Efek Drama Israel, AS dengan Iran terkait Senjata Nuklir ke Pasar Saham
Setelah kedamaian terjadi sejak disibukkan perang dagang, kini perang fisik kembali terjadi. Jelang perundingan nuklir Iran-AS, Israel malah menyerang Iran. Lalu, apa efeknya ke pasar saham?

Mikirduit – Setelah drama perang dagang antara Amerika Serikat dengan seluruh dunia mereda, muncul keributan perang fisik antara Israel dengan Iran. Apa yang sebenarnya terjadi dan apa efeknya ke pasar saham hingga ekonomi Indonesia?
Ringkasan Konten
- Ketegangan antara Israel, AS, dengan Iran sudah terjadi sejak lama. Bahkan, ketegangan dengan AS sudah terjadi sejak 1979 sebelum dugaan senjata nuklir berkembang.
- Dalam jangka pendek, perang Israel dengan Iran bisa membuat harga minyak dunia naik karena ada risiko gangguan supply minyak di Iran. Efeknya, bisa positif dalam jangka pendek untuk saham minyak, batu bara. Selanjutnya, bisa berefek positif untuk saham pelayaran.
- Namun, perang ini juga berdampak negatif terhadap prospek ekonomi Indonesia jika terjadi berkepanjangan. Pasalnya, kenaikan harga minyak akan memicu kenaikan harga BBM. Dengan status Indonesia sebagai importir minyak, Hal tersebut bisa membebani APBN sehingga pemerintah harus mengurangi subsidi yang berdampak terhadap daya beli masyarakat.
Jika ingin diskusi dan konsultasi, serta dapat insight saham terkini bisa join Mikirsaham
Cerita konflik Iran dan Israel bermula dari perundingan nuklir dengan AS yang buntu, Hingga muncul ancaman kalau Iran akan menyerang pangkalan militer AS yang ada di kawasan militer Timur Tengah pada 11 Juni 2025.
Dikutip dari Reuters, Menteri Pertahanan Iran Aziz Nasirzadeh mengatakan akan terjadi konflik jika negosiasi nuklir dengan AS tidak membuahkan hasil. Pasalnya, pada 15 Juni 2025 menjadi jadwal perundingan antara Iran dengan AS terkait nuklir.
Sayangnya, jelang perundingan AS-Iran, Israel melakukan serangan ke Iran pada Jumat 13 Juni 2025. Israel melakukan serangan besar-besaran dengan target fasilitas nuklir, markas militer, dan kawasan permukiman di Teheran.
Israel beralasan serangan tersebut untuk mencegah atau menghentikan ambisi nuklir Iran yang semakin dekat menuju senjata pemusnah massal.
Lalu, dalam beberapa jam setelahnya, Iran melancarkan serangan balasan ke Israel. Rudal balistik ditembakkan ke wilayah penduduk Israel sebagai respons atas serangan beberapa jam sebelumnya.
Kabarnya dari Media Israel, ada tujuh rudal Iran yang berhasil menghantam wilayah metropolitan Tel Aviv.
Adapun, setelah kejadian serangan Israel tersebut, Iran masih belum menentukan sikap atas pertemuan dengan AS pada Minggu 15 Juni 2025 di Oman.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri iran Esmaeil Baghaei mengatakan pihak yang satu (Israel) melakukan tindakan yang membuat dialog tidak berarti. "Anda tidak dapat mengklaim untuk berunding dan pada saat yang sama membiarkan Israel menyerang Iran," Ujarnya.
Presiden AS Donald Trump membantah tuduhan pihaknya terlibat dalam serangan tersebut. Namun, dirinya mengaku tahu kalau Israel akan melakukan serangan.
Kisah Ketakutan Blok Barat Terhadap Iran
Drama Iran ini sudah terjadi sejak lama, Iran sempat dikenakan sanksi ekonomi oleh PBB hingga Amerika Serikat.
Sanksi ekonomi Iran dimula sejak berakhirnya revolusi Iran, yang menumbangkan rezim Shah Reza Pahlavi. Dari situ, hubungan antara Iran dan AS menjadi memanas.
Kala itu, kedutaan besar AS di Iran diduduki pada 4 November 1979 sehingga AS memberlakukan berbagai macam sanksi terhadap negara Timur Tengah tersebut.
Selain itu, Iran sempat disanksi oleh PBB dan Uni Eropa pada 2006. Alasannya, Iran punya program nuklir yang kontroversial. Akhirnya, Iran terkena sanksi larangan impor senjata, pembatasan perdagangan barang terkait nuklir, dan pembelian aset terkait pemerintah Iran.
Drama sanksi Iran sempat dicabut pada 2015 setelah mencapai kesepakatan dengan AS, Inggris, prancis, China, Rusia, dan Jerman. Namun, hubungan Iran dengan blok Barat kembali memanas sejak aksi serangannya ke Israel untuk membela pasukan Palestina.
Hubungan antara AS-Israel dengan Iran sempat memanas setelah adanya virus komputer Stuxnt yang diduga ciptaan dua negara tersebut. Virus tersebut disebut mengganggu dan menghancurkan sentrifus milik Iran pada 2010.
Israel menjadi pihak yang paling berisik terkait dugaan senjata nuklir Iran. Israel menjadi pihak yang seperti ketakutan terkait dugaan keberadaan senjata pemusnah massal tersebut.
Sehingga bisa dibilang, pertikaian antara AS, Israel dengan Iran ini sifatnya memiliki masalah panjang di masa lalu, terutama terkait dugaan senjata nuklir di Iran.

Efek ke Pasar Saham
Secara umum, efek dari perang antara Israel dengan Iran ini adalah adanya potensi kenaikan harga minyak selaras dengan risiko gangguan supply produksi minyak di sana. Apalagi, Iran adalah salah satu negara produsen minyak 10 besar di OPEC, dengan produksi hampir 3 juta barel per hari.
Hingga 14 Juni 2025, harga minyak Brent masih bertahan di 70 dolar AS. Jika harga minyak ke-80 dolar AS bisa memicu daya beli tinggi di saham-saham related minyak seperti, MEDC, ENRG, RATU, ELSA, dan AKRA. (Khusus AKRA, saham ini memiliki bisnis distribusi BBM, tapi kerap dinilai memiliki korelasi positif terhadap pergerakan harga minyak dunia)
Di sisi lain, harga komoditas energi pesaing seperti batu bara juga berpotensi naik. Jika harga minyak mampu ke 80 dolar AS per barrel, harga batu bara bisa naik hingga 120 - 140 dolar AS per ton. Hal itu akan memicu daya tarik saham-saham batu bara yang sempat turun murah karena tekanan harga hingga di bawah 100 dolar AS per ton.
Di sisi lain, ketegangan di Iran dengan Israel juga dikhawatirkan membuat jalur perdagangan sekitarnya terganggu. Sehingga banyak kapal perdagangan yang menggunakan jalan memutar ketimbang melewati Selat Hormuz.
Hal ini berpotensi memicu Supply kapal yang tersedia karena terpaksa lewat jalan memutar. Sehingga bisa memicu kenaikan containerized freight indeks kembali naik ke kisaran 2500. Untuk saham-saham yang terkait itu adalah saham yang memiliki kapal untuk disewakan ke perdagangan internasional.
Namun, kenaikan harga komoditas energi akibat perang ini tidak selalu berdampak positif. Pasalnya, ada risiko kenaikan harga bahan bakar yang bisa membuat margin bisnis secara umum tergerus.
Belum lagi, efek terhadap risiko ekonomi di Indonesia, yang saat ini statusnya adalah importir minyak. Dengan kenaikan harga minyak, APBN Indonesia berpotensi makin terbebani oleh defisit.
Pemerintah suka tidak suka harus menaikkan harga BBM bersubsidi meski akan terjebak dilema terkait risiko daya beli masyarakat. Walaupun, akan muncul solusi bantuan langsung tunai atau bansos untuk menetralisir kondisi yang sebenarnya tidak berdampak signifikan
Dengan kondisi ekonomi yang berpotensi tertekan, efek ke pasar saham juga jadi kurang oke secara keseluruhan. Namun, situasi terburuk ini akan tergantung seberapa lama ketegangan antara Israel, AS, dengan Iran terjadi. Semakin lama terjadinya, efek kenaikan harga minyak dunia akan cenderung berefek negatif daripada positif.
Sehingga, jika dalam jangka pendek bisa menguntungkan saham related migas, batu bara, hingga pelayaran, tapi dalam jangka menengah panjang bisa berisiko untuk perekonomian.
Jadi, Apa yang Harus Dilakukan?
Membagi porsi modal yang siap masuk saham booming seperti minyak dan batu bara dalam jangka pendek dengan cash untuk kejadian tidak terduga. Tingkat ketidakpastian pasar saat ini sangat tinggi, sehingga stay cash bisa menjadi pilihan yang lebih baik dengan porsi ke saham yang lagi booming secara terukur (sesuai dengan kesiapan menghadapi risiko).
Mau tau strategi investasi saham saat perang?
Kamu bisa mendapatkan insight dari diskusi real time hingga analisis saham komprehensif di Mikirsaham. Dapatkan benefit:
- Pilihan saham value-growth investing bulanan
- Pilihan saham dividen yang potensial
- Insight saham komprehensif serta actionnya
- IPO digest untuk menentukan action-mu di saham IPO
- Diskusi saham dan rekap diskusinya
- Event online bulanan
- Update porto founder jangka pendek, menengah, dan panjang setiap e bulan
Gabung Mikirsaham sekarang dengan klik di sini