IHSG Naik Hampir 22 Persen Dalam 11 Bulan, Lanjut to The moon atau Malah ke Bumi?

IHSG sudah naik hampir 22 persen sepanjang tahun berjalan. Namun, apakah ini sebuah tanda bagus atau malah ada risiko market yang berpotensi terjadi ke depannya?

nasib IHSG

Mikirduit – IHSG menggila dengan mencatatkan kenaikan sepanjang tahun mendekati level tertinggi pada 2010. IHSG telah naik 21,9 persen sejak Januari 2025. Posisi itu telah melewati kenaikan 20,14 persen di 2017, 21,71 persen di 2014, dan mendekati kenaikan tertinggi 46 persen di 2010. Lalu, apakah ini pertanda bagus atau buruk?

Highlight

  • IHSG melesat 21,9% sepanjang 2025, namun reli ini lebih banyak didorong saham-saham konglomerat yang bergerak anomali, sementara saham fundamental besar justru tertekan.
  • Secara global pasar saham memang tengah bullish, tetapi kondisi ekonomi domestik Indonesia masih melemah dan menjadikan reli IHSG tidak sepenuhnya ditopang fundamental.
  • Risiko pasar ke depan—termasuk potensi outflow akibat perubahan aturan free float MSCI pada 2026—membuat strategi berlapis seperti menjaga porsi cash, DCA, dan manajemen risiko menjadi penting.
  • Untuk diskusi saham secara lengkap, pilihan saham bulanan, dan insight komprehensif untuk member, kamu bisa join di Mikirsaham dengan klik link di sini

Kami membahas dari dua sudut pandang, pasar saham secara global dan penggerak IHSG saat ini.

Pertama, secara global, pasar saham di seluruh dunia tengah mencatatkan kenaikan yang luar biasa. Indeks pasar saham yang naik paling kencang dari Korea Selatan, Kospi mencatatkan kenaikan 68,19 persen secara year to date. Sementara itu, IHSG unggu di atas Singapura dengan kenaikan tembus 21,9 persen, tapi masih di bawah indeks saham Jepang, Shenzen, Italia, hingga Helsinki.

Dari total 78 indeks yang disaring melalui Tradingview, hanya indeks 30 saham terbesar Malaysia (KLCI) yang turun 1,12 persen, serta indeks 25 saham terbesar di Denmark yang turun 1,93 persen.

Sementara itu, indeks serupa di Indonesia, yakni LQ45 masih positif 3,35 persen. 

Artinya, jika melihat kondisi global secara ekonomi masih melambat, tapi pergerakan pasar saham secara keseluruhan tetap bullish.

Kedua, jika melihat pendorong IHSG dengan asumsi pemilik free float market cap terbesar antara lain:

1. DSSA (Rp183 triliun) naik 216 persen

2. TLKM (Rp169 triliun) naik 34,32 persen

3. BREN (Rp157 triliun) naik 3,23 persen

4. ASII (Rp120,61 triliun) naik 35,2 persen

5. DCII (Rp111 triliun) naik 499 persen

6. BRPT (Rp89 triliun) naik 279 persen

7. TPIA (Rp70 triliun) naik 2 persen

8. BRMS (Rp61 triliun) naik 191 persen

9. CUAN (Rp48 triliun) naik 145 persen

10. UNTR (Rp37 triliun) naik 6,54 persen

Sementara itu, saham dengan free float market cap terbesar yang mengalami penurunan antara lain:

1. BBCA (Rp438 triliun) turun 13,44 persen

2. BBRI (Rp255 triliun) turun 9,8 persen

3. BMRI (Rp170 triliun) turun 14,74 persen

4. BYAN (Rp123 triliun) turun 14,07 persen

5. AMMN (Rp88 triliun) turun 22 persen

6. BBNI (Rp61 triliun) turun 2 persen

7. GOTO (Rp57 triliun) turun 7,14 persen

8. SMMA (Rp42 triliun) turun 11 persen

9. AMRT (Rp32 triliun) turun 35 persen

10. INDF (Rp30 triliun) turun 7,47 persen.

Sehingga meski IHSG terbang jauh, rata-rata pendukungnya adalah saham related konglomerat yang bergerak anomali seperti saham-saham di bawah Grup Bakrie hingga Hapsoro, serta Salim. Sementara itu, saham-saham yang menjadi tulang punggung fundamental ekonomi Indonesia malah tertekan.

seasonality

Dejavu 2006-2007

Jika melihat pergerakan IHSG sepanjang 2025, indeks saham Indonesia itu hanya mengalami penurunan di dua bulan, yakni Februari sebesar 11 persen dan Juni sebesar 3 persen.

Rekor IHSG ini menyamai periode 2014 dan 2017 yang kala itu IHSG mampu naik 20-an persen dengan penurunan dalam dua bulan.

Namun, setelah IHSG naik 21,71 persen pada 2014 dengan hanya penurunan di 2 bulan. Pada 2015, IHSG turun 11,3 persen dengan penurunan selama 6 bulan (bahkan 4 bulan berturut-turut di atas 2 persen). Begitu juga pada 2017, setelah naik 20,14 persen, IHSG turun 2,7 persen pada 2018. Dengan kondisi 5 penurunan berturut-turut pada Februari - Juni 2018, serta September dan Oktober.

Berbeda dengan 2010, kala itu IHSG naik 46,16 persen, tapi selanjutnya bisa melanjutkan kenaikan sebesar 3,17 persen di 2011 dan 12,95 persen di 2012.

Apa perbedaan terbesar antara 2014 dan 2017 dengan 2010? 

Jawabannya, ada di kondisi pendorong pasar saham saat itu. 2010 mampu menguat secara solid selaras dengan pemulihan pasar dan ekonomi global pasca krisis 2008. Sementara itu, kondisi 2014-2017 berada di transisi suku bunga rendah ke tinggi dengan kondisi ekonomi yang tidak begitu bagus.

Strategi Bertahan Hidup RALS Lewat Cuan Deposito dan SBN, Masih Menarik Dilirik?
Masa kejayaan RALS sebagai ritel konvensional mungkin sudah mulai meredup. Kini, perusahaan lebih tampak sebagai bisnis musiman yang bertahan lewat efisiensi dan penataan ulang operasional. Pertanyaannya, bagaimana prospeknya ke depan? Masih menarik untuk dilirik investor?

Sehingga bisa disimpulkan, ada 3 faktor yang bisa membuat indeks saham meroket. Pertama, ada pemulihan ekonomi. Kedua, ada momentum risiko ekonomi. Ketiga, ada risiko ekonomi yang bisa menyebabkan market crash. 

Untuk contoh pertama bisa melihat periode 2010, sedangkan contoh kedua pada 2014 dan 2017. Lalu, bagaimana dengan contoh ketiga?

Kita bisa melihat bagaimana pola IHSG pada 2006 dan 2007 yang naik gila-gilaan sebesar 50 persen per tahun. (dari 2005 hanya naik 16 persen).

Jika dilihat pasar saham Indonesia 2006 - 2007 dikuasai oleh Grup Bakrie. Beberapa saham Grup Bakrie yang berada di 50 market cap terbesar di Indonesia antara lain, BUMI, ELTY, UNSP, ENRG, BNBR, DEWA, BTEL dan UNSP.

daftar 30 saham market cap terbesar di IDX pada 2007
daftar 30 saham market cap terbesar di IDX pada 2007

Selain itu, jika melihat 20 saham top gainer pada 2007 antara lain:

  • ITTG: 3.940 persen
  • ATPK: 2.312 persen
  • HADE: 1.623 persen
  • MIRA: 1.575 persen
  • SONA: 1.279 persen
  • IKAI: 909 persen
  • BISI: 900 persen
  • DOID: 767 persen
  • KARK: 757 persen
  • KKGI: 719 persen
  • DNET: 606 persen
  • BUMI: 567 persen
  • TINS: 549 persen
  • DEFI: 534 persen
  • PAFI: 525 persen
  • BRPT: 517 persen
  • BKSL: 474 persen
  • KPIG: 466 persen
  • INTD: 400 persen
  • RODA: 386 persen

Memahami Kondisi 2025-2026

Jika melihat, kenaikan harga saham sepanjang 2025 didorong oleh beberapa konglomerat seperti:

  • Bakrie
  • Hapsoro
  • Afiliasi dengan Hashim Djojohadikusumo
  • Prajogo Pangestu

Sementara itu, saham-saham konglomerasi non-populer dan fundamental based seperti big bank dan beberapa saham lainnya loyo.

Kondisi ekonomi domestik juga masih tertekan (belum ada tanda pemulihan) meski tren suku bunga bank sentral sudah turun cukup dalam.

💡
Dapatkan Tools Analisis Saham Paling Cocok Untuk Investor Ritel serta Pilihan Saham Indonesia hingga AS dengan AI bersama Investing Pro. Dapatkan Promo Spesial Dari Mikirduit dengan Klik di sini

Adapun, untuk risiko market yang sudah bisa diprediksi dalam jangka dekat adalah potensi perubahan ketentuan free float oleh MSCI yang bisa mendorong outflow cukup besar dair pasar saham Indonesia. Periode ini bisa terjadi di Februari - Mei 2026.

Dalam kondisi ini bisa melakukan beberapa hal:

Pertama, atur porsi cash yang siap masuk jika ada potensi crash, dan masuk ke saham-saham jangka menengah - pendek yang punya momentum. Misalnya, 60 persen cash untuk nunggu peluang, 40 persen bisa diatur keluar masuk untuk menambah jumlah cash.

Kedua, Jika ingin cicil bulanan (DCA) bisa dilakukan di saham dengan fundamental menarik dan harga sudah murah

Ketiga, siapkan mental jika ada fluktuasi harga saham yang signifikan. Untuk itu,manajemen uang dengan poin pertama bisa membantumu tetap tenang. 

ALL In di saham yang berpotensi naik kencang memang bisa bikin cepat kaya, tapi sayangnya nggak ada yang pasti di pasar saham. Sehingga opsi yang paling bijak tetap masuk sesuai dengan kesiapan menghadapi risiko. Soalnya, pasar saham bukan ajang lomba lari sprint, tapi lari maraton. Siapa yang bertahan lebih lama, dia lah pemenangnya.

Kalau mau mendapatkan insight saham sambil diskusi secara real time bersama founder Mikirduit, yuk join Mikirsaham

Kamu bisa mendapatkan insightnya dengan join Mikirsaham Pro.

Benefit Mikirsaham Pro:

  • Stockpick investing (dividend, value, growth, contrarian) yang di-update setiap bulan
  • Stockpicking swing trade mingguan (khusus member mikirsaham elite jika kuota masih tersedia)
  • Insight saham terkini serta action-nya
  • IPO dan Corporate Action Digest
  • Event online bulanan
  • Grup Diskusi Saham

Join ke Member Mikirsaham Pro sekarang juga dengan klik link di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini