Right Issue INET masih Nyangkut di OJK, Begini Peluang dan Risiko Ke Depannya

Saham INET mengakui rencana right issuenya masih nyangkut di OJK. Lalu, perseroan membeberkan rencana besar untuk mendorong kinerjanya dalam public expose pada 1 Desember 2025. Berikut, rencana besarnya

saham INET

Mikirduit – Right issue INET masih menunggu pernyataan efektif dari OJK yang belum bisa diperkirakan waktunya. Lalu, bagaimana prospek saham INET ke depannya sambil menunggu right issue tuntas?

Highlight

  • Prospek pertumbuhan INET bergantung pada rampungnya proyek kabel bawah laut dan ekspansi pelanggan melalui akuisisi Garuda Prima Internetindo.
  • Right issue menjadi faktor krusial karena tanpa pendanaan Rp3,2 triliun, target ekspansi 2 juta FTTH dan keberlanjutan rencana bisnis berisiko tertunda.
  • Meski kinerja kuartal III/2025 impresif, potensi penurunan EPS pasca right issue membuat valuasi INET di level harga saat ini terlihat cukup mahal.
  • Untuk diskusi saham secara lengkap, pilihan saham bulanan, dan insight komprehensif untuk member, kamu bisa join di Mikirsaham dengan klik link di sini

Kami mencatat ada beberapa yang bisa menjadi perhatian terkait peluang dan risiko saham INET ke depannya.

Dari public expose 2 Desember 2025, dari klaim manajemen, perseroan mengungkapkan beberapa potensi pendorong kinerja keuangan dalam 2 tahun ke depan.

Pertama, salah satu sumber pertumbuhan pendapatan di 2026 antara lain adalah rampungnya jaringan kabel bawah laut yang menghubungkan Jakarta, Batam, dan Singapura.

Anak usaha INET, PT Pusat Fiber Indonesia menggandeng PT Jejaring Mitra Persada, anak usaha KTER dalam proyek tersebut. Nantinya, proyek yang merupakan bagian dari sistem komunikasi bawah laut (SKKL) akan dijalankan dengan skema Indefeasible Right of USe (IRU), yang memberikan hak penggunaan jangka panjang atas infrastruktur kabel serat optik.

Dalam proyek tersebut, INET berinvestasi sekitar 20 juta dolar AS. Kabarnya, proyek kabel bawah laut ini akan memperluas jaringan hingga 400 terabyte dengan per jalur sekitar 25-30 terabyte. Manajemen INET mengklaim meski jaringan ini baru beroperasi sekitar Januari 2026, tapi sudah ada yang memesan untuk memanfaatkan jaringan tersebut.

Direktur Utama INET Muhammad Arief Angga pada 5 Mei 2025 memproyeksikan dari kabel bawah laut itu bisa memberikan perseroan pendapatan sekitar Rp156 miliar pada 2026 dan Rp250 miliar pada 2027.

Kedua, INET juga berpotensi mendapatkan pendapatan secara bertahap dari anak usaha lainnya, yakni PT Garuda Prima Internetindo, entitas yang baru diakuisisi oleh perseroan pada September 2025. Garuda Prima Internetindo ini adalah internet service provider dengan layanan bernama Bali Internet dan Flynet.

Nantinya, INET menargetkan menambah 2 juta pelanggan baru di Bali dan Lombok melalui entitas ini. Dari sini, INET akan bangun 2 juta FTTH secara bertahap dalam 2 tahun. Manajemen berekspektasi tambahan pendapatan dari sini cenderung untuk jangka menengah.

Manajemen sempat bilang potensi revenue sekitar Rp270.000 dikali 2 juta homepass. Di sini, kami (yang tidak berkesempatan bertanya lebih detail) mempertanyakan asumsi 270.000 dikali 2 juta homepass ini potensi revenue dari konstruksi atau nantinya 270.000 dikali 12 dan dikali 2 juta sebagai revenue dari layanan.

Manajemen ekspektasi pendapatan dari anak usaha ini akan mulai terasa di akhir 2026. Pasalnya, untuk ekspansi 2 juta home pass ini membutuhkan dana right issue sebagai modal kerja. Sementara, saat ini right issue-nya belum dijalankan.

Rencana Pendanaan INET

Right issue INET menjadi sangat krusial bagi perseroan karena itu ibaratnya sebagai langkah untuk mencapai target-nya.

Misalnya, dari target dana right issue senilai Rp3,2 triliun, INET menargetkan menggunakan Rp2,8 triliun untuk anak usaha Garuda Prima Internetindo ekspansi membangun 2 juta FTTH Wi-Fi 7. Llau, Rp213 miliar untuk pembayaran proyek kabel submarine, dan Rp135 miliar utnuk anak usaha PT Internet anak bangsa dalam pembangunan FTTH di Jawa.

Jika ini terlambat cukup lama bisa menjadi risiko bagi saham INET untuk mencapai target rencana bisnis-nya tersebut.

Selain itu, INET juga berencana menerbitkan obligasi senilai Rp1 triliun sebagai pendanaan tambahan pada awal 2026. Namun, kami menilai obligasi ini bisa diterbitkan jika right issue sudah selesai. Pasalnya, jika obligasi Rp1 triliun diterbitkan dalam kondisi sebelum right issue, ada risiko dari segi pembayaran utang.

Pasalnya, dari metriks debt to Equity rasio (DER) bakal naik menjadi 2,77 kali, sedangkan dari interest coverage rasio dengan asumsi kupon 7 persen sehingga pembayaran bunga sekitar Rp70 miliar per tahun, serta annualized laba usaha Rp33 miliar bisa membuat kinerja INET rugi.

Jika dana right issue sudah cair, setidaknya perseroan ada modal untuk menjalankan bisnisnya sehingga revenue dan laba usaha meningkatkan untuk bisa cover cicilan kupon obligasi yang tetap terhitung jumbo bagi INET saat ini.

Ditambah, INET juga melakukan akuisisi 60 persen saham PT Trans Hybrid Communication (THC) dan 53,57 persen saham PADA. Belum ada nilai akuisisi yang tertulis, tapi untuk PADA disebutkan sumber modal untuk akuisisi akan diambil dari kas internal maupun pinjaman (termasuk pinjaman bank).

Kami menghitung asumsi transaksi INET untuk PADA berkisar di Rp90 miliar - Rp100 miliar. Dengan posisi cash INET terakhir sekitar Rp160 miliar, posisinya masih cukup mungkin untuk menggunakan cash internal sepenuhnya. Namun, kami belum bisa memperkirakan berapa harga transaksi akuisisi THC (karena perusahaan tertutup juga).

💡
Dapatkan Tools Analisis Saham Paling Cocok Untuk Investor Ritel serta Pilihan Saham Indonesia hingga AS dengan AI bersama Investing Pro. Dapatkan Promo Spesial Dari Mikirduit dengan Klik di sini

Kinerja Keuangan INET Kuartal III/2025

Jika melihat kinerja kuartal III/2025 INET yang sudah diaudit cukup impresif. Perseroan mencatatkan kenaikan laba bersih tembus 818 persen menjadi Rp19,37 miliar.

Kenaikan pendapatan INET didorong dari beberapa pos:

Pertama, pendapatan naik 194 persen menjadi Rp68 miliar. Pendorong utamanya kenaikan pendapatan dari penyedia layanan internet sebesar 191 persen menjadi Rp67 miliar. Manajemen sempat sebut kenaikan pendapatan itu ditopang dari jaringan di area Jabodetabek yang mulai beroperasi sejak 2025.

Kedua, kenaikan beban pokok pendapatan hanya 176 persen menjadi Rp36 miliar. Kenaikan beban pokok pendapatan jauh lebih rendah dari kenaikan pendapatan yang tembus 194 persen. Hal itu membuat gross profit margin naik menjadi 47 persen dibandingkan dengan 41 persen pada periode sama tahun sebelumnya.

Ketiga, Rata-rata biaya operasional mulai beban penjualan dan beban umum dan administrasi yang kenaikannya sangat rendah. Meski, beban keuangan naik 121 persen menjadi Rp552 juta. Namun, kenaikan itu masih lebih rendah daripada pendapatan. Sehingga net profit margin naik menjadi 28 persen dibandingkan dengan 9 persen pada periode sama tahun sebelumnya. 

Meski terlihat bagus, kami memberikan beberapa catatan untuk kinerja INET di kuartal III/2025.

Dari segi tingkat debt to Equity rasio (DER) per kuartal III/2025, INET sangat rendah dengan tingkat utang di bawah Rp10 miliar. Namun, INET mencatatkan kenaikan utang usaha hingga 109 persen menjadi Rp23,14 miliar.

Jika dilihat 50 persen utang usaha tersebut sudah melewati jatuh tempo mulai dari 1-3 bulan (senilai Rp7 miliar). Untuk Rp14 miliar masih belum jatuh tempo.

Sebenarnya, dengan tingkat kas perseroan Rp160 miliar di kuartal ketiga, tingkat utang ini tidak akan menjadi masalah. Hanya saja jika ada hal teknis yang membuat pembayaran melewati ketentuan batas tenggat pembayaran bisa jadi sentimen negatif hingga diselesaikan.

Jika dilihat, rata-rata utang INET itu di bawah Rp1 miliar ke berbagai pihak yang senilai Rp19,16 miliar. Sementara itu, utang usaha terbesar ada dari RP Green Net senilai Rp1,16 miliar.

Strategi Bertahan Hidup RALS Lewat Cuan Deposito dan SBN, Masih Menarik Dilirik?
Masa kejayaan RALS sebagai ritel konvensional mungkin sudah mulai meredup. Kini, perusahaan lebih tampak sebagai bisnis musiman yang bertahan lewat efisiensi dan penataan ulang operasional. Pertanyaannya, bagaimana prospeknya ke depan? Masih menarik untuk dilirik investor?

Kesimpulan

Kami menilai INET masih punya potensi growth kinerja dari pendapatan kabel bawah laut serta ekspansi internet service provider di Bali dan NTB.

Jika asumsi annualized pendapatan INET full 2025 sekitar Rp91 miliar, serta tambahan pendapatan Rp156 miliar dari submarine (yang disebutkan manajemen) ditambah asumsi growth bisnis existing menjadi Rp100 miliar, artinya ada potensi pendapatan di 2026 tembus Rp250 miliar. Dengan asumsi net profit margin konservatif di 15 persen, berarti Rp37 miliar (dari annualized Rp26 miliar).

Tantangannya, jika laba bersih 2026 hanya mampu mencapai Rp37 miliar, berarti ada potensi secara laba bersih per saham (pasca right issue) di 2026 hanya akan Rp1,75 per saham dari asumsi laba bersih per saham 2025 annualized sekitar Rp2,7. Dengan begitu, harga INET di Rp600-an ini sudah cukup mahal dengan asumsi EPS yang berpotensi turun di 2026.

Dari segi sentimen, jika right issue dilaksanakan di Desember 2025 akan cukup bagus dari segi persepsi penyesuaian EPS tersebut. Jika sudah lewat, ada potensi tekanan dari segi EPS yang mengalami penurunan karena jumlah lembar saham meningkat drastis pasca RI.

Kalau mau mendapatkan insight saham sambil diskusi secara real time bersama founder Mikirduit, yuk join Mikirsaham

Kamu bisa mendapatkan insightnya dengan join Mikirsaham Pro.

Benefit Mikirsaham Pro:

  • Stockpick investing (dividend, value, growth, contrarian) yang di-update setiap bulan
  • Stockpicking swing trade mingguan (khusus member mikirsaham elite jika kuota masih tersedia)
  • Insight saham terkini serta action-nya
  • IPO dan Corporate Action Digest
  • Event online bulanan
  • Grup Diskusi Saham

Join ke Member Mikirsaham Pro sekarang juga dengan klik link di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini