Adu Kinerja 3 Saham Coal di Tiga Bulan Pertama, Siapa yang Oke?
Sudah ada 3 saham batu bara yang rilis laporan keuangan, jika dibandingkan, mana saham batu bara terbaik untuk investasi?
Mikirduit – Ada sekitar tiga saham batu bara yang sudah rilis laba bersih kuartal I/2024, yakni ADRO, PTBA, dan BSSR. Dari ketiga saham batu bara itu, kira-kira mana yang bakal mencatatkan kinerja lebih baik di 2024. Berikut ulasannya.
Tren harga batu bara Newcastle mencatatkan kenaikan 16,99 persen dari 28 April sampai 1 Mei 2024. Kenaikan harga batu bara ini muncul di tengah ekspektasi permintaan batu bara bakal meningkat jelang musim panas. Pasalnya, beberapa negara di Asia Selatan dan Tenggara bakal mengalami gelombang panas.
Keberadaan gelombang panas itu berpotensi meningkatkan permintaan listrik yang berujung kepada kenaikan permintaan batu bara sebagai bahan bakar paling murah.
Di tengah sentimen itu, harga batu bara China juga mencapai level terendah. Grup industri batu bara terbesar di China menilai ada potensi permintaan batu bara mulai meningkat karena hargnya menjadi sangat murah.
Apalagi, posisi pasokan batu bara di China tidak terlalu tinggi sehingga jika ada kenaikan permintaan di pasar bisa langsung mengerek harga batu bara naik.
Meski, kelompok negara G-7 masih berkomitmen untuk menutup pembangkit listrik tenaga batu bara pada semester I tahun 2030 -2035 secara bertahap.
Di tengah sentimen itu, pergerakan saham batu bara juga akan dikombinasikan dengan kinerja keuangan kuartal pertama yang baru rilis. Berikut perbandingan antara ADRO, BSSR, dan PTBA.
Saham ADRO
Kinerja laba bersih ADRO di kuartal I/2024 sudah mencapai 33,69 persen dari proyeksi kami. Artinya, kinerja di kuartal pertama ini sudah di atas ekspektasi. Jika konsisten, artinya kinerja ADRO akan di atas ekspektasi hingga akhir tahun 2024.
Sebelumnya, kammi ekspektasikan laba bersih ADRO (yang dikonversi ke rupiah) sekitar Rp17,77 triliun sepanjang 2024. Per kuartal I/2024, ADRO telah mencatatkan laba bersih senilai Rp5,98 triliun.
Meski, overall, kinerja ADRO memang masih mencatatkan penurunan sesuai perkiraan. Pendapatan ADRO turun 21,53 persen menjadi 1,44 miliar dolar AS. Penurunan pendapatan itu terjadi karena penurunan rata-rata harga jual sebesar 24 persen.
ADRO mencoba meredam penurunan rata-rata harga jual dengan meningkatkan volume produksi sebesar 15 persen menjadi 18,07 juta ton. Dari sisi volume penjualan juga naik 5 persen menjadi 16,48 juta ton.
Menariknya, dari sisi beban pokok pendapatan, ADRO mencatatkan penurunan lebih dalam dibandingkan pendapatan, sehingga gross profit margin ADRO naik menjadi 43,5 persen dibandingkan dengan 41,5 persen.
Adapun, beban pokok pendapatan ADRO turun cukup dalam karena adanya penurunan royalti kepada pemerintah sebesar 37 persen menjadi 301 juta dolar AS. Padahal, di periode sama tahun lalu, royalti ini menjadi komponen beban pokok pendapatan terbesar.
Ditambah, ADRO juga mencatatkan penurunan beban usaha sebesar 24,93 persen menjadi 107,99 juta dolar AS. Lalu, biaya keuangan juga turun 12,81 persen menjadi 23,2 juta dolar AS.
Hasilnya, meski laba bersih ADRO turun 18,27 persen menjadi 374 juta dolar AS, tapi tingkat net profit margin-nya mencatatakan kenaikan menjadi 25,94 persen dibandingkan dengan 24,91 persen.
Meski begitu, penjualan ADRO secara geografis terlihat mencatatkan kenaikan signifikan untuk domestik yang naik 10,11 persen menjadi 328,03 juta dolar AS.
Sementara itu, untuk pasar ekspor kompak turun semua, terutama dari negara besar seperti China turun 37 persen menjadi 178,96 juta dolar AS, Jepang turun 31,97 persen menjadi 170 juta dolar AS, India turun 26,15 persen menjadi 136,82 juta dolar AS.
Kondisi itu membuat komposisi ekspor terbesar justru dari Korea, meski turun 13,49 persen menjadi 225 juta dolar AS.
Kami ekspektasi, pendapatan ADRO di kuartal kedua dan ketiga bisa meningkat karena ada potensi kenaikan permintaan batu bara dari negara Asia karena terkait musim panas. Namun, apakah bisa mengimbangi dengan biaya operasionalnya, itu yang perlu dinanti hasilnya.
Meski hasil kinerja ADRO bisa dibilang cukup bagus dalam pengelolaan biaya dan pencapaiannya sudah melebihi 25 persen dari ekspektasi kami, tapi posisi harga saham ADRO masih sedikit di atas harga wajar yang kami asumsikan di Rp2.617 per saham.
Saham BSSR
BSSR mencatatkan tren penurunan kinerja yang lebih rendah dibandingkan dengan ADRO, tapi dalam pengelolaan biaya, BSSR masih kalah oke dibandingkan dengan ADRO.
BSSR mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 11,46 persen menjadi 241,08 juta dolar AS. BSSR mampu menenkan penurunan kinerja karena mencatatkan kenaikan pendapatan luar biasa dari Filipina sebesar 1.874 persen menjadi 16,92 juta dolar AS. Lalu, pendapatan dari India juga naik 35,6 persen menjadi 52,15 juta dolar AS.
Di sisi lain, pendapatan dari Indonesia turun 29,1 persen menjadi 39,68 juta dolar AS, dan dari China turun 25,02 persen menjadi 132,31 juta dolar AS. Meski, tren pendapatan dari China turun, tapi kontribusi dari China tetap yang terbesar.
Sementara itu, dalam pengelolaan biaya, BSSR sebenarnya sudah mampu menekan biaya produksi dari pengupasan tanah (turun 0,18 persen), pangangkutan (turun 2,37 persen), penanganan dan jasa muat (turun 26,38 persen), hingga penggalian batu bara (turun 9,56 persen). Bahkan, pembayaran kepada pemerintah juga turun 40,08 persen, serta royalti yang turun sebesae 41,83 persen.
Namun, ada kenaikan biaya yang signifikan di biaya maintenance (naik 581,77 persen), tenaga kerja (naik 37,22 persen), pajak dan lisensi, hingga biaya sewa yang membuat gross profit margin turun tipis menjadi 36,25 persen dibandingkan dengan 36,14 persen pada periode sama tahun sebelumnya.
Hal itu juga terjadi di net profit margin yang turun tipis menjadi 17,49 persen dibandingkan dengan 17,89 persen pada tahun sebelumnya.
Penurunan net profit margin itu disebabkan ada beberapa biaya yang naik, seperti porsi terbesar ada di biaya umum dan administrasi yang naik 62,47 persen menjadi 3,17 juta dolar AS.
Salah satu risiko saham BSSR adalah perseroan belum punya rencana diversifikasi bisnis dari batu bara. Meski, harga saham BSSR saat ini sudah berada di harga wajarnya sekitar Rp3.800-an per saham.
Saham PTBA
Berbanding terbalik dengan ADRO yang operasional bisnisnya lebih efisien, serta BSSR yang mencoba jaga biaya operasional tidak naik tinggi sehingga posisi margin keuntungan terjaga dengan baik. PTBA malah mencatatkan penurunan margin keuntungan yang signifikan. Padahal, dari segi pendapatan, PTBA jadi emiten batu bara dengan penurunan terendah, yakni sebesar 5,5 persen menjadi Rp9,4 triliun.
Gross profit margin PTBA turun menjadi 15,08 persen dibandingkan dengan 20,66 persen pada tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan kenaikan beban pokok pendapatan sebesar 1,15 persen menjadi Rp7,99 triliun ketika pendapatan turun 5 persen.
Walaupun begitu, overall PTBA sudah menekan mayoritas biayanya, hanya biaya gaji yang naik 6,85 persen menjadi Rp234 miliar, serta biaya jasa pihak ketiga naik 35,51 persen menjadi Rp145 miliar.
Namun, yang membuat beban pokok pendapatan PTBA naik adalah biaya persediaan yang hampir mencapai Rp1,3 triliun dibandingkan dengan Rp800 miliar pada periode sama di tahun sebelumnya.
Biaya operasional lainnya pun makin menekan net profit margin PTBA menjadi hanya 8,4 persen dibandingkan dengan 11,67 persen pada periode sama tahun sebelumnya.
Jika melihat dari geografis penjualan batu bara PTBA, perusahaan pelat merah itu mencatatkan kenaikan penjualan signifikan ke dua negara Asean, yakni Thailand naik 454 persen menjadi Rp570,52 miliar, sedangkan Vietnam naik 237 persen menjadi Rp427 miliar. Di luar itu, penjualan ke Korea Selatan juga naik 53 persen menjadi RP928 miliar, serta penjualan ke domestik naik 13,98 persen menjadi RP4,7 triliun.
Namun, penjualan ke negara besar seperti China dan India mengalami penurunan. Penjualan ke China turun 80,58 persen menjadi Rp334 miliar, sedangkan penjualan ke India turun 11,68 persen menjadi Rp1,83 triliun.
Harga saham PTBA saat ini (2 Mei 2024) pun masih cukup mahal dengan asumsi harga wajar Rp2.492 per saham.
Kesimpulan
Kami melihat penurunan permintaan dari China dan India sudah cukup drastis. Adapun, secara keseluruhan permintaan batu bara di China juga turun karena produksi industri semen yang melandai akibat oversupply. Hal itu ada kaitannya dengan lesunya sektor properti di China.
Namun, kami menilai ada peluang kenaikan permintaan batu bara yang bisa terjadi di semester II/2024 atau 2025. Hal itu terjadi ketika pasokan batu bara di negara besar seperti India dan China menipis karena kebutuhan pembangkit listrik saat musim panas, serta asumsi peluang pulihnya ekonomi China pada 2025.
Dari ketiga saham ini, kami menilai ADRO yang lebih menarik untuk investasi jangka panjang dengan asumsi mereka sudah punya plan diversifikasi di aluminium, serta memiliki anak usaha di bidang batu bara metalurgi, salah satu jenis batu bara yang dianggap punya prospek masa depan karena jadi bahan baku baja.
Meski begitu, kami mengingatkan berhubung saham batu bara ini sifatnya cyclical, kami menyarankan untuk masuk di bawah harga wajar agar bisa meredam risiko penurunan lebih jauh.
Kalau kamu, lebih suka ADRO, BSSR, atau PTBA?
Mau dapat info saham dividen jumbo serta strategi investasi dan outlook publikasi bulanan?
Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.
Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:
- Update review laporan keuangan hingga full year 2023-2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
- Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
- Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini