 9 tongkang.
Meski sifat dari investasi ITMG di saham NICE masih investasi, tapi ini menjadi langkah yang menarik. Dengan posisi kas dan setara kas perseroan senilai Rp16,23 triliun, bukan tidak mungkin nantinya ITMG bersama LX Internasional bekerja sama dalam mengembangkan NICE dan menjadi ruang pertumbuhan baru ke depannya.
Kedua, BUMI juga menjadi emiten batu bara yang cukup agresif menambah aset non-batu baranya sepanjang 2025. BUMI mengakuisisi 2 tambang emas, yakni Wolfram serta Jubilee di Australia dan 1 tambang bauksit sepanjang 2025. Dari paparan publik perseroan, BUMI menargetkan memiliki porsi pendapatan berimbang antara batu bara dengann non-batu bara dibandingkan saat ini masih 90 persen batu bara dan 10 persen non-batu bara.
Namun, catatan untuk BUMI, perseroan memiliki dua tambang emas di Australia. Tingkat biaya-nya akan berbeda dengan Indonesia sehingga prospek margin keuntungannya bisa jadi lebih rendah (meski harus melihat data pastinya terlebih dulu). Meski begitu, jika skalabilitas produksinya cukup besar bisa jadi pendorong kinerja BUMI juga.
Sementara itu, PTBA masih berkutat dengan hilirisasi batu bara dalam bentuk DME. Terakhir, PTBA mengaku lagi melakukan proses konsolidasi dengan Danantara, MIND ID, serta PT Pertamina (persero).
Dari pemaparan pada September 2025, PTBA ekspektasi bisa menyepakati rantai pasok yang optimal agar bisa memberikan keuntungan bagi PTBA maupun Pertamina.
Tantangan dari proyek DME adalah tingkat keekonomiannya masih rendah. Sebagai gambaran, East China Engineering Science and Technology Co. Ltd sempat menyampaikan proposal awal coal to DME pada November 2024. Kala itu, mereka mengusulkan processing service fee sekitar 412 - 488 dolar AS per ton. Angka itu lebih besar dari ekspektasi kementerian ESDM yang senilai 310 dolar AS per ton.
Lalu, harga jual DME diperkirakan 911-987 dolar AS per ton juga lebih tinggi dari usulan kementerian ESDM pada 2021 sekitar 617 dolar AS per ton di luar subsidi.
Harga DME itu juga di atas harga impor LPG Indonesia yang sekitar 435 dolar AS per ton pada 2024.

Kesimpulan
Kami menilai batu bara masih punya prospek menarik dalam jangka menengah 1-2 tahun ke depan. Alasannya, jika ada perbaikan permintaan (yang sudah rendah) dan menyebabkan pertumbuhan produksi batu bara lebih lambat. Jika ada pemulihan permintaan dari China dan India, hal tersebut bisa mendorong harga batu bara jangka pendek.
Apalagi, kebutuhan energi listrik yang stabil dan besar sangat tinggi selaras dengan tren AI. Untuk itu, kami menilai tekanan harga saham batu bara jangka pendek akibat kebijakan pemerintah Indonesia justru bisa jadi momentum untuk cicil beli. Namun, sebagai manajemen risiko bisa pilih saham batu bara yang telah atau menjalankan diversifikasi bisnis. Sehingga potensi sentimen akan terdiversifikasi.
Kalau mau mendapatkan insight saham sambil diskusi secara real time bersama founder Mikirduit, yuk join Mikirsaham
Kamu bisa mendapatkan insightnya dengan join Mikirsaham Pro.
Benefit Mikirsaham Pro:
- Stockpick investing (dividend, value, growth, contrarian) yang di-update setiap bulan
- Stockpicking swing trade mingguan (khusus member mikirsaham elite jika kuota masih tersedia)
- Insight saham terkini serta action-nya
- IPO dan Corporate Action Digest
- Event online bulanan
- Grup Diskusi Saham
Join ke Member Mikirsaham Pro sekarang juga dengan klik link di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini
